Minggu, 18 Oktober 2009

Reality Show Calon Kabinet



Yunan Hilmy al-Anshary

Program reality show (RS) ternyata masih menyisakan kejayaan di layar kaca kita. Sepertinya masyarakat memang gemar dengan acara yang mengaduk-aduk perasaan dan emosi pemirsa. Itu pula yang mungkin membuat stasiun TV berlomba memroduksinya. RS, sekedar menyebut contoh program tv Menuju Puncak, Indonesian Idol, KDI, dan acara semacamnya, tidak saja telah memberikan keuntungan kepada stasiun TV dan bintangnya namun mampu membuat masyarakat rela untuk dikuras pulsanya demi membela sang bintangnya via SMS. Apalagi tim kreatif begitu rupa mengeksploitasi sisi sosial sang bintang untuk memancing rasa empati dan simpati pemirsa.

Kini, acara RS sudah sangat variatif, bahkan menyangkut masalah yang sangat privasi seseorang sekalipun. Masyarakatpun menyukainya. Rating pun naik. Lagi-lagi yang untung secara ekonomi adalah stasiun TV atau tv production. Belakangan banyak yang mengatakan bahwa cerita yang disajikan tidak sepenuhnya merupakan realita yang benar-benar terjadi, namun sudah direkayasa.

Sekarang, peristiwa apapun bisa dijadikan entertainment untuk memberikan lebih banyak alternatif bagi pemirsa TV. Bahkan aksi penggerebekan (penyerbuan) juragan teroris pun diproduksi dan disiarkan layaknya RS. Penonton dibuat ikut deg-degan dan menjadi terpenjara untuk tidak sedikitpun melalaikan acara atawa siaran itu. Perangkat dramatisasi sedemikian sempurnanya: analisis pengamat yang seolah selalu benar dan akurat, ilustrasi musik yang seram, deskripsi reporter yang seru dan pertanyaan-pertanyaan wartawan yang kadang mengarah dan sering tendensius. Peristiwa gempa pun tidak luput.

Dan yang sedang hangat, peristiwa politik pun tak luput dijadikan sebuah entertainment, realty show yang mengaduk-aduk dan membuat dag-dig-dug, penasaran dan perasaan selalu menunggu masyarakat. Peristiwa yang dimaksud tentu apa lagi kalau bukan ‘audisi’ atau tes calon menteri Kabinet Indonesia Bersatu Jilid Duanya SBY.

Secara konstitusional, pemilihan dan pengangkatan Menteri adalah hak prerogatif Presiden. Sebuah konsekuensi demokrasi dengan sistem presidensial yang dianut UUD NRI 1945. Presiden bebas menentukan pembantunya sesuai dengan koridor UU No. 39 Tahun 2009 tentang Kementerian Negara. Dan kemenangan dalam Pilpres 2009 yang gemilang di atas 50% itu membuat SBY sangat menikmati posisi kuatnya untuk memilih calon menterinya yang akan diangkat dengan cukup leluasa.

Atas kesadaran itulah kemudian SBY memutuskan memberikan ‘hiburan’ kepada rakyat Indonesia untuk menikmati RS pemilihan menterinya dengan prosedur yang tidak seperti biasanya. Bila Presiden sebelumnya cukup menelpon para calonnya, bagi SBY itu tidaklah cukup. Para nominator yang telah digenggamnya dipanggilnya untuk tes wawancara di Cikeas, tempat kediamannya. Saat tiba di kediaman SBY, (konon) para menteri dipersilahkan duduk di pendopo sambil menunggu kesiapan tim di dalam. Setelah diperbolehkan masuk, calon menteri diwawancarai Presiden SBY. Setelah itu, calon menteri menandatangani pakta integritas dan kontrak kinerja. Begitu keluar, si-calon memberikan keterangannya di depan pers tanpa menyatakan ketegasan penentuan keterpilihannya. Selanjutnya, calon menteri harus menjalani tes kesehatan dan jiwa di RSPAD Gatot Subroto.

Prosedur yang mendayu-dayu seperti ini bisa jadi hanya ada di negeri kita. Seolah SBY ingin menunjukkan gayanya sendiri sebagai Presiden dengan mandat rakyat yang kuat dan menjadikan urusan yang sesungguhnya merupakan hak prerogatif itu menjadi terbuka dan seolah mengajak segenap rakyat mengikuti dengan seksama melalui siaran TV dan terbawa deg-degan dengan teka-teki selanjutnya apa yang akan terjadi.

Berkreasi dalam demokrasi, seperti halnya yang tengah dipertontonkan SBY, itu sah-sah saja. Sisi positifnya adalah rakyat dapat mengetahui bahwa para pembantu presiden dipilih secara selektif, tidak asal-asalan dan jelas orangnya. Tentu hal itu bukan tanpa kritik. Kesan bahwa audisi itu hanya formalitas mulai nampak. Hal itu terlihat, paling tidak, sampai hari kedua (Ahad, 18 Oktober 2009) sudah tiga puluh calon dan kabarnya besok Senin tinggal menyisakan empat orang calon lagi yang akan dites, sesuai dengan jumlah kabinet yang berjumlah 34 Menteri, mengikuti batas maksimal UU 39/2008. Artinya, bila benar adanya, ‘audisi’ itu bukanlah merupakan seleksi yang lazimnya jumlah orang yang diaudisi melebihi jumlah yang akan terpilih.

Kita berharap, gaya rekrutmen apapun yang dilakukan Presiden terpilih SBY, akan terpilih sebuah kabinet yang solid dan profesional dalam bekerja serta berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Filosofi yang tertanam dalam benak para menteri mestinya adalah sebagai pelayan rakyat (khadam al-ummah) bukan minta ‘dilayani rakyat’. Kita pun berharap dari reality show ini tidak saja stasiun TV dan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jili 2 saja yang menikmati keuntungan, namun rakyatlah sesungguhnya yang pada akhirnya diuntungkan.

Selamat untuk para menteri terpilih dan selamat bekerja KIB 2 untuk kemaslahatan rakyat.

Gambar:
Courtesy : www.koransuroboyo.com