Selasa, 14 September 2010

JANGAN BIARKAN FITRI MEMUDAR

H+4. Popularitas Idul Fitri itu kini mulai memudar seiring kembalinya rutinitas yang ditandai dengan berakhirnya kalender cuti bersama. Beribu episode lebaran pun segera usai. Melalui strategi dan serunya perjalanan, para pemudik juga sudah kembali dari pulkamnya masing-masing. Kini mau gak mau kita harus kembali dengan rutinitas, khusushon hiruk pikuk aktifitas kejar tayang akhir tahun.

Lantas, adakah makna ramadan buat kita? Terasakah kita sebagai pemenang sejati di saat Idul Fitri?

Pertanyaan itu selalu membuat kita miris. Puasa di bulan Ramadhan dan Idul Fitri di bulan Syawwal sesungguhnya merupakan satu kesatuan rangkaian. Kemenangan saat merayakan Idul Fitri tidaklah mungkin diraih tanpa kita 'berkeringat' di bulan Ramadan. Kemenangan itu memang hakikatnya hanya milik mereka yang berpuasa secara serius penuh iman dan keikhlasan, untuk mereka yang memenuhi puasanya dengan berbagai kesibukan amaliyah pendekatan diri kepada Sang Khaliq untuk mengasah jiwanya. Itulah yang membuat diri menjadi fitri kembali.

Berbahagialah setiap kita yang sukses ramadannya karena insya Allah itulah pemenangnya. Kemenangan atau keberuntungan (al-faizin) tidaklah identik dengan materi: baju baru, mobil baru, HP baru, etcetera, etcetera. Kemenangan juga tidak identik bagi mereka yang bisa pulkam lengkap dengan aksesori dunia yang menyertainya.

Prof. Quraish Shihab menyatakan, dari 29 kali perulangan kata fawz (akar kata dari al-faizin) di dalam al-Quran dengan berbagai bentukannya hanya satu kata (afuzu) yang bermakna materi, itupun untuk menggambarkan ucapan orang munafik yang memahami keberuntungan sebagai keberuntungan yang bersifat materi (QS 4:73). Sedangkan pada ayat-ayat yang lain mengandung makna “pengampunan dan keridhaan Tuhan serta kebahagiaan surgawi”.

Kita tentu berharap bukan kemenangan semu yang kita raih, yakni kemenangan yang lebih bersifat materialistik dan kering makna. Namun sebaliknya, memperoleh kemenangan sejati, yakni pribadi yang kembali kepada fitri, kembali kepada kesucian, kembali kepada agama yang benar dan memperoleh pengampunan dan keridhaan Allah Swt. Dan kefitrian kita itu mewarnai kinerja kita sepanjang tahun hingga datangnya kembali ramadan tahun depan. Bila seperti itu insya Allah hikmah puasa dan kefitrian kita menjadi kontekstual yang melahirkan berbagai maslahat. Amien.

Minal Aidin wal Faizin.

Minggu, 22 Agustus 2010

TOLERAN MEMANCAR DI BAITURRAHMAN

rabu malam itu terasa sejuk, sejak sore langit memang mendung. gerimis sore yang sporadis itu membuat langit di atas Serambi Mekkah menjadi bersih, menutup oportunitas debu untuk terbang liar memerihkan mata, muka berdebu atau bikin sesak napas. pun polusi yang lain. shaum hari itu menjadi khusyu’ dan ni’mat.

sejurus kemudian sejukpun mengantarkan malam. tiba-tiba imanku yang pas-pasan menjadi tidak sabar untuk menghambur ke rumah Allah yang tegar itu: masjid raya Baiturrahman Nanggroe Aceh Darussalam. sudah lama aku memendam kesempatan untuk bisa bersujud serendah-rendahnya di masjid penuh pesona dan kharismatik itu. jadilah tarawih pertamaku di Baiturrahman.

jama’ah isya’ku tertinggal dua raka’at menjadikanku makmum masbuk. Ndak masalah, yang penting masih dapat keutamaan shalat berjama’ah dua puluh tujuh derajat melebihi shalat sendirian. Subhanallah, nikmatnya shalat malam itu. jama’ahnya tertib, tidak ada canda bocah seperti kebanyakan masjid di daerahku tinggal, bacaan imam shalat yang tartil, tenang dan berkualitas menjadikan shalat bertambah khusyu’. taushiyah dari ustadz yang profesor itu sungguh mencerahkan, rasa-rasanya kadar imanku malam itu menebal beberapa karat.

puluhan, mungkin ratusan, pilar kokoh yang ikut berjamaah itu seakan bertutur ratusan bahkan beribu kisah tentang syiar Islam dan sejarah perjuangan ummat Islam Aceh mendapatkan keyakinan Islamnya yang kokoh, kedamaian dan kesejahteraannya. warna serba putih semakin mengokohkan kesucian tempat itu dan putihnya hati serta kesahajaan jamaahnya di hadapan Sang Rabb. marmer yang sejuk membuat batin semakin tenang. aku optimis kondusifitas ini akan menjadikan tarawihku benar-benar santai dan menenteramkan.

Kanjeng Rasul salallahu alaihi wasallam selalu menggemarkan para sahabatnya untuk mengerjakan qiyam ramadhan (shalat malam pada bulan Ramadhan). “siapa saja yang mendirikan shalat malam pada bulan ramadhan karena iman dan mengharap ridha-Nya, niscaya diampunilah dosanya yang telah lalu.”

bacaan imam sangat prima dan merdu, tidak panjang tapi tidak terlalu pendek. dua rakaat salam dan diulang empat kali, kemudian ditutup dengan tiga rakaat witir satu salam. ketika selesai tarawih delapan rakaat, tiba-tiba sebagian jamaah keluar dengan tertib dan santun. segera aku simpulkan, mungkin shalat tarawih dilakukan dengan dua versi. versi pertama, melaksanakan sebelas rakaat dan versi kedua melaksanakan dua puluh tiga rakaat. benar. begitu witir selesai, sebagian besar jamaahpun beranjak keluar masjid. Sebagian jamaah yang tadi keluar ternyata menunggu dan bergantian masuk masjid untuk melanjutkan tarawihnya menjadi dua puluh rakaat plus tiga rakaat witir.

jamaah yang sholat delapan rakaat mengikuti cara qiyamu ramadhan Kanjeng Rasul, yang dua puluh tiga mengikuti contoh sahabat Umar bin Khattab. semua berjalan dengan khidmat. jamaah begitu dewasa dengan versi yang diyakini dan dijalankannya masing-masing. tidak ada blok sendiri-sendiri yang menandakan kesan jarak psikologis. pergantiannya pun khidmat, tidak saling berjejal. senyum jamaah menebar tanda mereka semua gembira dengan tarawih atau qiyamu ramadhannya. aku pernah menjumpai pelaksanaan tarawih satu masjid dengan dua versi seperti ini tapi di Baiturrahman terasa lain.

Baiturrahman benar-benar telah menghadirkan suasana yang tasamuh, toleransi tinggi, ukhuwah islamiyah yang solid. tidak ada yang merasa berbeda. semua merasa ummat yang satu dan bersaudara. pasti ini bukan suasana yang lahir begitu saja tapi tercipta karena muslimin di bumi serambi mekkah itu istiqomah menjalankan syariat islamnya. tidak percaya kalau ada yang mengesankan orang aceh tidak suka damai dan suka memberontak. aku menjadi semakin haqul yakin bahwa masalah di aceh selama ini bukan karena politik tapi masalah ekonomi dan ketidakadilan. akupun diam-diam protes, mestinya aceh bisa lebih makmur dan megah seperti kota-kota besar di indonesia lainnya yang kaya sumber daya alam dan bisa menikmati kekayaan yang diberikan Allah Sang Pemberi Rizki.

Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberkahi Nanggroe Aceh Darussalam yang istiqomah dengan syariat-Nya, kedamaian dan kesejahteraan. amien.

Minggu, 15 Agustus 2010

SAHUR ITU BERKAH

Sebagian orang yang berpuasa mengacuhkan sahur dan tidak mengakhirkannya. Padahal ia merupakan sunnah Rasul:
تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً
Makan sahurlah, sebab dalam sahur ada keberkahan. (HR Mutafaq 'alaih). Adakalanya bahkan ia meninggalkannya sama sekali. Adakalanya ia makan pada pertengahan malam atau sebelum tidur, biasanya karena khawatir tidak bisa tidur atau takut tidak bisa bangun pagi-pagi sekali, ingin tidur lebih lama, ataupun karena ketidaktahuannya terhadap hal itu. Ini kesalahan yang semestinya dikoreksi dan diperbaiki oleh orang yang berpuasa.

Sahur sangat penting, disamping karena keberkahannya juga terkait dengan rukun puasa. Rukun puasa adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan ibadah itu sendiri. Jika rukun ini tidak dijalankan, maka tidak sah ibadah tersedut alias batal. Rukun puasa ada dua, yaitu: (1) niat; dan (2) menahan diri. Kedudukan niat dalam puasa sangat utama. Tanpa niat puasa seseorang tidak sah. Sebab Rasulullah menyatakan bahwa setiap perbuatan tergantung pada niatnya. Sabda selanjutnya: “siapa saja yang tidak berniat puasa sebelum terbit fajar maka tidak ada puasa baginya.”

Niat puasa boleh dilakukan jauh sebelumnya, yaitu malam hari hingga sebelum fajar. Niat adanya di dalam hati, tidak disyaratkan mengucapkannya, karena merupakan pekerjaan hati, maka tidak ada sangkut-pautnya dengan lisan. Hakikat niat adalah menyengaja suatu perbuatan demi menaati perintah Allah. Jika kita melakukan sahur untuk puasa besok berarti sahur tersebut sudah merupakan niat baginya untuk berpuasa.

Niat puasa yang harus dilakukan sebelum memasuki fajar adalah puasa wajib, yaitu puasa Ramadhan, puasa qadla Ramadhan, puasa nadzar, puasa kafarat dan puasa fidyah haji. Sedangkan puasa sunnah, menurut fuqaha, niat boleh dilakukan setelah fajar terbit sebelum matahari tergelincir (dzuhur) dengan catatan belum melakukan sesuatu yang membatalkan puasa. Sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah yang diceriterakan oleh Aisyah. Pada suatu hari Rasulullah bertanya kepadaku, “Wahai Aisyah, adakah sesuatu padamu (yang dapat kumakan)? Aku menjawab, “Tidak ada, ya Rasulullah.” Kemudian Rasulullah bersabda, “Kalau begitu aku akan berpuasa.”

Banyak keberkahan yang akan diraih bila kita sahur dan mengakhirkannya, antara lain:
(1) Menyambut perintah Rasulullah. Allah berfirman: “Siapa saja yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah.” (QS.4. an-Nisa’ ayat 80). “Dan siapa saja mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (QS.33. Al-Ahzab ayat 71).
(2) Syiar umat Islam. Prosesi sahur sebelum berpuasa merupakan satu pembeda ibadah puasa orang Islam dengan kaum yang lain. Nabi Saws bersabda: “Yang membedakan antara puasa kita dan puasa Ahlul Kitab ialah makan sahur”.
(3) Mendapatkan kebaikan dan memeliharanya. Dari Sahl bin Sa’ad as-Sa’idi bahwa Nabi Saw bersabda: Manusia senantiasa akan mendapatkan kebaikan selagi mereka mnyegerakan berbuka dan mengkahirkan sahur. (HR al-Bukhari dan Muslim).
(4) Memberikan kekuatan untuk melakukan ketaatan membantu beribadah, menambah semangat dan aktifitas. Sebab orang yang lapar dan haus mudah terjangkau kemalasan.
(5) Mendapatkan rahmat dari Allah dan doa dari Malaikat. Rasulullah bersabda: “Sahur itu seluruhnya adalah berkah. Maka janganlah kalian tinggalkan meskipun hanya seteguk air. Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat atas orang yang makan sahur”. (HR Ahmad).
(6) Dapat mencegah akhlak buruk yang diakibatkan karena kelaparan.
(7) Waktu yang berkah. Nabi bersabda: “Rabb kita tabaraka wa ta’ala turun pada setiap malam ke langit dunia, ketika tersisa sepertiga malam terakhir, lalu Dia berfirman: “Siapa saja yang memohon kepadaKu, Aku akan meberikan kepadanya; dan siapa sja memohon ampun kepadaKu, Aku akan mengampuninya.” (HR. al-Bukhari).
(8) Merupakan salah satu waktu istighfar paling sempurna, meskipun bukan yang terbaik. Allah Swt memuji orang-orang yang beristighfar pada waktu sahur, dengan firman-Nya: “Dan yang memohon ampun di waktu sahur”. (QS. Ali Imran ayat 17). Dalam ayat yang lain: “Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun kepada Allah.” (QS. Adz-Dzariyat ayat 18). Melaksanakan sahur adalah faktor diraihnya keutamaan ini dan diraihnya keberkahan-keberkahan istighfar yang bermacam-macam.
(9) Menjamin menyambut panggilan adzan sholat Shubuh. Sehingga sahur juga menjamin untuk bisa melaksanakan shalat shubuh pada waktunya dengan berjama’ah.
(10) Sahur itu ibadah. Bila ia meniatkannya karena ketakwaan kepada Allah dan mengikut Rasullah Saws.

Masih banyak keberkahan sahur yang lain. Oleh karena itu sahurlah diakhir waktu menjelang waktu Shubuh datang. Rasul biasa sanatap sahur setengah jam sebelum Shubuh tiba atau kira-kira sekitar bacaan lim puluh ayat, sebagaimana diceriterakan oleh Zaid bin Tsabit.

Insya Allah kita akan lebih kuat berpuasa sekaligus mendapatkan kebaikan dari makan sahur yang diakhirkan. Amien.
Selamat Berpuasa Ramadhan.

Kamis, 06 Mei 2010

The Lessons of SMI

pelajaran buat para politisi DPR
bila hendak menurunkan menteri atau mungkin wakil presiden
tidak usahlah bikin pansus
tidak usahlah berpenat dengan reality show siang-malam-pagi
karena busa tidak cukup kuat untuk menghalau
bahkan suara itu hanya sebatas angin semilir yang berlalu

minta tolonglah kepada world bank (wb)
entah itu entitas apa, aku ndak tau
sejurus kemudian pertolongan itu niscaya sampai
lawan kontan linglung dan depresi siaga satu

mungkin masih akan ada lagi pertolongan yang lain
entah dari mana datangnya
masih ada syahwat yang belum terpenuhi
karena sang wakil masih bertengger anggun

wb patut cinta dengan negeri ini
dan wb sangat lumrah memberi wortel
kepada negeri yang rajin dan patuh
koperasi simpan pinjam akan selalu memberi ganjaran
siapa yang paling rajin dan paling banyak utang

tak pelak ada yang terusik
kepatuhan itu seakan merobek daulat negeri
adakah udang di balik wortel?

sri mulyani indrawati
perempuan itu memang luar biasa pintar
bicaranya selalu mengalir cerdas
tahta di seberang negeri itu pantas untuknya
mungkin smi menjadi orang yang salah tempat dan waktu selama ini
atau memang dia sedang tersandung?

w Allahu a’lam bish-showab

smi, selamat ya..

Jumat, 30 April 2010

NEGERI EWUH PAKEWUH

Tiba-tiba saja istilah ‘simbol negara’ menjadi poluler beberapa hari ini. Gara-garanya Pak Boediono yang kebetulan sekarang menjabat sebagai Wakil Presiden diperiksa oleh KPK (Kamis, 29 April 2010). Ada yang mengatakan bukan diperiksa tapi hanya dimintai keterangan. Ini khas Indonesia. Istilah ‘simbol negara’ itu justru dimunculkan antara lain oleh KPK sendiri melalui wakil ketuanya Moch. Jasin dan dijadikan sebagai dalil (=dalih?) mengapa Pak Boediono tidak datang ke KPK namun didatangi (jawa=disowani) oleh Tim Penyidik KPK untuk diperiksa. Alasannya, Pak Boediono sekarang menjabat sebagai Wakil Presiden yang notabene simbol negara, oleh karena itu kita harus menghormatinya.

Sesungguhnya negeri dan bangsa ini sudah bulat melalui reformasi konstitusinya, menisbatkan dirinya bahwa negara RI tercinta ini adalah negara hukum. Di dalamnya terkandung pengakuan terhadap prinsip supremasi hukum dan konstitusi, juga adanya persamaan setiap warga negara dalam hukum. Prinsip equality before the law tersebut sangat jelas dan tegas tercantum dalam ketentuan Pasal 28D UUD NRI 1945. Maknanya, negara menjamin tiadanya perbedaan perlakuan atas warga negara yang terkait dengan masalah hukum, siapapun dia.

Bila demikian dalilnya, apa masalahnya bila seorang Boediono diperiksa di Kantor KPK, apalagi pemeriksaan itu terkait dengan masalah ketika Boediono menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia. Bukankah dengan kedatangan Pak Boediono yang rendah hati itu mau diperiksa di KPK justru akan menunjukkan kebesaran jiwanya dan kenegarawanannya? Alangkah terhomatnya beliau karena hormatnya kepada hukum. Mengapa KPK tidak menjalankan saja kewenangan yang berdasarkan UU itu dengan percaya diri? Ada apa dengan lembaga yang masih dipercaya dan digadang-gadang rakyat sebagai pendobrak dan pendorong Indonesia yang bebas dari korupsi, menjadi pemimpin dan penggerak perubahan untuk Indonesia bebas korupsi? Alangkah terhormatnya bila KPK tidak memberlakukan keistimewaan yang kurang proporsional.

Hukum di negeri ini,senyatanya, memang bukanlah panglima. Dia masih menjadi 'komoditas jual-beli'. Bahkan ketika dia harus ditegakkan, jurus ewuh pakewuh atau rasa sunkan-lah yang ‘harus’ diterapkan utamanya ketika harus berhadapan dengan pejabat negara. Bukankan karena fitrahnya KPK akan banyak berhadapan dengan penyelenggara negara yang terlibat tindak pidana korupsi? Sampai kapankah KPK akan terus menggunakan ‘mitos’ simbol negara dalam menjalankan tugasnya?

wapres = simbol negara?

Entah dari mana istilah ‘simbol negara’ itu diambil sebagai dasar perlakuan (treatment) terhadap Pak Boediono. Saya setuju, tidak ada perdebatan untuk menghormati Pak Boedino sebagai Wakil Presiden RI. Namun, adakah istilah itu disebut-disebut di dalam konstitusi kita, UUD NRI 1945? Dalam ketentuan manakah dari UUD kita yang menyebutkan bahwa ‘wakil presiden’ adalah simbol negara?

Bila kita tengok UUD NRI 1945, disana hanya ada penyebutan: bendera negara Indonesia ialah Sang Merah Putih, bahasa negara ialah Bahasa Indonesia, lambang negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika, dan lagu kebangsaan ialah Indonesia Raya (Pasal 35, Pasal 36, Pasal 36A, Pasal 36B). Bahkan hal tersebut kemudian diatur lebih khusus dalam UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaaan. Itulah sesungguhnya yang oleh UU 24 Tahun 2009 disebut sebagai 'simbol' identitas wujud eksistensi bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.(Lihat Pasal 2). Simbol tidak akan berubah meski wapres-nya berganti-ganti.

Kalau wapres saja tidak ditemukan rujukannya dalam konstitusi maupun perundang-undangan yang menyebutnya sebagai simbol negara, apatah lagi menteri keuangan? Pemeriksaan Sri Mulyani yang kebetulan Menteri Keuangan terkait kasus Century di kantornya rasa-rasanya menampar rasa keadilan rakyat dan kurang berdayanya KPK.

Kita berharap hukum masih bisa semerbak harum. Kita masih berharap dengan KPK. Kitapun harus optimis bahwa ke depan KPK harus kuat dan dipimpin pula oleh orang yang kuat. Meminjam istilah Buya Syafii Maarif, mantan Ketua PP Muhammadiyah, KPK harus dipimpin oleh orang yang ‘agak gila’. Dia berani dan tegas karena dia sudah selesai. Tidak lagi memikirkan jabatan, kekuasaan, dan apalagi uang. Yang dia pikirkan adalah Indonesia yang bersih dan bermartabat.

Wa Allahu a’lam bish-showab

Senin, 26 April 2010

menganiaya atawa dianiaya?

ketika kita hendak bertebar di muka bumi
pasti akan ada seribu asa di benak kita
ketika berangkat kerja, menuntut ilmu, berdagang, etcetera
pasti akan ada beribu asa
selamat dalam perjalanan, lancar saat kerja-sekolah-kuliah, lancar saat bertransaksi
dan kesuksesan entah apapun bentuknya, materiil pun immateriil.

beribu, berjuta kebaikan untuk kita. itu yang diinginkan.
namun terpikirkah dalam benak dan nurani kita bahwa kebaikan yang akan kita dapatkan itu tidak melahirkan mudharat bagi orang lain? bahkan dalam paradigma hubungan masyarakat yang serba pamrih dan transaksional seperti sekarang, prinsipkah seluruh kebaikan yang kita rengkuh itu harus tidak membodohi, menipu dan bahkan menyesatkan orang lain?

era yang smakin ribawi ini “dalil” menghalalkan segala cara sepertinya smakin berlaku. tidak ada lagi nilai. semua ‘serba boleh’. bukan hanya pancasila yang sial, agamapun terabai. sesempurna itukah kerusakan moral kita?

sesungguhnya ada tauladan dari junjungan kita
Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam
ketika sang Rasul keluar rumah
salah satu doa yang dipanjatkan ketika hendak berangkat adalah:

Ya Allah, hamba berlindung kepada-Mu
dari teresat atau disesatkan
dari tergelincir atau digelincirkan
dari menganiaya atau dianiaya,
dari bodoh atau dibodohi

Allahumma a’udzubika an adlilla au udlalla
au azilla au uzalla
au adz-lima au udz-lama
au ajhala au yujhala ‘alayya

(Hadits Riwayat Abu Dawud):

bila doa pendek ini kita amalkan
insya Allah, akhlak anak bangsa menjadi lebih baik
amien

Sabtu, 10 April 2010

MUHAMMADIYAH DAN KOMITMEN BERKONSTITUSI

Prof.Dr. Mahfud MD
Ketua Mahkamah Konstitusi RI

Hidup sebagai bangsa di dalam sebuah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan bersepakat memilih satu dasar negara yang kita sebut Pancasila merupakan komitmen kita bersama. Bahkan Prof. Dien Syamsuddin, Ketua Umum PP Muhammadiyah, menyatakan pilihan Pancasila dan NKRI adalah tidak saja ideal akan tetapi juga final. Dulu, ketika hari ulang tahun Muhammadiyah di kantornya Pak Dien Syamsuddin, saya mengatakan Indonesia itu sebenarnya kalau Muhammadiyah dan NU menyatakan tidak setuju Pancasila, saya kira tidak ada Indonesia. Coba anda bayangkan, dengan puluhan juta anggota Muhammadiyah dan NU, baik yang secara resmi menjadi anggota organisasi sebagai jamiyyah maupun jama’ah. Sesungguhnya Indonesia beruntung punya NU dan Muhammadiyah.

Bahkan Pancasila itu juga disusun oleh Ki Bagus Hadikusumo, Kahar Muzakir, Kasman Singodimejo (tokoh muhammadiyah), dari NU ada Wahid Hasyim dsb. Nah ini kalo bukan atas dukungan Muhammadiyah dan NU, sekarangpun misalnya hari ini kalau Muhammadiyah dan NU mengumumkan tidak terima Pancasila, habis, negara ini, bubar. Oleh sebab itu inilah yang harus diingat oleh seluruh elemen bangsa Indonesia. Betapa Islam melalui Muhammadiyah dan NU di Indonesia telah memberikan sumbangan berupa kebangkitan dan kebangunan serta eksistensi NKRI sebagai pilihan keyakinan. Memang ada pikiran-pikiran yang agak ekstrim tapi itu sangat kecil. Percayalah bahwa pilihan Muhammadiyah dan NU itu adalah hasil ijtihad para ulama yang ilmu agamanya sudah sangat tinggi sehingga kita sebagai pengikutnya tidak perlu mempersoalkan lagi kecuali mendiskusikan pengembangan-pengembanannya untuk aktualisasi. Jangan sampai merasa keislaman kita belum sempurna. Ki Bagus Hadikusumo dan Kyai Wahid Hasyim yang sudah berdiskusi dengan orgnanisasinya masing-masing bahwa Pancasila ini adalah pilihan yang tepat bagi NKRI yang dalam sejarah disebut sebagai Negara Indonesia dengan Pancasilanya adalah “darussalam” negara yang damai.

Negara Indoensia itu bukan negara Islam tapi negeri muslim atau negara Indonesia bukan negara Islam tapi negara islami. Kalau negara Islam itu selalu menginginkan silmbol-simbol keagamaan. Tapi kalau negara islami tidak perlu.Islam adalah sifat. Oleh sebab itu yang diperjuangkan justru nilai-nilai yang sifatnya universal dari ajaran Islam yang diterima oleh semua manusia. Misalnya kalau bicara keadilan, nilai keadilan. Itu bukan hanya Islam tapi islami. Keadilan, siapa yang menolak keadilan? Agama apa yang menolak? Dengan istilah keadilan maka semua orang merasa diayomi. Tapi kalau mengatakan: saya mau menegakkan hukum Islam, dilawan. Coba, kasus UU Pornografi. Itu dulu sudah masuk di dalam Prolegnas lama. Kita sudah bersepakat bahwa UU Pornografi itu penting untuk melindungi moral bangsa ini (diluar soal industrinya). Nah itu dulu sudah diterima oleh semua fraksi. Fraksi yang Islam dan tidak Islam setuju semua. Karena, itu demi moral bangsa. Tapi begitu RUU ini muncul dibentuk Pansusnya lalu muncul isu bahwa ini adalah untuk memberlakukan hukum agama tentang aurat. Lalu didukung oleh demo-demo orang berpakaian tertentu yang menggambarkan bahwa itulah Islam. Orang yang tadinya setuju menjadi tidak setuju padahal substansinya sama. Dulu semua setuju tapi ketika disimbolkan dengan simbol-simbol keagamaan, dilawan. Sesudah diundangkanpun akhirnya dipotong dari sekian pasal, dipotong lagi sampai dicapai kompromi, setelah menjadi UU masih juga digugat ke MK. Kenapa? Karena simbol yang diperjuangkan.

Kita dulu mendirikan negara RI seperti ini dengan menyadari sepenuhnya sebagai muslim, kita sudah bersepakat tidak akan memperjuangkan simbol-simbol ajaran itu tapi substansi. Misalnya, kita harus memilih pemimpin yang jujur, nah itu substansi ajaran Islam. Kita memilih pemimpin-pemimpin yang demokratis, itu substansi ajaran Islam dan kita tidak melanggar ajaran agama, tidak mengkhianati apa yang diperintahkan oleh agama terhadap kita. Jadi soal Islam dan Pancasila, ideal sekaligus final. Ini ungkapan yang sangat bagus, saya baru dengar hari ini karena yang selama ini, kalau di NU itu sudah final. Sekarang ditambah ideal, tambah ilmu lagi saya dari Prof. Dien Syamsuddin.

Pancasila sebagai dasar negara itu sudah selesai, dan itu diuraikan di dalam UUD. Pancasila itu ada di Pembukaan yang kita sebut sebagai dasar ideologi negara atau dalam istilah agama “mitsaaqon gholidlo”, ikatan luhur. Kemudian diatur dalam pasal-pasal. Pasal-pasal ini sekarang sudah berubah. idealnya tidak tapi teknis pemerintahannya sudah berubah, sehingga kita baru kenal Mahkamah Konstitusi. Apa itu MK? MK itu adalah produk perubahan UUD dan MK itu hanya salah satu saja dari perubahan UUD, karena sejak 2002 setelah empat tahap perubahan lalu struktur ketatanegaraan kita berubah. Sekarang kita tidak lagi mempunyai lembaga tertinggi negara yang namanya MPR. MPR itu sekarang lembaga negara bukan tertinggi. Lembaga negara itu sekarang ada tujuh yang dianggap sejajar. (1) MPR, (2) DPR, (3) DPD, (4) Presiden, (5) MA ,(6) MK , dan (7) BPK. Ini lembaga negara utama, ditambah lembaga negara pendukung Komisi Yudiasial, ini dulu tidak ada. Kita harus memahami perubahan konstitusi ini.

Diantara bentuk perubahan itu, misalnya, dulu sebelum UUD 1945 ini diamandemen, Presiden bisa dijatuhkan sewaktu-waktu melalui proses politik, bergantung kuat-kuatan secara politik. Pak Harto jatuh karena tekanan politik yang kuat dari rakyat terutama mahasiswa. Tidak pernah ada proses hukum terhadap kejatuhan pak Harto. Pak Harto turun tidak melalui prosedur normal konstitusional, tapi karena tekanan politik. Demikian juga dengan Gus DUR. Gus Dur dijatuhkan dengan dakwaan penyalahgunaan uang Bulog dan dana hibah dari Sultan Brunai. Gus Dur itu sudah melalui prosedur Tap MPR Memorandum-1, memorandum-2. Mestinya dia jatuh di dalam sidang istimewa berdasarkan memorandum itu, tetapi saya kira banyak yang tidak tahu bahwa Gus Dur jatuh tanpa melalui memorandum 1dan 2. Sebab memorandum-1 dan memorandum-2 untuk Gus Dur itu adalah untuk kasus Bulog dan Brunei. Sehingga kalau memorandum-1, memorandum-2 mau dilanjutkan itu melalui Sidang Istimewa 1 Agustus. Nah Gus Dur jatuh pada 23 Juli. Apa yang menjatuhkan Gus Dur? Karena memecat Kapolri Bimantoro dan mengangkat Khaerudin Ismail sebagai Kapolri tanpa persetujuan DPR. Kalau ini alasannya, mestinya ada memorandum satu lagi untuk ini tetapi pada saat itu tanpa hukum jatuh. Itu prosedurnya.

Saya bukan mengatakan penjatuhan itu tidak benar, secara politik Gus Dur itu ugal-ugalan, memang pantas jatuh pada waktu itu. Tapi saya ingin menerangkan bahwa dulu kalau mau menjatuhkan Presiden bukan pakai hukum tapi pakai politik. Bung Karno jatuh juga karena politik, tidak pernah ada hukumnya. Gus Dur sudah saya beri tahu agar tidak mengeluarkan dekrit presiden. Sebenarnya alasan pemecatan Bimantoro itu kan alasan saja tapi yang sebenarnya yang memicu menjatuhkan Gus Dur itu karena mengeluarkan dekrit tengah malam itu: membubarkan MPR, padahal MPR itu terdiri dari semua fraksi, ya langsung dimakan. Jadi jam sebelas malam keluar dekrit, jam satu Ketua DPR datang ke MA minta fatwa dekrit itu sah atau tidak, jam dua fatwa sudah keluar bahwa dekrit itu inkonstitusional, lansung dijatuhkan.

Saya sudah ingatkan bahwa dekrit itu bisa sah kalau menang. Dekrit Presiden dimanapun inkonstitusional, diluar konstitusi. Bung Karno dulu mengeluarkan Dekrit 5 Juli, koq berlaku? Karena menang di dalam pertarungan politik. Kalau saudara baca, tahun 1959 ketika Bung Karno mengeluarkan dekrit, Hatta langsung membuat tulisan judulnya “demokrasi kita apa?” Kata Bung Hatta, Bung Karno sudah melakukan kudeta terhadap negaranya sendiri. Tapi karena menang maka jadilah dekrit itu sebagai sumber hukum baru. Saya katakan kepad Gusdur: “Gus kalau mau mengeluarkan dekrit itu harus yakin menang. Karena kalau tidak menang Presiden bisa diberhentikan, tapi kalau menang itu menjadi hukum baru.” Terus gimana menurut Pak Mahfud? tanya Gus Dur. Saya bilang, Gus, saya ini Menhan. Saya tahu panglima dan para kepala staf tidak mau ada dekrit, tidak mau menndukung. Jadi kalau Gus Dur mengeluarkan dekrit pasti jatuh. Karena panglima, para kepala staf dan Polri akan mendukung MPR yang menganggap dekrit inkonstitusional dan akan dilindungi tentara dan Polri. Waktu itu, Gus DUr menganggap enteng saja. Dia bilang, “Pa Mahfud kan cuman Menhan, saya Presiden lebih tahu, yang tidak setuju kan hanya Panglima dan Kepala Staf tapi jenderal-jenderal yang lain dan tentara seluruh Indonesia itu mendukung saya. Keluarah dekrit itu, ternyata tidak ada yang mendukug dan langsung jatuh!
UUD sekarang ini mengubah cara-cara yang seperti itu, menjatuhkan Presiden hanya karena kekuatan politik. Maka sekarang kalau akan menjatuhkan Presiden lewat MK dulu. Bisa dijatuhkan ditengah jalan Presiden itu tapi minta ijin dulu ke MK. Jadi kalau Presiden mau dijatuhkan, DPR harus ada impeachment, yaitu pendakwaan bahwa Presiden telah melanggar salah satu dari lima hal yang dilarang dilakukan oleh Presiden, yaitu penyuapan, korupsi, pengkhianatan terhadap negara, kejahatan yang diancam hukum 5 ahun ke atas dan melakukan perbuatan tercela. Kalau melakukan salah satu dari kelima hal tersebut DPR membuat impeachment bahwa Presiden telah melanggar dan harus dijatuhkan. Dakwaan DPR harus dihadiri oleh 2/3 dari seluruh anggota dan 2/3 dari anggota yang hadir harus setuju. Kalau kurang dari itu tidak bisa. Nah, kalau DPR sudah, diserahkan ke MK, benar atau tidak dakwaan DPR itu. Misal MK menilai, bahwa ini tidak benar, berhenti. Tidak boleh ada proses penjatuhan. Tapi kalau MK mengaku benar, silakan proses. Nah, disini kembali ke politik, mau dijatuhkan boleh, tidak dijatuhkan juga boleh tapi hukum sudah memberi klarifikasi bahwa memang benar terjadi. Nah, itu cara sekarang, tentu nanti MPR yang akan menjatuhkan vonis apakah Presiden itu akan dihukum apa tidak. Itu contoh bahwa UUD itu sudah berubah dan banyak yang belum tahu sehingga MK dan MPR melakukan sosialisasi UUD.

Pelanggaran terhadap UUD

Terkadang, kalau orang kalau tidak belajar konstitusi, dia tidak menyadari bahwa pelanggaran terhadap konstitusi itu tidak ada hukumannya. Hukuman dalam arti masuk penjara itu ndak ada. Orang bisa dihukum penjara itu karena melanggar undang-undang sebagai pelaksana ketentuan konstitusi. Kalau melanggar UUD itu tidak ada hukumannya. Misalnya, saudara tidak sholat, saudara melanggar Ketuhanan Yang Maha Esa. Ndak ada penjaranya karena tidak sholat. Negara berdasarkan ketuhanan yang Mahaesa, lalu saudara mengatakan, saya tiak beragama. Tidak ada orang dihukum karena tidak beragama. Orang dihukum itu karena melanggar UU yang melaksanakan, menguraikan lebih lanjut ketentuan konstitusi. Misalnya, di dalam konstitusi ada hak asasi manusia bahwa setiap orang mempunyai hak hidup lalu ada UU tentang HAM, barang siapa membunuh orang dengan sengaja diancam hukuman sekian. Orang dihukum karena melanggar UU-nya ini, bukan karena melanggat konstitusinya. Tapi ingat bahwa hampir semua isi konstitusi itu sudah dituangkan uraiannya di dalam undang-undang.

Apa betul orang yang melanggar konstitusi itu tidak dapat dihukum? Tidak bisa, yang bisa adalah hukuman politik. Apa hukuman politik? Kalau Presiden, maka hukumannya dipecat. Kalau Presiden korupsi, itu sudah ada di dalam konstitusi lalu lalu proses hukum tata negara dimintakan konfirmasi ke MK lalu ke MPR mau memecat atau tidak, silakan. Tapi itu konsep korupsi di dalam hukum tata negara, ada juga konsep korupsi di dalam hukum pidana, itu beda lagi. Kalau di dalam hukum pidana korupsi didahului dengan penyelidikan, penyidikan, dakwaan, tuntutan lalu ujungnya penjara. Kalau tata negara tidak ada hukuman penjaranya. Oleh sebab itu kalau ada Presiden oleh MK dinyatakan korupsi itu hukum pidananya boleh jalan sendiri untuk dihukum. Hukum pidana itu bisa mendahului bisa juga dibelakangnya. Ini penting karena ada yang campur aduk. Ada yang mengatakan Presiden tidak dapat dijatuhkan sebelum dijatuhi hukuman pidana, tidak bisa begitu. Padahal hukuman pidana itu bisa bertahun-tahun sampai kasasi sedangkan jabatan Presiden itu hanya lima tahun, sudah habis masa jabatannya hukumannya belum selesai. Maka ada konsep kejahatan dalam hukum tata negara dimana proses hukum seluruhnya harus selesai dalam waktu 90 hari. Ini hal baru yang dulu tidak ada di dalam konsttusi kita. Ini semua tetap mengacu kepada ketentuan-ketentuan yang ada di dalam dasar ideologi negara kita.

Disampaikan pada saat membuka acara Temu Wicara Mahkamah Konstitusi dan Muhammadiyah dengan tema “Mahkamah Konstitusi Dalam SIstem Ketatanegaraan Republik Indonesia, di Hotel Gran Melia Jakarta, 2 April 2010. Diselenggarakan atas kerja sama MKRI dengan PP Muhammadiyah. [Yunan Hilmy al-Anshary]

Rabu, 07 April 2010

Dien Syamsuddin: NKRI DAN PANCASILA BAGI MUHAMMDIYAH IDEAL DAN FINAL

Pimpinan Pusat Muhammadiyah bekerjasama dengan Mahkamah Konstitusi, untuk kedua kalinya, pada tanggal 2-4 April 2010 menyelenggarakan Temu Wicara Mahkamah Konstitusi Dalam Sistem Ketatanegaraan RI di Hotel Gran Melia Jakarta. Acara ini menjadi bagian dari program pendidikan kesadaran berkonstitusi Lembaga Hukum dan HAM PP Muhammadiyah. Kegiatan ini dibuka oleh Prof.Dr. Mahfud MD, Ketua MKRI sekaligus memberikan ceramah kepada para peserta. Pada acara yang dihadiri oleh Lamaga Hukum dan HAM Muhammadiyah se-Indonesia tersebut, Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dien Syamsuddin memberikan sambutan dan juga arahan.

Di bawah ini adalah transkrip Sambutan Prof. Dien Syamsuddin yang direkam dan sedikit editing oleh Yunan Hilmy al-Anshary sebagai peserta yang mewakili Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Bekasi.


Prof.Dr. Dien Syamsuddin

Bagi Muhammadiyah konstitusi negara adalah sebuah mahkota dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dan Muhammadiyah merasa ikut membentuk konstitusi itu. Jauh sebelum kemerdekaan sejak perdebatan tentang dasar negara yang kemudian melahirkan Piagam Jakarta, terdapat tokoh-tokoh Muhammadiyah. Begitu pula sekitar kemerdekaan, baik pada BPUPKI maupun pada PPKI banyak sekali figur-figur Muhammadiyah di dalam pembahasan dan pedebatan tersebut. Bahkan Ketua PP Muhammadiyah waktu itu Ki Bagoes Hadikoesoemo sangat berjasa dalam menyelamatkan bangsa dan negara baru ketika ada keberatan terhadap tujuh kata pada Piagam Jakarta yang sangat potensial untuk membawa disintegrasi terhadap negara baru. Beliaulah yang mengusulkan perubahan sehingga menjadi Sila pertama pada Pancasila sekarang, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu bagi Muhammadiyah komitmen konstitusional dan khususnya komitmen terhadap NKRI yang berdasarkan Pancasila tidak hanya ideal tapi final.

Oleh karena itu setiap dasawarsa sejak kemerdekaan, Muhammadiyah terlibat secara aktif dalam partisipasi kebangsaan untuk mengisi kemerdekaan itu. Bahkan mengambil alih, kalau boleh disebut demikian, sebagian dari tugas-tugas konstitusional negara atau Pemerintah, seperti pencerdasan kehidupan bangsa, Muhammadiyah ikut berpartisipasi dalam menyelenggarakan sekolah dari tingkat TK hingga perguruan tinggi, termasuk juga pada amar imperatif konstitusi yang lain baik dalam pemberdayaan ekonomi, pelayanan sosial, kesehatan, dan lain sebagainya. Ini menunjukkan bahwa bagi kita wawasan konsitusional sekaligus komitmen dan kesadaran berkonstitusi haruslah kita kedepankan.

Muhammadiyah mengamati dan mencermati dengan penuh syukur dan kegembiraan kiprah dari Mahkamah Konstitusi (MK) sejak didirikannya beberapa tahun yang lalu, bagi Muhammadiyah ini adalah satu keharusan. MK diharapkan mampu menjadi pendorong utama (prime over) di dalam proses konsolidasi demokrasi Indonesia yang agaknya belum selesai. PP Muhammadiyah dalam konteks itu pula, sebagai amanat sidang Tanwir di Bandar Lampung pada bulan Maret yang lalu mengamanatkan kepada Tim yang terdiri dari 17 pakar Muhammadiyah, telah menghasilkan sebuah pikiran yang bejudul "Revitalisasi Visi dan Karakter Bangsa" sebagai agenda Indonesia lima tahun ke depan yang antara lain membuat pikiran-pikiran, usulan-usulan kepada pemerintah dalam rangka mendorong demokratisasi sekaligus proses demokratisasi yang bertumpu pada nila-nilai etika dan moral. Selain pada bidang ekonomi dan sosial budaya, tidak kalah pentingnya bagi Muhammadiyah adalah revitalisasi karakter bangsa (character nation and character building) tetap menjadi ageda kita untuk masa yang akan datang.

Kita bergembira mengamati MK, khususnya akhir-akhir ini. Di bawah kepemimpinan Prof.Dr. Mahfud yang selain proaktif, responsif tapi ada nuansa keberanian. Nuansa keberanian ini saya rasa sangat mahal, di dalamnya ada prakarsa, di dalamnya ada keberanian itu sendiri yang dalam perspektif teologis Islam orang-orang seperti itu hanyalah orang-orang yang senantiasa bertawakkal kepada Allah Swt. Karena tidak mungkin ada keberanian ketika kita menjadi orang-orang yang terbelenggu oleh orang lain, bukan menjadi orang-orang merdeka. Dan saya berharap orang-orang Muhammadiyah adalah orang yang merdeka.

Maka oleh karena itu pulalah komitmen konstitusional kita khususnya di dalam berorganisasi di Muhamadiyah. Muhammadiyah dinilai sebagai salah satu organisasi yang memiliki dokumen-dokumen keorganisasian dasar yang paling lengkap dan paling kuat dan acuan kita kepada konstitusi sangat kuat juga. Akhir-akhir ini banyak pertanyaan, bagaimana Muktamar yang akan datang? Muhammadiyah mempunyai budaya kepemimpinan yang khas dan kedua juga memiliki mekanisme pemelihan yang khas Muhammadiyah. Dengan dua ini budaya kepemimpinan bagi kami (Muhammadiyah) jabatan itu adalah amanah dan berorganisasi adalah sarana pengabdian. Maka jabatan itu bukan sesuatu yang dicari apalagi dicari-cari dan apalagi diperebutkan. Oleh karena itu semuanya harus mengalir berdasarkan konstitusi. Dan bagi Muhammadiyah, selain Anggaran Dasar dan ART, (semacam) Tata Cara Pemilihan sudah menjadi baku dan itu menjadi bagian dari ART sendiri dan sering diperkuat oleh sidang Tanwir-sidang Tanwir yang merupakan permusyawaratan tertinggi di bawah Muktamar. Maka di dalam Muktamar itu tidak akan ada lagi pembahasan Tata Tertib dan proses pemilihannya panjang: ada pengusulan anggota Tanwir sebagai electoral college kemudian diminta kesediaan dengan persyaratan yang sudah disepakati bersama, masih diteliti lagi oleh sidang yang melekat dengan Muktamar dan masih dipilih lagi oleh Muktamar dan pemilihan itu bersifat kolektif.

Maka ketika banyak orang bertanya kepada saya, apakah ada kemungkinan intervensi terhadap Muktamar Muhammadiyah, saya katakan mungkin-mungkin saja karena di dalam kehidupan politik selalu ada interest apalagi dalam kaitan konstelasi politik kita dewasa ini dengan multi party system dan tentu partai-partai politik berkepentingan dengan ormas-ormas. Sementara kita merasa, “ormas bagaikan lembu punya susu tapi sapi punya nama, ormas punya anggota tapi partai politik yang memanfaatkannya.” Ini tetap menjadi diskusi-diskusi intern Muhammadiyah maka saya berkeyakinan apa yang dikhawatirkan oleh pihak-pihak luar itu tidak akan terjadi karena saya yakin pimpinan Muhammadiyah seperti yang hadir di ruang ini adalah orang-orang cerdas, adalah orang-orang merdeka yang tentu mereka sangat mengedepankan konstitusi organsasi.

Oleh karena itu poin saya yang terakhir, tidak hanya komitmen kesadaran konstitusional kita terhadap negara yang tidak hanya pernyataan final dan ideal tapi juga ada tanggung jawab pengisian yang dilakukan muhammadiyah selama ini dan Muhammadiyah tidak pernah lelah dalam hampir seratus tahun usianya untuk berkiprah bagi bangsa dan negara. Saya sering katakan di daerah-daerah, siapapun pemerintahnya Muhammadiyah tetap berhidmat bagi bangsa dan negara. Siapapun Presidennya Muhammadiyah tidak pernah kenal lelah untuk berkiprah bagi bangsa dan negara.

Kegiatan ini sangat baik sekali, manfaatkanlah untuk pendalaman kita terhadap konstitusi negara kita dan yang tidak kalah penting bagaimana hasil dari temu wicara ini dapat diteruskan, disosialisasikan ke lingkungan-lingkungan persyarikatan tingkat daerah, cabang, ranting, dalam komunitas yang lebih kecil lagi: jamaah Muhammadiah, amal-amal usaha Muhammadiyah, organisasi-organisasi otonom sehingga kegiatan ini akan bermakna. Kerja sama ini perlu diteruskan.

Kedepan kita siap bekerjasama dengan MK dan Muhammadiyah dalam konteks konsolidasi demokrasi di Indonesia, siap sedia berada di belakang MK untuk menegakkan konstitusi sebagai pedoman kita dalam berbangsa dan bernegara.

Minggu, 21 Maret 2010

BAITI JANNATI

Setiap kali menghadiri acara pernikahan, rasanya hati selalu ikut membuncah bahagia. Nggak cuman pengantin aja yang bahagia. Demikian juga hari ini Ahad, 21 Maret 2010, ketika hadir di acara pernikahan keponakan: Annisa dan Fahrul. Selain menyegarkan silaturrahim dengan handai taulan, yang sebagian hampir-hampir putus karena saking lamanya tidak ketemu, juga menjadi pemicu semangat untuk membina rumah tangga sakinah, mawaddah wa rahmah yang selama sedang dan terus diikhtiarkan. Bahkan menjadi terngiang akan nasihat perkawinan dari Ayahanda Allah yarham, dan juga Pak Penghulu.

Katanya: “Pernikahan itu fitrah.” Manusia tidak bisa hidup sendirian. Tidak ada sesuatupun di alam ini melainkan ada pasangan atau penyempurnanya. (QS. adz-Dzariat 49). Jika ini merupakan tatanan alam dan fitrahnya, berarti tidak ada tempat bagi manusia untuk keluar dari tatanan alam dan tabiatnya ini. Tidak ada kependetaan di dalam Islam. (laa rahbaniyyata fil islaam). Pernikahan dalam Islam merupakan pelaksanaan taqarrub dan juga syariat, karena itu nikah adalah salah satu bentuk ibadah kepada Allah Swt.

Ketika memberi taujih perkawinan di berbagai tempat Ayahanda selalu bilang: “Begitu ananda memasuki perkawinan, ketika itu pula ananda memasuki lautan persoalan.” Bisa masalah komunikasi, masalah anak, urusan rumah, dan seabreg yang lain. Oleh karena itu harus dan mesti diperhatikan betul peneguhan visi berumah tangga, yakni:

1. Meneguhkan keimanan.
Keluarga harus dibangun atas dasar ketaatan kepada Allah, Sang Pemelihara. Ini prinsip dan pondasi bagi terwujudnya baiti jannati, rumahku adalah surgaku.Tidak akan bahagia perkawinan yang dibangun bukan atas dasar ketaatan kepada-Nya. Pokoknya Allah oriented! Firman-Nya: Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rizki yang tiada disangka-sangka.(QS.ath-Thalaaq:2-3). Pesan standar dari Ayah yang selalu ingat: “jangan tinggalkan sholat lima waktu, baca selalu al-Quran”, dan satu lagi: “seberapapun gajimu nanti, sisakan untuk berhaji.”

2. Istiqamah dalam beramal shalih.
Rumah tangga (RT) yang paling beruntung adalah RT yang paling banyak produktivitas kebaikannya. (QS.al-Maidah:2). Bukan hanya senang melihat deposito atw tabungan. Rumah boleh banyak asal diniatkan sebagai sarana meraih berkah Allah. Tanah boleh banyak tapi sebagian ada yang diwakafkan agar pahala terus mengalir sampai yaumul hisab.

3. Saling menasihati.
Maknanya: menyuruh kebajikan dan melarang kemungkaran (QS. al-Ashr dan QS Ali Imran:104). Baik suami sebagai pemimpin keluarga maupun isteri sebagai pendamping, bisa melakukan kekhilafan. Keluarga yang taat, agama menjadi landasan untuk saling menasihati.

Dengan bekal tiga prinsip di atas, insya Allah tercapai keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah. Cinta, mawaddah, rahmah, dan amanah Allah, adalah perekat perkawinan. Bila cinta pupus dan mawaddah putus, masih ada rahmat. Kalaupun ini tidak tersisa, masih ada amanah dan selama pasangan itu beragama, amanahnya terpelihara (QS. an-Nisa: 19)

Pasangan yang baru menikah pasti akan merasakan ketenangan (sakinah) setelah gejolak cintanya bermuarakan pernikahan. Dan perkawinan adalah ketenangan yang dinamis dan aktif.

Mawaddah, kelapangan dan ketiadaan jiwa dari kehendak buruk. Dia adalah cinta plus: tidak lagi akan memutuskan hubungan, karena hatinya begitu lapang dan kosong dari keburukan sehingga pintunya sudah tertutup untuk dihinggapi keburukan lahir dan batin.

Rahmah, masing-masing suami dan isteri akan bersungguh-sungguh bahkan bersusah payah demi mendatangkan kebaikan bagi pasangannya serta menolak segala yang mengganggu dan mengeruhkannya. Ini artinya antara suami isteri harus berusaha untuk saling melengkapi (QS 2:187)

Amanah Allah. Sesuatu yang diserahkan kepada pihak lain dan si-pemberi amanah percaya bahwa apa yang diamanatkan itu akan dipelihara dengan baik, serta keberadaannya aman di tangan yang diberi amanat itu. Suami yang amanah akan membina isterinya dengan baik sehingga orang tua (mertua) akan percaya dan merasa aman karenanya.

.....

Saya menjadi termenung dan menghitung-hitung, berapa persenkah kuantita dan kualita nasihat Ayahanda dan Pak Penghulu yang sudah dilaksanakan dan terwujud? Astaghfirullahal’adziem, ternyata hamba ini terlalu lemah… Semoga Allah Swt selalu memberikan kekuatan kepada hambanya untuk menjadi lebih baik, amien.

Annisa dan Fahrul: selamat bahagia ya. Semoga Allah memberkati bersatunya kalian berdua. Amien

Sabtu, 13 Maret 2010

an nadhaafatu minal iman

Banyak Anekdot dari Pak AR, Allahyarham, mantan Ketua PP Muhammadiyah tahun 1968 sampai dengan 1990. Gaya dakwahnya yang ringan, sejuk dan kocak membuat jamaah betah duduk berjam-jam mendengarkan taujihnya. Salah satu anekdotnya, begini.

Kira-kira tahun 1964, Pak AR ditugaskan menjadi pembimbing haji. Ketika itu masih menggunakan kapal laut. Karena perjalanan akan memakan waktu lama maka setiap hari Pak AR mengadakan sholat berjamaah dan diteruskan dengan kultum (ceramah singkat) yang berisi bimbingan agama, khususnya bimbingan haji kepada para calhaj.

Setelah lebih kurang berjalan tiga hari, OB awak kapal mengadu kepada Pak AR: “Pak, tolong kasih tahu kepada para jamaah, kalau membuang kotoran jangan di washtafel. Saya kerepotan, setiap hari harus membersihkan sak ambrug kotoran.” “Baik, nanti saya beri tahu” jawab Pak AR.

Malam harinya, setelah jamaah sholat maghrib Pak AR memberikan kultumnya dengan topik an nadhafatu minal iman, kebersihan adalah bagian dari iman. Selesai kultum, Pa AR memberikan kesempatan kepada jamaah untuk bertanya atau mengajukan usul. Gaya pengajian singkat enteng-entengan namun mengena dihati itu rupanya mengundang banyak pertanyaan dan juga usul-usul. Satu usul diantaranya, begini. “Pak AR mbok ya tempat buang hajatnya (=baca toilet) itu jangan tinggi-tinggi. Saya jadi susah kalau mau buang hajat.” Pak AR tersenyum, yang dicari ketemu, ini rupanya orang yang suka buang hajat di washtafel. Malam itu juga Pak AR menemui orang itu empat mata dan memberi tahu, kalau washtafel itu bukan untuk buang hajat, tapi untuk cuci tangan atau cuci muka. Kalau untuk buang hajat ada tempatnya tersendiri.

Paginya, si-OB kapal itu menemui Pak AR, sambil tersenyum dia berkata, “Terima kasih Pak AR”. “Terima kasih kembali” jawab Pak AR sembari tersenyum pula.

Courtesy: Pak Sukriyanto AR

Sabtu, 30 Januari 2010

WANITA PEMESAN NERAKA

Setiap jiwa pasti akan merasakan mati (QS 3:185; 29:57) dan tidak pernah akan ada seorangpun yang bisa tahu di belahan bumi mana ajal akan menemuinya. Sebab musababnya pun beribu cara. Ada yang mati dengan husnul khatimah (happy ending) atau mati dalam keadaan baik dan terhormat, tapi ada yang mati dalam keadaan su`ul khatimah (bad ending) atau mati ketika berada dalam kemaksiatan, berlumur dosa dan kemunkaran kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Satu kisah di musim panas yang menyengat dari seorang kolumnis majalah Al-Manar Mesir (2002), layak untuk kita ambil ibrah-nya.

Musim panas menjadi ujian yang cukup berat, utamanya bagi muslimah untuk tetap mempertahankan pakaian hijabnya. Apalagi di Mesir. Dalam sebuah perjalanan yang cukup panjang, sekitar 300-an km antara Kairo-Alexandria, di sebuah mikrobus. Duduk seorang perempuan muda berpakaian kurang layak untuk dideskripsikan sebagai penutup aurat karena sangat minim dan menentang kesopanan. Ia duduk di kursi ujung dekat pintu keluar. Tentu saja hal itu mengundang perhatian orang-orang di sekitarnya.

Seorang bapak setengah baya yang duduk di sampingnya mengingatkannya bahwa pakaian yang seperti itu dapat berakibat tidak baik bagi dirinya, disamping juga melanggar aturan agama dan norma kesopanan. Apa respon perempuan muda itu? Dengan ketersinggungan yang dahsyat, ia mengekspresikan kemarahannya. Privasinya sangat terusik karena menurutnya hak berpakaian adalah hak prerogratif seseorang.

“Jika bapak mau, ini ponsel saya. Tolong pesankan saya tempat di neraka Tuhan anda!” Sebuah respon yang sangat frontal. Sang bapak pun hanya beristighfar dan terus bergumam dengan kalimat-kalimat Allah. Penumpang lain ada yang bergumam “Allahu Akbar!”

Detik-detik berikutnya suasana pun hening. Beberapa orang terlihat kelelahan dan terlelap dalam mimpinya. Tak terkecuali perempuan muda yang seronok itu. Sampailah perjalanan di penghujung tujuan. Di Terminal Kota Alexandria, “Mahattah Mashr”. Semua penumpang bersiap-siap untuk turun. Tapi mereka terhalangi oleh perempuan muda itu yang masih terlelap tidur. Ia berada sangat dekat dengan pintu keluar. “Bangunkan saja!” pinta para penumpang.

Tahukan apa yang terjadi? Perempuan muda itu benar-benar tak bangun lagi. Ia menemui ajalnya seperti yang dimintanya. Seisi mikrobus pun beristighfar, menggumamkan kalimat Allah sebagaimana yang dilakukan bapak setengah baya yang duduk di sampingnya.

Sebuah akhir yang menakutkan. Mati dalam keadaan menentang Allah ‘Azza wa Jalla. Na’udzubillahi min dzalik. Cerita tragis semacam itu bisa menimpa siapa saja yang tidak memegang tali agama Allah dengan istiqomah.

Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Kita semua milik Allah dan hanya kepada-Nya kita kan kembali. Sungguh Allah masih menyayangi semua kita yang masih terus dalam bimbingan-Nya.


(Dituturkan ulang dan dinukil dari “Dahsyatnya Sabar”, Ahmad Hadi Yasin (2009).