Sabtu, 30 Januari 2010

WANITA PEMESAN NERAKA

Setiap jiwa pasti akan merasakan mati (QS 3:185; 29:57) dan tidak pernah akan ada seorangpun yang bisa tahu di belahan bumi mana ajal akan menemuinya. Sebab musababnya pun beribu cara. Ada yang mati dengan husnul khatimah (happy ending) atau mati dalam keadaan baik dan terhormat, tapi ada yang mati dalam keadaan su`ul khatimah (bad ending) atau mati ketika berada dalam kemaksiatan, berlumur dosa dan kemunkaran kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Satu kisah di musim panas yang menyengat dari seorang kolumnis majalah Al-Manar Mesir (2002), layak untuk kita ambil ibrah-nya.

Musim panas menjadi ujian yang cukup berat, utamanya bagi muslimah untuk tetap mempertahankan pakaian hijabnya. Apalagi di Mesir. Dalam sebuah perjalanan yang cukup panjang, sekitar 300-an km antara Kairo-Alexandria, di sebuah mikrobus. Duduk seorang perempuan muda berpakaian kurang layak untuk dideskripsikan sebagai penutup aurat karena sangat minim dan menentang kesopanan. Ia duduk di kursi ujung dekat pintu keluar. Tentu saja hal itu mengundang perhatian orang-orang di sekitarnya.

Seorang bapak setengah baya yang duduk di sampingnya mengingatkannya bahwa pakaian yang seperti itu dapat berakibat tidak baik bagi dirinya, disamping juga melanggar aturan agama dan norma kesopanan. Apa respon perempuan muda itu? Dengan ketersinggungan yang dahsyat, ia mengekspresikan kemarahannya. Privasinya sangat terusik karena menurutnya hak berpakaian adalah hak prerogratif seseorang.

“Jika bapak mau, ini ponsel saya. Tolong pesankan saya tempat di neraka Tuhan anda!” Sebuah respon yang sangat frontal. Sang bapak pun hanya beristighfar dan terus bergumam dengan kalimat-kalimat Allah. Penumpang lain ada yang bergumam “Allahu Akbar!”

Detik-detik berikutnya suasana pun hening. Beberapa orang terlihat kelelahan dan terlelap dalam mimpinya. Tak terkecuali perempuan muda yang seronok itu. Sampailah perjalanan di penghujung tujuan. Di Terminal Kota Alexandria, “Mahattah Mashr”. Semua penumpang bersiap-siap untuk turun. Tapi mereka terhalangi oleh perempuan muda itu yang masih terlelap tidur. Ia berada sangat dekat dengan pintu keluar. “Bangunkan saja!” pinta para penumpang.

Tahukan apa yang terjadi? Perempuan muda itu benar-benar tak bangun lagi. Ia menemui ajalnya seperti yang dimintanya. Seisi mikrobus pun beristighfar, menggumamkan kalimat Allah sebagaimana yang dilakukan bapak setengah baya yang duduk di sampingnya.

Sebuah akhir yang menakutkan. Mati dalam keadaan menentang Allah ‘Azza wa Jalla. Na’udzubillahi min dzalik. Cerita tragis semacam itu bisa menimpa siapa saja yang tidak memegang tali agama Allah dengan istiqomah.

Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Kita semua milik Allah dan hanya kepada-Nya kita kan kembali. Sungguh Allah masih menyayangi semua kita yang masih terus dalam bimbingan-Nya.


(Dituturkan ulang dan dinukil dari “Dahsyatnya Sabar”, Ahmad Hadi Yasin (2009).