Minggu, 21 Maret 2010

BAITI JANNATI

Setiap kali menghadiri acara pernikahan, rasanya hati selalu ikut membuncah bahagia. Nggak cuman pengantin aja yang bahagia. Demikian juga hari ini Ahad, 21 Maret 2010, ketika hadir di acara pernikahan keponakan: Annisa dan Fahrul. Selain menyegarkan silaturrahim dengan handai taulan, yang sebagian hampir-hampir putus karena saking lamanya tidak ketemu, juga menjadi pemicu semangat untuk membina rumah tangga sakinah, mawaddah wa rahmah yang selama sedang dan terus diikhtiarkan. Bahkan menjadi terngiang akan nasihat perkawinan dari Ayahanda Allah yarham, dan juga Pak Penghulu.

Katanya: “Pernikahan itu fitrah.” Manusia tidak bisa hidup sendirian. Tidak ada sesuatupun di alam ini melainkan ada pasangan atau penyempurnanya. (QS. adz-Dzariat 49). Jika ini merupakan tatanan alam dan fitrahnya, berarti tidak ada tempat bagi manusia untuk keluar dari tatanan alam dan tabiatnya ini. Tidak ada kependetaan di dalam Islam. (laa rahbaniyyata fil islaam). Pernikahan dalam Islam merupakan pelaksanaan taqarrub dan juga syariat, karena itu nikah adalah salah satu bentuk ibadah kepada Allah Swt.

Ketika memberi taujih perkawinan di berbagai tempat Ayahanda selalu bilang: “Begitu ananda memasuki perkawinan, ketika itu pula ananda memasuki lautan persoalan.” Bisa masalah komunikasi, masalah anak, urusan rumah, dan seabreg yang lain. Oleh karena itu harus dan mesti diperhatikan betul peneguhan visi berumah tangga, yakni:

1. Meneguhkan keimanan.
Keluarga harus dibangun atas dasar ketaatan kepada Allah, Sang Pemelihara. Ini prinsip dan pondasi bagi terwujudnya baiti jannati, rumahku adalah surgaku.Tidak akan bahagia perkawinan yang dibangun bukan atas dasar ketaatan kepada-Nya. Pokoknya Allah oriented! Firman-Nya: Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rizki yang tiada disangka-sangka.(QS.ath-Thalaaq:2-3). Pesan standar dari Ayah yang selalu ingat: “jangan tinggalkan sholat lima waktu, baca selalu al-Quran”, dan satu lagi: “seberapapun gajimu nanti, sisakan untuk berhaji.”

2. Istiqamah dalam beramal shalih.
Rumah tangga (RT) yang paling beruntung adalah RT yang paling banyak produktivitas kebaikannya. (QS.al-Maidah:2). Bukan hanya senang melihat deposito atw tabungan. Rumah boleh banyak asal diniatkan sebagai sarana meraih berkah Allah. Tanah boleh banyak tapi sebagian ada yang diwakafkan agar pahala terus mengalir sampai yaumul hisab.

3. Saling menasihati.
Maknanya: menyuruh kebajikan dan melarang kemungkaran (QS. al-Ashr dan QS Ali Imran:104). Baik suami sebagai pemimpin keluarga maupun isteri sebagai pendamping, bisa melakukan kekhilafan. Keluarga yang taat, agama menjadi landasan untuk saling menasihati.

Dengan bekal tiga prinsip di atas, insya Allah tercapai keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah. Cinta, mawaddah, rahmah, dan amanah Allah, adalah perekat perkawinan. Bila cinta pupus dan mawaddah putus, masih ada rahmat. Kalaupun ini tidak tersisa, masih ada amanah dan selama pasangan itu beragama, amanahnya terpelihara (QS. an-Nisa: 19)

Pasangan yang baru menikah pasti akan merasakan ketenangan (sakinah) setelah gejolak cintanya bermuarakan pernikahan. Dan perkawinan adalah ketenangan yang dinamis dan aktif.

Mawaddah, kelapangan dan ketiadaan jiwa dari kehendak buruk. Dia adalah cinta plus: tidak lagi akan memutuskan hubungan, karena hatinya begitu lapang dan kosong dari keburukan sehingga pintunya sudah tertutup untuk dihinggapi keburukan lahir dan batin.

Rahmah, masing-masing suami dan isteri akan bersungguh-sungguh bahkan bersusah payah demi mendatangkan kebaikan bagi pasangannya serta menolak segala yang mengganggu dan mengeruhkannya. Ini artinya antara suami isteri harus berusaha untuk saling melengkapi (QS 2:187)

Amanah Allah. Sesuatu yang diserahkan kepada pihak lain dan si-pemberi amanah percaya bahwa apa yang diamanatkan itu akan dipelihara dengan baik, serta keberadaannya aman di tangan yang diberi amanat itu. Suami yang amanah akan membina isterinya dengan baik sehingga orang tua (mertua) akan percaya dan merasa aman karenanya.

.....

Saya menjadi termenung dan menghitung-hitung, berapa persenkah kuantita dan kualita nasihat Ayahanda dan Pak Penghulu yang sudah dilaksanakan dan terwujud? Astaghfirullahal’adziem, ternyata hamba ini terlalu lemah… Semoga Allah Swt selalu memberikan kekuatan kepada hambanya untuk menjadi lebih baik, amien.

Annisa dan Fahrul: selamat bahagia ya. Semoga Allah memberkati bersatunya kalian berdua. Amien

Sabtu, 13 Maret 2010

an nadhaafatu minal iman

Banyak Anekdot dari Pak AR, Allahyarham, mantan Ketua PP Muhammadiyah tahun 1968 sampai dengan 1990. Gaya dakwahnya yang ringan, sejuk dan kocak membuat jamaah betah duduk berjam-jam mendengarkan taujihnya. Salah satu anekdotnya, begini.

Kira-kira tahun 1964, Pak AR ditugaskan menjadi pembimbing haji. Ketika itu masih menggunakan kapal laut. Karena perjalanan akan memakan waktu lama maka setiap hari Pak AR mengadakan sholat berjamaah dan diteruskan dengan kultum (ceramah singkat) yang berisi bimbingan agama, khususnya bimbingan haji kepada para calhaj.

Setelah lebih kurang berjalan tiga hari, OB awak kapal mengadu kepada Pak AR: “Pak, tolong kasih tahu kepada para jamaah, kalau membuang kotoran jangan di washtafel. Saya kerepotan, setiap hari harus membersihkan sak ambrug kotoran.” “Baik, nanti saya beri tahu” jawab Pak AR.

Malam harinya, setelah jamaah sholat maghrib Pak AR memberikan kultumnya dengan topik an nadhafatu minal iman, kebersihan adalah bagian dari iman. Selesai kultum, Pa AR memberikan kesempatan kepada jamaah untuk bertanya atau mengajukan usul. Gaya pengajian singkat enteng-entengan namun mengena dihati itu rupanya mengundang banyak pertanyaan dan juga usul-usul. Satu usul diantaranya, begini. “Pak AR mbok ya tempat buang hajatnya (=baca toilet) itu jangan tinggi-tinggi. Saya jadi susah kalau mau buang hajat.” Pak AR tersenyum, yang dicari ketemu, ini rupanya orang yang suka buang hajat di washtafel. Malam itu juga Pak AR menemui orang itu empat mata dan memberi tahu, kalau washtafel itu bukan untuk buang hajat, tapi untuk cuci tangan atau cuci muka. Kalau untuk buang hajat ada tempatnya tersendiri.

Paginya, si-OB kapal itu menemui Pak AR, sambil tersenyum dia berkata, “Terima kasih Pak AR”. “Terima kasih kembali” jawab Pak AR sembari tersenyum pula.

Courtesy: Pak Sukriyanto AR