Kamis, 17 Desember 2009

Makna HIJRAH



Yunan Hilmy al-Anshary

Syukur alhamdulillah kita diijinkan ALLAH menginjak tahun 1431 hijriyah.
Memasuki tahun baru adalah momentum yang tepat bagi kita untuk mengevaluasi, muhasabah, apakah iman kita sudah benar. Apakah iman kita itu sudah memancarkan ketaatan kepada Allah melalui akidah kita, ibadah kita, akhlak kita dan muamalah kita? Oleh karena itu, memasuki tahun baru bukanlah dengan hura-hura sebagaimana umumnya orang memeringati tahun baru miladiyah.

Ummat Islam harus familier dengan tahun yang menjadi dasar perhitungannya. Karena hitungan hijriyah adalah hitungan bulan untuk kita beribadah. Kita ber-shaum wajib pada bulan ramadlan, ber-idul fitri pada bulan syawwal, berpuasa sunnah arofah dan ber-haji pada bulan dzulhijjah, dan seterusnya. Bolehlah kita mempergunakan dasar perhitungan miladiyah untuk kalender kerja kita.

Hijrah Rasulullah saw dari Makkah ke Madinah yang dijadikan dasar perhitungan tahun hijriyah, mempunyai begitu banyak pelajaran yang dipetik. Berikut beberapa di antaranya.

Pengorbanan

Ketika Rasul berhijrah ke Madinah, Rasul tidak mau menerima pemberian dua unta dari sahabat Abu Bakr ra karena beliau tidak akan mengendarai unta yang bukan miliknya.
Mengapa Nabi bersikeras tidak mau menerima dan bersikeras untuk membelinya? Rasulullah ingin mengajarkan nahwa untuk mencapai suatu usaha besar, dibutuhkan pengorbanan maksimal dari setiap orang. Beliau bermaksud berhijrah dengan segala daya yang dimilikinya. Bahwa mengabdi kepada Allah, janganlah mengabaikan sedikit kemampuan pun, selama kita masih memiliki kemampuan itu.
Sesungguhnya kepada Tuhanlah tempat kembali. Qs al-Alaq (96):8

Makna Hidup

Rasulullah saw berangkat ke Madinah sambil memesan kemenakannya, ‘Ali bin Abi Thalib agar tidur diperbaringannya. Dengan kesediaan tersebut, Ali pada hakikatnya mempertaruhkan jiwa raganya demi membela agama Allah. Di sini, kita menarik pelajaran: Apa sebenarnya arti hidup menurut pandangan agama?

Hidup bukan sekedar bernafas. Ada orang yang telah terkubur, mati, tapi oleh al-Quran masih dinamai “orang yang hidup dan mendapat rizqi (lihat Qs 3:169). Tapi sebaliknya, ada orang yang bernafas tapi dianggap sebagai “orang-orang mati” (lihat Qs 35:22)

Hidup dalam pandangan agama adalah kesinambungan dunia dan akhirat dalam keadaan bahagia, kesinambungan yang melampaui usia kita di dunia. Ini berarti setiap orang harus percaya dan menyadari bahwa di samping wujudnya yang sekarang, masih ada lagi wujud yang lebih kekal, dan dapat jauh lebih indah daripada kehidupan dunia ini.

Tawakal dan Usaha

Ketika Rasul saw bersama Abu Bakar ra bersembunyi di gua Tsur dan para pengejar mereka telah berdiri di mulut gua tersebut, Abu Bakar ra sangat gentar dan gusar. Rasulullah sambil berkata: "Jangan kuatir dan bersedih. Sesungguhnya Allah bersama kita." Keadaan ini bertolak belakang ketika dalam peperangan Badar, sekitar satu setengah tahun setelah peristiwa hijrah ini. Ketika itu yang gusar dan kuatir adalah Nabi Muhammad saw, sedang Abu akar yang menenangkan Beliau.

Mengapa terjadi dua sikap yang berbeda?
Di sini sekali lagi kita mendapat pelajaran yang sangat mendalam menyangkut arti hakikat keagamaan. Dua peristiwa yang berbeda di atas menuntut pula dua sikap yang berbeda dan keduanya diperankan dengan sangat jitu oleh Nabi Muhammad SAW. Kedua hakikat keagamaan ituadalah: tawakkal dan usaha (taqwa).

Ketika itu perintah hijrah tanpa didahului dengan perintah bersiap-siap. Rasul melaksanakannya dengan penuh keyakinan, pasti Allah akan akan bersamanya.
Berbeda ketika peperangan. Jauh sebelumnya telah diperintah untuk mempersiapkan diri menghadapi musuh: Siapkanlah untuk menghadapi musuh kekuatan apa saja yang kamu sanggupi (Qs 8:60). Kekuatiran itu timbul karena keraguan beliau akan persiapan yang dilakukannya, karena bila fatal bisa menjerumuskan umatnya, bahkan agama!

Saudaraku.
Masih banyak hikmah yang dapat dipetik dari peristiwa hijrah Nabi Muhammad saw, sehingga wajar jika Umar bin Khattab menjadikan peristiwa itu sebagai awal kalender Islam.

Orang-orang yang beruntung atau jaya adalah orang yang beriman, berhijrah dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa mereka. Qs at Taubah (9): 30

Marilah kita memasuki tahun baru 1431 H dengan semangat iman, kita masuki lembaran baru kita, baik sebagai individu maupun masyarakat untuk memperbaiki Islam kita, iman kita dan memperbaiki amal-amal kita baik vertikal maupun horizintal.

Selamat Tahun Baru Hijriyah 1431.
1 Muharam 1431 bertepatan 17 Desember 2009

Senin, 07 Desember 2009

PROLEGNAS 2010-2014



Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI melalui Rapat Paripurna tanggal 1 Desember 2009 dan Rapat Penyempurnaan Daftar Prolegnas antara Baleg dengan Pemerintah tanggal 2 Desember 2009 telah menyetujui dan menetapkan Daftar Program Legislasi Nasional Tahun 2010-2014 dan Prolegnas RUU Prioritas Tahun2010. Jumlah RUU yang ditetapkan untuk tahun 2010-2014 sebanyak 247 RUU sedangkan untuk Prolenas Prioritas 2010 sebanyak 58 RUU (32 RUU merupakan prakarsa DPR dan 26 RUU prakarsa Pemerintah).

58 RUU bukanlah jumlah yang sedikit. Bahkan terkesan cukup ambisius. Tengoklah pengalaman Prolegnas Jilid 1 (2005-2009). Di tahun pertama, 2005, diprioritaskan 55 RUU namun RUU yang berhasil diselesaikan adalah 14 UU. Itupun sesungghnya hanya ada 5 RUU yang benar-benar program 2005.

Betapa sibuknya para wakil rakyat dibuatnya. Secara matematis, paling tidak dalam satu minggu harus menyelesaikan satu RUU. Itu baru fungsi legislasi. Bagaimana dengan 2 fungsi yang lain, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan? Realistiskah dengan jumlah yang telah ditetapkan itu? Smoga saja ada mukjizat dan keajaiban?

Nomor urut 1 s.d 58 daftar di bawah merupakan urutan Prolegnas RUU Prioritas 2010. Keterangan disamping judul RUU menunjukkan pemrakarsa/inisiator RUU. [yha]

DAFTAR RUU PROGRAM LEGISLASI NASIONAL
TAHUN 2010-2014

(1) RUU tentang Intelijen - DPR
(2) RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran - DPR
(3) RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum - DPR
(4) RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian -DPR
(5) RUU tentang Kelautan - DPR
(6) RUU tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pembalakan Liar - DPR
(7) RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman - DPR
(8) RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan - DPR
(9) RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun - DPR
(10) RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi - DPR
(11) RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi - DPR
(12) RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat - DPR
(13) RUU tentang Penanganan Fakir Miskin - DPR
(14) RUU tentang Jaminan Produk Halal - DPR
(15) RUU tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga - DPR
(16) RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja - DPR
(17) RUU tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional - DPR
(18) RUU tentang Keperawatan - DPR
(19) RUU tentang Gerakan Pramuka - DPR
(20) RUU tentang Otoritas Jasa Keuangan - DPR
(21) RUU tentang Bantuan Hukum - DPR
(22) RUU tentang Mata Uang - DPR
(23) RUU tentang Perekonomian Nasional - DPR
(24) RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri - DPR
(25) RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik - DPR
(26) RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah - DPR
(27) RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan - DPR
(28) RUU tentang Pengendalian Dampak Produk Tembakau Terhadap Kesehatan - DPR
(29) RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1987 tentang Protokol - DPR
(30) RUU tentang Pengambilalihan Tanah untuk Kepentingan Pembangunan - DPR
(31) RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya - DPR
(32) RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah - DPR
(33) RUU tentang Konvergensi Telematika - PEMERINTAH
(34) RUU tentang Tindak Pidana Teknologi Informasi - PEMERINTAH
(35) RUU tentang Komponen Cadangan Pertahanan Negara - PEMERINTAH
(36) RUU tentang Administrasi Pemerintahan - PEMERINTAH
(37) RUU tentang Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta - PEMERINTAH
(38) RUU tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana - PEMERINTAH
(39) RUU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi - PEMERINTAH
(40) RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi - PEMERINTAH
(41) RUU tentang Keimigrasian - PEMERINTAH
(42) RUU tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana - PEMERINTAH
(43) RUU tentang Perdagangan - PEMERINTAH
(44) RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara - PEMERINTAH
(45) RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Koperasi - PEMERINTAH
(46) RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian - PEMERINTAH
(47) RUU tentang Keantariksaan - PEMERINTAH
(48) RUU tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan - PEMERINTAH
(49) RUU tentang Transfer Dana - PEMERINTAH
(50) RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah - PEMERINTAH
(51) RUU tentang Pengelolaan Keuangan Haji - PEMERINTAH
(52) RUU tentang Pemilihan Kepala Daerah - PEMERINTAH
(53) RUU tentang Tindak Pidana Pencucian Uang - PEMERINTAH
(54) RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan - PEMERINTAH
(55) RUU tentang Badan Usaha Milik Daerah - PEMERINTAH
(56) RUU tentang Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Perkawinan - PEMERINTAH
(57) RUU tentang Informasi Geospasial - PEMERINTAH
(58) RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta - PEMERINTAH

59. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi - DPR/PEMERINTAH
60. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia -DPR/PEMERINTAH
61. RUU tentang Senjata Api dan Bahan Peledak - DPR/PEMERINTAH
62. RUU tentang Hukum Disiplin Militer - DPR/PEMERINTAH
63. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer - DPR/PEMERINTAH
64. RUU tentang Rahasia Negara - DPR/PEMERINTAH
65. RUU tentang Pertanahan - DPR/PEMERINTAH
66. RUU tentang Desa - DPR/PEMERINTAH
67. RUU tentang Etika Penyelenggara Negara - DPR/PEMERINTAH
68. RUU tentang Lambang Palang Merah - DPR/PEMERINTAH
69. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi - DPR/PEMERINTAH
70. RUU tentang Tenaga Kesehatan - DPR/PEMERINTAH
71. RUU tentang Pencarian dan Pertolongan - DPR/PEMERINTAH
72. RUU tentang Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal - DPR/PEMERINTAH
73. RUU tentang Pengadaan Barang dan Jasa - DPR/PEMERINTAH
74. RUU tentang Keuangan Mikro/Pembiayaan Usaha Mikro/Lembaga Keuangan Mikro - DPR/PEMERINTAH
75. RUU tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam - DPR/PEMERINTAH
76. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang dan Barang - DPR/PEMERINTAH
77. RUU tentang Kebudayaan - DPR/PEMERINTAH
78. RUU tentang Sistem Perbukuan Nasional - DPR/PEMERINTAH
79. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah - DPR/PEMERINTAH
80. RUU tentang Akuntan Publik - DPR/PEMERINTAH
81. RUU tentang Lelang - DPR/PEMERINTAH
82. RUU tentang Penilaian - DPR/PEMERINTAH
83. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun - DPR/PEMERINTAH
84.RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian - DPR/PEMERINTAH
85. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal - DPR/PEMERINTAH
86. RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan - DPR/PEMERINTAH
87. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional - DPR/PEMERINTAH
88. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia - DPR/PEMERINTAH
89. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden DPR/PEMERINTAH
90. RUU tentang Karantina Kesehatan - DPR/PEMERINTAH
91. RUU tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Sumber Daya Genetik - DPR/PEMERINTAH
92. RUU tentang Perampasan Aset - DPR/PEMERINTAH
93. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi - DPR/PEMERINTAH
94. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan - DPR/PEMERINTAH
95. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika DPR/PEMERINTAH
96. RUU tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian - DPR/PEMERINTAH
97. RUU tentang Badan Usaha di Luar Perseroan Terbatas dan Koperasi - DPR/PEMERINTAH
98. RUU tentang Bela Negara - DPR/PEMERINTAH
99. RUU tentang Hubungan Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah - DPR/PEMERINTAH
100. RUU tentang Jaminan Pemegang Polis - DPR/PEMERINTAH
101.RUU tentang Keamanan Negara/Keamanan Nasional - DPR/PEMERINTAH
102. RUU tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer/RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1947 tentang Hukum Pidana Militer - DPR/PEMERINTAH
103. RUU tentang Lembaga Pembiayaan - DPR/PEMERINTAH
104. RUU tentang Pengelolaan Kekayaan dan Hutang Negara - DPR/PEMERINTAH
105. RUU tentang Perbantuan Tentara Nasional Indonesia kepada Kepolisian Republik Indonesia - DPR/PEMERINTAH
106. RUU tentang Pergadaian - DPR/PEMERINTAH
107. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak - DPR/PEMERINTAH
108. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme - DPR/PEMERINTAH
109. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal - DPR/PEMERINTAH
110. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial - DPR/PEMERINTAH
111. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak - DPR/PEMERINTAH
112. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1954 tentang Undian - DPR/PEMERINTAH
113. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23/Prp/1959 tentang Keadaan Bahaya - DPR/PEMERINTAH
114. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan - DPR/PEMERINTAH
115. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia - DPR/PEMERINTAH
116. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman - DPR/PEMERINTAH
117. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan - DPR/PEMERINTAH
118. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas - DPR/PEMERINTAH
119. RUU tentang Perusahaan Pembiayaan Sekunder Perumahan - DPR/PEMERINTAH
120. RUU tentang Kesetaraan Jender - DPR/PEMERINTAH
121. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional - DPR
122. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial - DPR
123. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi - DPR
124. RUU tentang Hortikultura - DPR
125. RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani - DPR
126. RUU tentang Sistem Transportasi Nasional - DPR
127. RUU tentang Pengelolaan Sanitasi - DPR
128. RUU tentang Geologi - DPR
129. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia - DPR
130. RUU tentang Pendidikan Kedokteran - DPR
131. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara - DPR
132. RUU tentang Penanganan Konflik Sosial - DPR
133. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia -DPR
134. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal - DPR
135. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan - DPR
136. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan - DPR
137. RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan - DPR
138. RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan - DPR
139. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan - DPR
140. RUU tentang Arsitek - DPR
141. RUU tentang Asuransi Syari'ah - DPR
142. RUU tentang Daerah Perbatasan - DPR
143. RUU tentang Hak-Hak atas Tanah - DPR
144. RUU tentang Hak-Hak Keuangan dan Administratif Lembaga Negara (Mengganti Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan Dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara Serta Bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara) - DPR
145. RUU tentang Hubungan Antar Lembaga Negara - DPR
146. RUU tentang Jasa Konsultansi - DPR
147. RUU tentang Keanekaragaman Hayati - DPR
148. RUU tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah - DPR
149. RUU tentang Kepemilikan Properti - DPR
150. RUU tentang Kerukunan Umat Beragama - DPR
151. RUU tentang Kesehatan Jiwa - DPR
152. RUU tentang Ketenagakerjaan Sektor Pertanian, Perkebunan, dan Kelautan - DPR
153. RUU tentang Konservasi Tanah dan Air - DPR
154. RUU tentang Lalu Lintas Barang dan Jasa - DPR
155. RUU tentang Lembaga Swadaya Masyarakat - DPR
156. RUU tentang Modal Ventura - DPR
157. RUU tentang Otonomi Khusus Bali - DPR
158. RUU tentang Pemberdayaan Masyarakat - DPR
159. RUU tentang Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan - DPR
160. RUU tentang Pengadilan Keagrariaan - DPR
161. RUU tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat - DPR
162. RUU tentang Pengawasan Obat dan Makanan serta Pemanfaatan Obat Asli Indonesia - DPR
163. RUU tentang Pengelolaan dan Pembiayaan Sektor Pertanian dan Perikanan - DPR
164. RUU tentang Pengelolaan Ruang Udara Nasional - DPR
165. RUU tentang Pengelolaan Terpadu Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Cianjur (Jabodetabekjur) - DPR
166. RUU tentang Pengembangan dan Pemanfaatan Industri Strategis untuk Pertahanan - DPR
167. RUU tentang Penggunaan Frekwensi - DPR
168. RUU tentang Pemberantasan Perdagangan Anak - DPR
169. RUU tentang Perencanaan Anggaran Negara - DPR
170. RUU tentang Perjanjian Kredit - DPR
171. RUU tentang Perlakuan Khusus Provinsi Kepulauan - DPR
172. RUU tentang Perlindungan Pasien - DPR
173. RUU tentang Perlindungan terhadap Pembela Hak Asasi Manusia - DPR
174. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan - DPR
175. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang Indonesia - DPR
176. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan - DPR
177. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik - DPR
178. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman - DPR
179. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaran Ibadah Haji - DPR
180. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan - DPR
181. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1964 tentang Bagi Hasil Perikanan -DPR
182. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik - DPR
183. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan - DPR
184. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah - DPR
185. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar -DPR
186. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional - DPR
187. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang - DPR
188. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil - DPR
189. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah - DPR
190. RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2001 tentang Energi - DPR
191. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris - DPR
192. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia DPR
193. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Berserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah - DPR
194. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara - DPR
195. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional - DPR
196 RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara - DPR
197. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 56/Prp/Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian - DPR
198. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air - DPR
199. RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan - DPR
200. RUU tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung - DPR
201. RUU tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia - DPR
202. RUU tentang Praktik Bidan - DPR
203. RUU tentang Praktik Kefarmasian - DPR
204. RUU tentang Privatisasi Badan Usaha Milik Negara - DPR
205. RUU tentang Sistem Pengkajian dan Audit Teknologi - DPR
206. RUU tentang Sistem Pengupahan Nasional - DPR
207. RUU tentang Tata Cara Penyusunan dan Pelaporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah - DPR
208. RUU tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual - DPR
209. RUU tentang Balai Harta Peninggalan - PEMERINTAH
210. RUU tentang Daktiloskopi - PEMERINTAH
211. RUU tentang Kitab Hukum Acara Perdata - PEMERINTAH
212. RUU tentang Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri - PEMERINTAH
213. RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan - PEMERINTAH
214. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten - PEMERINTAH
215. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek - PEMERINTAH
216. RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak - PEMERINTAH
217. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri - PEMERINTAH
218. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi - PEMERINTAH
219. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1990 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam - PEMERINTAH
220. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen - PEMERINTAH
221. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang tentang Uap Tahun 1930 (Stoom Ordinantie 1930, Stb No.225 Tahun 1930) - PEMERINTAH
222. RUU tentang Veteran Republik Indonesia - PEMERINTAH
223. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh - PEMERINTAH
224. RUU tentang Akuntabilitas Penyelenggaraan Negara - PEMERINTAH
225. RUU tentang Badan Layanan Umum - PEMERINTAH
226. RUU tentang Bahan Berbahaya - PEMERINTAH
227. RUU tentang Bahan Kimia - PEMERINTAH
228. RUU tentang Bioteknologi di Bidang Kesehatan - PEMERINTAH
229. RUU tentang Hipotik Kapal - PEMERINTAH
230. RUU tentang Kitab Undang-Undang Hukum Dagang - PEMERINTAH
231. RUU tentang Kitab Undang-Undang Hukum Perdata - PEMERINTAH
232. RUU tentang Komponen Pendukung Pertahanan Negara - PEMERINTAH
233. RUU tentang Lembaga Pemasyarakatan Militer - PEMERINTAH
234. RUU tentang Pemanfaatan Perairan Indonesia dan Zona Tambahan serta Penegakan Hukum di Perairan Indonesia Zona Tambahan - PEMERINTAH
235. RUU tentang Pemberantasan Pendanaan Terorisme - PEMERINTAH
236. RUU tentang Pengaktifan Kembali Purnawirawan Prajurit Sukarela dan Prajurit Wajib dalam Keadaan Darurat Militer dan Darurat Perang - PEMERINTAH
237. RUU tentang Pengendalian Lintas Batas Teknologi Antariksa - PEMERINTAH
238. RUU tentang Penggunaan Bahan Biologis dan Larangan Bahan Biologis Sebagai Senjata - PEMERINTAH
239. RUU tentang Perkumpulan - PEMERINTAH
240. RUU tentang Perlindungan dan Pemanfaatan Kekayaan Intelektual Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional - PEMERINTAH
241. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana - PEMERINTAH
242. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular - PEMERINTAH
243. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat - PEMERINTAH
244. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang - PEMERINTAH
245. RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan - PEMERINTAH
246. RUU tentang Prajurit Wajib - PEMERINTAH
247. RUU tentang Publikasi Luar Ruang - PEMERINTAH


DAFTAR RUU KUMULATIF TERBUKA
1 Daftar RUU Kumulatif Terbuka tentang Pengesahan Perjanjian Internasional
2 Daftar RUU Kumulatif Terbuka akibat Putusan Mahkamah Konstitusi
3 Daftar RUU Kumulatif Terbuka tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
4 Daftar RUU Kumulatif Terbuka tentang Pembentukan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota
5 Daftar RUU Kumulatif Terbuka tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Menjadi Undang-Undang

3 Desember 2009

Sumber:
1. Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN)
2. Badan Legislasi (Baleg) DPR RI

Minggu, 18 Oktober 2009

Reality Show Calon Kabinet



Yunan Hilmy al-Anshary

Program reality show (RS) ternyata masih menyisakan kejayaan di layar kaca kita. Sepertinya masyarakat memang gemar dengan acara yang mengaduk-aduk perasaan dan emosi pemirsa. Itu pula yang mungkin membuat stasiun TV berlomba memroduksinya. RS, sekedar menyebut contoh program tv Menuju Puncak, Indonesian Idol, KDI, dan acara semacamnya, tidak saja telah memberikan keuntungan kepada stasiun TV dan bintangnya namun mampu membuat masyarakat rela untuk dikuras pulsanya demi membela sang bintangnya via SMS. Apalagi tim kreatif begitu rupa mengeksploitasi sisi sosial sang bintang untuk memancing rasa empati dan simpati pemirsa.

Kini, acara RS sudah sangat variatif, bahkan menyangkut masalah yang sangat privasi seseorang sekalipun. Masyarakatpun menyukainya. Rating pun naik. Lagi-lagi yang untung secara ekonomi adalah stasiun TV atau tv production. Belakangan banyak yang mengatakan bahwa cerita yang disajikan tidak sepenuhnya merupakan realita yang benar-benar terjadi, namun sudah direkayasa.

Sekarang, peristiwa apapun bisa dijadikan entertainment untuk memberikan lebih banyak alternatif bagi pemirsa TV. Bahkan aksi penggerebekan (penyerbuan) juragan teroris pun diproduksi dan disiarkan layaknya RS. Penonton dibuat ikut deg-degan dan menjadi terpenjara untuk tidak sedikitpun melalaikan acara atawa siaran itu. Perangkat dramatisasi sedemikian sempurnanya: analisis pengamat yang seolah selalu benar dan akurat, ilustrasi musik yang seram, deskripsi reporter yang seru dan pertanyaan-pertanyaan wartawan yang kadang mengarah dan sering tendensius. Peristiwa gempa pun tidak luput.

Dan yang sedang hangat, peristiwa politik pun tak luput dijadikan sebuah entertainment, realty show yang mengaduk-aduk dan membuat dag-dig-dug, penasaran dan perasaan selalu menunggu masyarakat. Peristiwa yang dimaksud tentu apa lagi kalau bukan ‘audisi’ atau tes calon menteri Kabinet Indonesia Bersatu Jilid Duanya SBY.

Secara konstitusional, pemilihan dan pengangkatan Menteri adalah hak prerogatif Presiden. Sebuah konsekuensi demokrasi dengan sistem presidensial yang dianut UUD NRI 1945. Presiden bebas menentukan pembantunya sesuai dengan koridor UU No. 39 Tahun 2009 tentang Kementerian Negara. Dan kemenangan dalam Pilpres 2009 yang gemilang di atas 50% itu membuat SBY sangat menikmati posisi kuatnya untuk memilih calon menterinya yang akan diangkat dengan cukup leluasa.

Atas kesadaran itulah kemudian SBY memutuskan memberikan ‘hiburan’ kepada rakyat Indonesia untuk menikmati RS pemilihan menterinya dengan prosedur yang tidak seperti biasanya. Bila Presiden sebelumnya cukup menelpon para calonnya, bagi SBY itu tidaklah cukup. Para nominator yang telah digenggamnya dipanggilnya untuk tes wawancara di Cikeas, tempat kediamannya. Saat tiba di kediaman SBY, (konon) para menteri dipersilahkan duduk di pendopo sambil menunggu kesiapan tim di dalam. Setelah diperbolehkan masuk, calon menteri diwawancarai Presiden SBY. Setelah itu, calon menteri menandatangani pakta integritas dan kontrak kinerja. Begitu keluar, si-calon memberikan keterangannya di depan pers tanpa menyatakan ketegasan penentuan keterpilihannya. Selanjutnya, calon menteri harus menjalani tes kesehatan dan jiwa di RSPAD Gatot Subroto.

Prosedur yang mendayu-dayu seperti ini bisa jadi hanya ada di negeri kita. Seolah SBY ingin menunjukkan gayanya sendiri sebagai Presiden dengan mandat rakyat yang kuat dan menjadikan urusan yang sesungguhnya merupakan hak prerogatif itu menjadi terbuka dan seolah mengajak segenap rakyat mengikuti dengan seksama melalui siaran TV dan terbawa deg-degan dengan teka-teki selanjutnya apa yang akan terjadi.

Berkreasi dalam demokrasi, seperti halnya yang tengah dipertontonkan SBY, itu sah-sah saja. Sisi positifnya adalah rakyat dapat mengetahui bahwa para pembantu presiden dipilih secara selektif, tidak asal-asalan dan jelas orangnya. Tentu hal itu bukan tanpa kritik. Kesan bahwa audisi itu hanya formalitas mulai nampak. Hal itu terlihat, paling tidak, sampai hari kedua (Ahad, 18 Oktober 2009) sudah tiga puluh calon dan kabarnya besok Senin tinggal menyisakan empat orang calon lagi yang akan dites, sesuai dengan jumlah kabinet yang berjumlah 34 Menteri, mengikuti batas maksimal UU 39/2008. Artinya, bila benar adanya, ‘audisi’ itu bukanlah merupakan seleksi yang lazimnya jumlah orang yang diaudisi melebihi jumlah yang akan terpilih.

Kita berharap, gaya rekrutmen apapun yang dilakukan Presiden terpilih SBY, akan terpilih sebuah kabinet yang solid dan profesional dalam bekerja serta berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Filosofi yang tertanam dalam benak para menteri mestinya adalah sebagai pelayan rakyat (khadam al-ummah) bukan minta ‘dilayani rakyat’. Kita pun berharap dari reality show ini tidak saja stasiun TV dan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jili 2 saja yang menikmati keuntungan, namun rakyatlah sesungguhnya yang pada akhirnya diuntungkan.

Selamat untuk para menteri terpilih dan selamat bekerja KIB 2 untuk kemaslahatan rakyat.

Gambar:
Courtesy : www.koransuroboyo.com

Sabtu, 26 September 2009

Pasca Ramadhan: PUASA YANG KONTEKSTUAL



Yunan Hilmy al-Anshary

Ramadhan telah berlalu. Siapa saja yang menyembah bulan Ramadhan, sesungguhnya dia telah mati dan berlalu. Sementara Allah tidak pernah mati dan senantiasa hidup. Oleh karena itu, kata ulama salaf, “jadilah diri anda seorang rabbani, dan jangan menjadi ramadhani”. Jadilah rabbani, artinya jadilah kita bersama Allah dan bertakwa kepada-Nya dimana pun dan kapanpun. Janganlah menjadi ramadhani, artinnya janganlah kita menghadap Allah hanya pada bulan Ramadhan, setelah itu kita melupakan-Nya dan durhaka kepada-Nya.

Diantara manusia ada yang menghadap Allah hanya pada bulan Ramadhan saja. Sehingga jika Ramadhan berakhir, maka berakhir pula hubungannya dengan Allah SWT. Dia potong tali yang menghubungkan antara dirinya dengan Allah. Di luar Ramadhan dia tidak mau pergi ke Masjid, tidak mau membuka al-Quran, tidak membasahi lidahnya dengan dzikir dan tasbih. Seakan-akan Allah hanya layak disembah pada bulan Ramadhan, sementara pada bulan-bulan lain Dia tidak perlu disembah.

Saksi

Ramadhan telah berlalu. Dia akan menjadi saksi bagi pahala kita atau saksi bagi dosa kita. Bisa sebagai saksi yang meringankan atau justru menjadi saksi yang memberatkan kita. Ramadhan akan menjadi pemberi syafaat bagi orang yang berpuasa dan shalat malam dengan baik karena dorongan iman dan mencari keridloan-Nya, sehingga dosa-dosanya yang telah lampau terampuni.

Tapi Ramadhan juga akan menjadi saksi bagi orang-orang yang berpuasa dan shalat malam tidak dengan cara yang baik, sehingga puasanya hanya mendapatkan lapar dan dahaga. Lalu bagaimana dengan orang-orang yang tidak berpuasa dan tidak sholat malam, padahal mereka mengaku dan menisbatkan dirinya kepada ummat Islam? Kata Nabi: “Siapa yang tidak puasa bulan Ramadhan tanpa ada rukhshah dan tidak pula karena sakit, maka tidak ada puasa selama setahun penuh yang dapat mengqadla’nya meskipun dia melakukan puasa qadla’ itu." (HR Abu Dawud, at-Tarmidzi, an-Nasa’y, Ibnu Majah dan Ahmad)

Kita telah selesai berpuasa. Selesai melakukan etape peribadatan dan memulai etape peribadatan yang lain. Kini saatnya kita melakukan spiritual audit, apakah kita sudah berada pada jalur yang benar?

Kontekstual

Kita telah kembali kepada fitrah, kembali kepada kemanusiaan, tapi semua itu perlu dibuktikan dalam hidup kita sehari-hari. Saatnya kita menjadikan puasa yang kontekstual: bagaimana tidak KKN, bagaimana membatasi diri kita dari nafsu ingin membeli hal-hal yang kurang bermanfaat, bagaimana kita melakukan hal-hal yang paling islami diantara seribu kemungkinan. Apalagi kita hidup dalam suatu tatanan sosial yang penuh riba’, terorisme, korupsi-isme, premanisme secara sistematis, sistemik dan otomatik, sehingga bagaimana kita menahan diri untuk tidak terlibat di dalamnya atau (paling tidak) membatasi keterlibatan seminimal mungkin. Bila demikian halnya, maka puasa menjadi sarana transisi mental.

Di dalam takwa (yang menjadi tujuan puasa), setidaknya mengandung dua kondisi mental. Pertama, adanya mekanisme pengendalian dari dalam untuk menekan atau meniadakan munkar. Kedua, timbulnya kekuatan kemauan untuk melakukan kema’rufan, suatu perilaku yang responsif bagi segala sesuatu yang baik untuk dirinya maupun masyarakat.

Smoga puasa Ramadhan kita akan benar-benar kontekstual dan menjadikan kita benar-benar fitri. Kembali fitri adalah kembali kepada agama, karena agama adalah fitrah atau sejalan dengan jati diri manusia.

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama Allah, tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah Agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS. Ar-Rum: 30)

Selamat Idul Fitri 1430: Taqabalallahu minna wa minkum. Minal 'aidin wal faizin. Kullu 'Amin wa antum bikhair.

Selasa, 08 September 2009

Teguran Untuk Tawadhu'



Yunan Hilmy al-Anshary

Tak ada rehatnya negeri ini diterpa badai bencana. 26 Desember 2004, lima tahun silam, Aceh diguncang gempa tektonik dahsyat disertai gelombang tsunami. Semua luluh lantak. Semua kita bersimpati dan berempati. Setelah itu, rasanya beribu bencana dan musibah selalu mengiringi detak jantung negeri ini. Gempa yang lain, gunung meletus, longsor, dan banjir, serta aneka kecelakaan. Kita juga belum terlalu lupa, jebol Situ Gintung, Maret 2009. ‘Beruntung’, ketika itu musim Pemilu, banyak ‘kekuatan’ dan pihak gegap gempita berlomba kebaikan membantu korban, lengkap dengan atribut yang warna-warni. Tentu banyak pula yang membantu dengan ikhlas. Masalah itu kini belum tuntas.

Kita kembali tergagap ketika gempa 7.3 SR yang berporos di Tasikmalaya itu mengguncang Jawa, 2 September 2009 (14.55 wib), ketika muslimin tengah khusyu’ puasa Ramadhan. Korban dan kerugian semakin nampak nyata, terutama di sekitar Cianjur, Bandung, Garut, Tasikmalaya, , dll. Upaya evakuasi diwarnai dengan serba keterbatasan. Bersyukur Presiden dan para petinggi negara sudah mengunjungi lokasi dan menemui para korban. Namun, kali ini tanpa gempita upaya pemberian bantuan dari berbagai pihak, tak sesemarak ketika musibah jebol Situ Gintung dulu. Tidak tahu, apakah ini karena bukan lagi musim Pemilu? Masyarakat sudah terlalu capek dan jenuh? Bukankah ini juga bulan Ramadan yang mubarak, bulan baik untuk berbagi dan menolong sesama? Wallahua'lam.

Bahkan belum sempat menghela nafas, gempa susulan 6.8 SR pun terjadi di Yogyakarta, Senin 7 September 2009, jelang tengah malam (23.13). Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, pusat gempa di 263 kilometer Tenggara Wonosari. Lokasi gempa tepatnya di 10.33 LS, 110.62 BT dengan kedalaman 35 KM. Begitu 'sayangnya' Allah kepada kita.

Bagi seorang muslim yang beriman, kita selalu meyakini bahwa bencana ini adalah ujian sekaligus mungkin juga murka dari Allah SWT yang telah tertulis di Lauh Mahfuzh, jauh sebelum Allah menciptakannya, bukan sekedar faktor alam semata (QS. al Hadiid 2). Tiada hidup tanpa cobaan sekalipun kita sudah merasa beriman, dan tidak ada hidup tanpa perjuangan (QS. Al-Ankabut 2). Manusia akan dicoba dalam hidupnya, baik berupa keburukan atau kebaikan (QS al-Anbiya 35), untuk mengetahui siapa yang benar dan siapa yang dusta (QS. Al-Ankabut 3) dan untuk mengetahui siapa yang paling baik amalnya: (QS al Mulk 1-2).
Gempa telah terjadi sejak zaman Nabi. Bencana gempa telah menimpa antara lain ummat Nabi Shalih, Nabi Syu’aib (kaum Madyan) dan Nabi Musa. Karena kelalaiannya dan mendustakan Nabinya ketiga ummat Nabi tersebut diguncang gempa yang dahsyat (QS. Al-Ankabut 37, al-A’raaf 155). Sudah menjadi ketetapan Allah apa akibatnya bila satu ummat menginkari dan mendustakan Nabi-Nya:

وَمَا أَرْسَلْنَا فِي قَرْيَةٍ مِّن نَّبِيٍّ إِلاَّ أَخَذْنَا أَهْلَهَا بِالْبَأْسَاء وَالضَّرَّاء لَعَلَّهُمْ يَضَّرَّعُونَ

Kami tidaklah mengutus seorang Nabi pun kepada sesuatu negeri lalu penduduknya mendustakan Nabi itu, melainkan Kami timpakan kepada penduduknya kesempitan dan penderitaan supaya mereka tunduk dengan merendahkan diri.

Itulah sikap yang dipertontonkan umat-umat terdahulu yang tidak mau mengimani akan keesaan Allah SWT, mendustakan Nabi-Nya dan berbuat dzalim ketika telah diselamatkan dari bencana.

Teman, tidaklah pantas kita berperilaku sekularistik yang menganggap tidak ada hubungan antara praktik keagamaan dengan gempa bumi itu dan mengatakan hal itu sekedar fenomena alam terjadinya penunjaman lempeng Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia. Sebagian pakar memang menyatakan bahwa benua dan lautan ‘duduk’ di atas lempeng atau kepingan yang sangat besar. Ia bergerak dengan kecepatan 1-12 centimeter setiap tahun. Lempeng yang diduduki benua Australia sedang bergerak ke arah utara dengan kecepatan sekitar 6 cm per tahun. Kalau ini berlanjut maka akhirnya—setelah sekian lama—ia dapat mengimpit kepulauan Nusantara kita yang kini terletak antara Benua Australia dan Benua Asia. Contohnya sangat nyata. Jauh sebelum ini, lebih kurang lima juta tahun yang lalu, jazirah Arab bergerak memisahkan diri dari Afrika dan membentuk Laut Merah. Hasil rekaman satelit menginformasikan, jazirah Arab beserta gunung-gunungnya bergerak mendekati Iran beberapa centimeter setiap tahunnya. Semua terjadi atas kehendak dan kuasa-Nya.

Musibah beruntun dan memakan korban serta kerugian yang sangat besar itu semestinya mengusik nurani kita. Masih lekatkah arogansi dalam diri kita? Masih adakah ruang dalam kalbu kita untuk mengambil sikap tawadhu’ di hadapan Allah yang Maha Kuasa, mencari hikmah di balik musibah itu? Allah yang Maha Kuasa pasti sedang menjewer bangsa kita agar tidak terlalu jauh menyeleweng dari rel agama yang benar.

Masih ingatkah kisah tenggelamnya kapal Titanic pada malam 14-15 April 1912? Lebih dari 1500 penumpangnya tewas. Pembuatnya demikian yakin akan kehebatan dan kemegahan kapal itu, sampai-sampai konon ia berkata: “Tuhan pun tidak akan kuasa menenggelamkannya”. Sikap durhaka dan arogansinya itulah yang membuat murka Allah sehingga kapal itu menabrak gunung es, salah satu tanda keagungan ciptaan-Nya.

Ramadhan yang penuh maghfirah ini, sangat baik untuk meningkatkan perenungan tentang berbagai masalah yang kita hadapi. Sebagai orang yang beriman, kita semua harus bisa membaca apa yang tersurat di balik yang tersirat.

Picture: Courtesy www.kompas.com

Selasa, 01 September 2009

SUFI dan Air Mata


Yunan Hilmu al-Anshary

Saat bertafakur, pada suatu malam, tiba-tiba sang sufi melelehkan air matanya, kemudian berlanjut dengan dialog menarik. Sang sufi bertanya, “wahai air mata, mengapa engkau mengucur dari mataku?”. Air mata menjawab, “saya keluar dari tubuhmu lewat matamu karena saya tidak tahan atas panas yang ditorehkan oleh hatimu.” Sang sufi bertanya lagi, “mengapa hatiku dapat mengeluarkan panas sehingga engkau merasa tidak betah berada dalam tubuhku?” Apa yang menyebabkan hatiku menjadi terasa panas? Maka air mata menjawab, “ketahuilah wahai saudaraku, hatimu menjadi panas karena engkau melakukan banyak dosa dan berbuat maksiat. Setiap kali seorang hamba Allah melakukan dosa atau kemaksiatan, sesungguhnya hatinya menjadi panas. Semakin sering melakukan dosa dan kemungkaran, semakin panas pula hati atau kalbumu. Itulah sebabnya saya keluar dari ragamu karena kau telah melakukan dosa dan maksiat.”

Sang sufi semakin tertunduk dan tenggelam dalam tafakurnya seraya bertanya, bagaimana caranya supaya tidak terjebak lagi dalam dosa dan kemaksiatan? Berkatalah air mata: “sesungguhnya dunia yang fana ini selalu menjebak anak cucu Adam yang tidak sanggup memahami hakikat keduniaan yang seringkali mengandung racun yang sangat berbahaya.” Sang air mata lalu menceriterakan kehidupan dunia tak ubahnya seekor ular yang kelihatan lembut dan mungkin warnanya indah. Tetapi dalam dirinya bersemayam racun yang dapat mematikan siapapun yang tidak berhati-hati dalam menghadapinya.

Demikian pula dunia, yang sesungguhnya juga kelihatan indah dan selalu memukau mereka yang tidak memiliki visi yang jauh dari wawasan keduniaan sehingga banyak hamba Allah yang terkena racun dunia kemudian tergelincir dalam berbagai tindak kemaksiatan.

Teman, kisah di atas hanyalah imajinasi dari kaum sufi sendiri yang ingin mengingatkan kita semua agar selalu berhati-hati menghadapi godaan dan jebakan dunia. Bila tidak hati-hati dia dapat menjerumuskan dalam musibah berkepanjangan. Nabi pernah mengatakan bahwa neraka itu selalu diselimuti dengan hal-hal yang selalu menimbulkan syahwat dan hawa nafsu. Sementara surga diliputi hal-hal yang sering tidak disukai oleh manusia. Ceritera itu memang sekedar mengambarkan kaitan antara manusia dengan kebendaan yang selalu sangat dekat, bahkan sangat erat. Al-Quran pun menyatakan bahwa sesungguhnya manusia amat sangat menyukai harta benda.(QS. Ali Imran: 14).

Pada konteks inilah kita diperintahkan oleh Allah SWT untuk menguji kecintaan kita kepada harta benda bukan sebagai cinta buta. Tetapi diperingatkan agar menggunakannya sesuai dengan tujuan-tujuan luhur. Bahkan dalam harta yang kita miliki itu ada hak yang harus dikeluarkan untuk mereka yang berhak menerima, yang dinamakan zakat dan infak. (QS. Adz-Dzariyaat: 19).

Ramadhan adalah bulan yang sangat utama untuk berinfaq dan bersedekah, bahkan menunaikan zakat. Semua itu untuk tazkiyah atau pemurnian harta dan pembersihan diri kita di mata Allah. Ayuk kita tunaikan infak dan Zakat. Jangan biarkan penyesalan hadir ketika di akhirat kelak, sebab bila ajal kita tiba, tidak bisa lagi kita minta penangguhan dari Allah SWT, supaya kita dapat berinfak, agar kita termasuk kelompok orang yang shalih.

وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَىٰ أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ
وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللَّهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَاوَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Dan berinfaklah kamu sekalian dari apa yang kami rizkikan kepada kamu, sebelum datang kepada seseorang di antara kamu, maut. Tuhanku! Mengapa tidak Engkau tangguhkan daku kepada suatu ajal yang terdekat supaya aku bersedekah dan supaya termasuk aku dalam golongan orang-orang yang shalih? Dan sekali-kali tidaklah Allah akan menangguhkan seseorang apabila ajalnya sudah datang. Dan Allah sangatlah mengenal apa yang kamu kerjakan.”
(QS. Al-Munafiqun: 10–11).


salam ta'dzim utk: MAR

Minggu, 30 Agustus 2009

ISTIGHFAR Dan Jangan Nistakan Diri


Yunan Hilmy al-Anshary

Bulan ramadhan merupakan fasilitas yang diberikan Allah Subhanahu wa ta'ala kepada ummat Islam yang beriman untuk mensucikan diri dari segala dosa karena bulan itu penuh dengan maghfirah atau ampunan.

Siapapun kita pasti pernah berbuat salah dan dosa, pun seorang yang bertaqwa. Rasulullah SAW sendiri pernah menyatakan bahwa “manusia itu tempatnya lupa dan salah”. Bahkan al-Quran pun menyatakan, orang bertakwa mungkin saja dalam rentang kehidupannya dapat tergelincir ke lembah dosa, atau juga menganiaya diri sendiri. Orang bertakwa yang dijamin masuk sorga mungkin sekali dalam kehidupannya pernah terpeleset melakukan perbuatan yang tergolong fahisyah, yakni dosa besar yang menjijikkan (riba’, zina, nge-drug, menghina orang, dll) yang mudharatnya dapat mengimbas ke pihak lain. Namun bila terpeleset melakukan dosa, ia segera bangkit dan memohon ampun dari Allah SWT. Tidak ‘terlena’ dengan kesesatannya itu. (QS. Ali Imran:135)

Bukan tidak mungkin pula seorang yang bertaqwa pernah lupa sehingga berbuat aniaya kepada dirinya sendiri. Berbuat nekat secara terus menerus melakukan perbuatan yang destruktif pada diri sendiri, meski sadar bahwa perbuatan itu termasuk dosa. Begitu sadar bahwa yang dilakukannya termasuk larangan agama, kaum bertaqwa segera berhenti total dan tidak lagi mengulangi perbuatan dosa yang sama itu serta memohon ampun. Yang dimintai ampun tentu hanyalah Allah semata, karena siapatah yang dapat memberi maghfirah atau ampunan kecuali Allah?

Itulah bedanya antara orang yang bertaqwa (muttaqin) dengan orang yang tidak bertaqwa. Muttaqin ketika terjebak dalam suatu dosa, ia segera lari kepada Allah. Tidak kepada sesama makhluk, apapun nama dan jenisnya: dukun, tukang ramal, lelembut, etc.,etc. Mengapa? karena Allah-lah sumber pengampunan segala dosa.

Berbanding terbalik dengan orang yang tidak bertaqwa. Orang yang tidak mendapat hidayah atau bimbingan Allah cenderung akan semakin addicted, mencandu dalam lembah dosanya. Orang yang sudah tergantung kepada Napza (narkotik dan psikotropika), dia akan lakukan apapun meski harus kriminal untuk memenuhi ‘kebutuhannya’. Seorang yang sudah menjadikan judi sebagai darah dagingnya akan semakin menjadi-jadi meski harus jatuh bangkrut karena terbenam dalam perankap judi. Bagi orang yang gampang mengumbar hawa nafsunya, womanizer, bukannya taubat tapi terus tidak puas dengan berbagai eksperimennya. Seorang yang korup akut, sama saja. Dia akan terus tenggelam dalam kerakusannya. Na’udzubillahi min dzalika. Tanpa sinar hidayah dari Allah mereka sulit dapat membebaskan diri dari penjara syahwat.

Al-Quran sudah sangat tepat menggambarkan watak muttaqin, bila terjerembab jerat dosa, apapun jenisnya, insya Allah segera mampu melepaskan diri dan kembali kepada petunjuk Allah.

Teman, senyampang masih ada kesempatan ketemu dengan Ramadhan nan mubarok ini, saatnya kita membersihkan hati kita dengan banyak-banyak istighfar kepada Allah. Melakukan pertaubatan puncak untuk tidak lagi nistakan diri dan tidak mengulanginya.

astaghfirullah al-‘adzim wa atuubu ilaih.

Jumat, 28 Agustus 2009

Puasa Itu JUNNAH



Yunan Hilmy al-Anshary

ash-shiyamu junnatun” demikian sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Puasa itu perisai, tameng. Lalu, sejauh mana kekuatan perisai itu dapat membentengi orang yang berpuasa?

Kekuatan dan macam perisai tergantung bagaimana kita memosisikan diri dalam berpuasa. Imam al-Ghozali membagi tiga tingkatan orang berpuasa. Pertama, puasa orang awam. Yaitu menahan diri dari makan, minum dan hubungan seksual pada siang hari di bulan ramadhan. Puasa ini akan membentuk pribadi yang sehat karena akan menata kembali ketidakteraturan makan, minum dan hubungan persebadanan di luar ramadhan. Kata Rasul, “Shȗmu tashihhu.” Berpuasalah niscaya kalian akan sehat.

Kedua, puasa khusus. Yaitu menahan diri dari makan, minum dan hubungan seksual pada siang hari di bulan ramadhan ditambah menahan diri dari pandangan, pendengaran, lisan, tangan, kaki dan seluruh anggota badan dari perbuatan maksiat. Puasa tingkatan kedua ini akan membentuk pribadi yang sehat secara fisik dan juga sehat spiritual. Kata Rasul,”Tidurnya orang berpuasa itu ibadah dan nafashnya adalah tasbih.”
Seluruh anggota tubuh menundukkan diri hanya kepada Allah. Mata tidak mau memandang hal-hal yang ‘kotor’, telinga hanya mau mendengar yang dihalalkan, tangan hanya mau memegang yang dibolehkan dan meninggalkan yang dilarang, kaki hanya mau melangkah ke tempat yang diperintahkan dan menjauh dari langkah yang diharamkan. Semua gerakannya adalah ibadah.

Ketiga, puasa khusus al-khusus. Yaitu menahan dari semua yang telah disebutkan di atas diiringi dengan puasa hati dari segala gerak hati yang negatif. Misalnya orientasi material, akhlak tercela, pikiran keduniaan dan menahan diri dari segala bentuk pemikiran selain Allah swt dan kehidupan akhirat. Puasa ini dilakukan oleh pada Nabi, syuhada, shiddiqqin dan al-muqarrabin.

Nah, kalau posisi kita ada pada tingkatan pertama, maka perisai hanya mampu menahan diri dari tiga kebutuhan fisik di atas. Bila tingkatan kita berada pada level kedua, maka perisai akan mampu menahan diri dari gangguan fisik dan psikis, sekaligus membentuk pribadi bertakwa secara paripurna. Apabila posisi kita pada tataran ketiga, maka kita akan mampu mempunyai perisai seperti Rasulullah saw. Sabda Nabi saw: “Ash-shiyamu junnatun wa hishnu hashînun minannâr” (HR. Ahmad dan Baihaqi). Puasa itu perisai dan beteng dari sentuhan api neraka.

Ketika puasa benar-benar menjadi perisai bagi kita, terlebih jika mampu menjadi perisai bagi tingkatan kedua atau ketiga, insya Allah kita telah memperoleh derajat takwa. Saat itulah kita baru merasakan manisnya iman.

So, kita mau pilih yang mana?
Masih banyak waktu bagi kita untuk menggapai yang terbaik. Selamat menjalankan shaum ramadhan, teman!

Jumat, 21 Agustus 2009

Tuntunan Ibadah Pada Bulan RAMADHAN



Disusun Oleh:
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah


PERSIAPAN

1. Dituntunkan agar setiap Muslim dan Muslimah mempersiapkan diri pribadi baik secara lahir maupun batin, dan memperbanyak melakukan puasa sunat di bulan Sya‘ban, berdasarkan hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِي اللهُ عَنْهَا قَالَتْ ... مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ. [متفق عليه].

Artinya: “Dari ‘Aisyah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: ... Saya tidak pernah melihat Rasulullah saw berpuasa sebulan penuh selain bulan Ramadhan. Juga saya tidak pernah melihat beliau banyak berpuasa kecuali di bulan Sya‘ban. [Muttafaq ‘Alaih].

2. Melakukan pengkondisian Ramadhan pada bulan Sya‘ban di lingkungan masyarakat, rumah dan masjid-masjid dengan memperbanyak informasi dan kajian tentang Tuntunan Ibadah Ramadhan.
3. Mempersiapkan sarana dan prasarana kegiatan di bulan Ramadhan, seperti sound system yang memadai, mempersiapkan dan membersihkan tempat wudhu, air wudhu, kotak-kotak infaq, peralatan ta‘jil, dan lain-lain.
4. Kebersihan, baik di dalam masjid maupun di lingkungan sekitarnya.
5. Pengaturan shaf dan keamanan
6. Jadwal mu'adzin, imam, penceramah dan penjemputannya.
7. Mempersiapkan tempat shalat ‘Idul Fitri, Imam/Khatib dan penjemputannya.
8. Membentuk ‘Amil Zakat, untuk memungut dan membagikannya serta mempersiapkan peralatannya.

TUNTUNAN SHIYAM

1. Pengertian Shiyam (Puasa)

a. Shiyam menurut bahasa: menahan diri dari sesuatu.
b. Shiyam menurut istilah: menahan diri dari makan, minum, hubungan seksual suami isteri dan segala yang membatalkan sejak dari terbit fajar hingga terbenam matahari dengan niat karena Allah.

Dasar keharusan niat berpuasa karena Allah:
Firman Allah SWT:

وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا اللهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ ... [البينة (98): 5].

Artinya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus …” [QS. Al-Bayyinah (98): 5].

Hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اَ ْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى... [أخرجه البخاري، كتاب الإيمان].

Artinya: “Dari Umar r.a. (diriwayatkan) bahwa Rasulullah saw bersabda: Semua perbuatan ibadah harus dengan niat, dan setiap orang tergantung kepada niatnya …” [Ditakhrijkan oleh Al-Bukhariy, Kitab al-Iman].

Hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ حَفْصَة أُمِّ اْلمُؤْمِنِيْنَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ. [رواه الخمسة، الصنعاني، 2، 153].

Artinya: “Dari Hafshah Ummul Mu'minin r.a. (diriwayatkan bahwa) Nabi saw bersabda: Barangsiapa tidak berniat puasa di malam hari sebelum fajar, maka tidak sah puasanya.” [Ditakhrijkan oleh Al-Khamsah, lihat Ash-Shan‘aniy, II, 153].

2. Jumlah Hari Shiyam

a. Shiyam dimulai pada tanggal 1 bulan Ramadhan dan diakhiri pada tanggal terakhir bulan Ramadhan (29 hari atau 30 hari, tergantung pada kondisi bulan tersebut). Untuk itu, maka harus mengetahui awal bulan Ramadhan.
b. Dasar keharusan mengetahui awal bulan Ramadhan:

Firman Allah SWT:

هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ. [يونس (10): 5].

Artinya: “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu).” [QS. Yunus (10): 5]

Hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِينَ. [رواه البخاري ومسلم].

Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Puasalah karena melihat hilal dan berbukalah karena melihatnya, apabila kamu terhalang penglihatanmu oleh awan, maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban tiga puluh hari.” [HR. al-Bukhari, dan Muslim].

Hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَي النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّي رَأَيْتُ الْهِلاَلَ فَقَالَ أَتَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ قَالَ نَعَمْ قَالَ أَتَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ قَالَ نَعَمْ قَالَ يَا بِلاَلُ أَذِّنْ فِي النَّاسِ فَلْيَصُوْمُوْا غَدًا. [رواه ابن حبان والدارقطنى والبيهقى والحاكم].

Artinya: “Dari Ibnu Abbas r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Datanglah seorang Badui kepada Nabi saw seraya katanya: Saya telah melihat hilal. Beliau bersabda: Maukah kamu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah? Ia berkata: Ya. Nabi saw bersabda: Maukah kamu bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah? Ia berkata: Ya. Bersabdalah Nabi saw: Hai Bilal, umumkanlah kepada semua orang supaya mereka besok berpuasa.” [HR. Ibnu Hibban, Ad-Daruquthni, Al-Baihaqi, dan Al-Hakim].

Hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوْا لَهُ. [رواه الشيخان والنسائى وابن ماجه]

Artinya: “Dari Ibnu Umar r.a. dari Rasulullah saw, (diriwayatkan bahwa) beliau bersabda: Bila kamu melihatnya (hilal) maka berpuasalah, dan bila kamu melihatnya maka berbukalah (berlebaranlah). Dan jika penglihatanmu tertutup oleh awan maka kira-kirakanlah bulan itu.” [HR. Asy-Syaikhani, An-Nasa'i, dan Ibnu Majah].

DASAR KEWAJIBAN SHIYAM RAMADHAN

Firman Allah SWT:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ. [البقرة (2): 183].

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” [QS. Al-Baqarah (2): 183].

Hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ عَبْدِ اللهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَحَجِّ الْبَيْتِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ. [رواه البخاري ومسلم واللفظ له، والترمذي والنسائي وأحمد].

Artinya: “Dari ‘Abdullah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Islam dibangun di atas lima dasar, yakni bersaksi bahwa tidak ada tuhan melainkan Allah; mendirikan shalat; menunaikan zakat; mengerjakan haji; dan berpuasa pada bulan Ramadhan.” [HR al-Bukhari, Muslim, at-Turmudzi, an-Nasa’i, dan Ahmad, dan lafal ini adalah lafal Muslim].

ORANG YANG DIWAJIBKAN DAN YANG TIDAK DIWAJIBKAN

1. Orang yang diwajibkan berpuasa Ramadhan
Orang yang diwajibkan berpuasa Ramadhan adalah semua muslimin dan muslimat yang mukallaf. Dasarnya adalah hadits Abdullah di atas.
2. Orang yang tidak diwajibkan berpuasa Ramadhan, dan wajib mengganti puasanya di luar bulan Ramadhan adalah perempuan yang mengalami haidl dan nifas di bulan Ramadlan. Para ulama telah sepakat bahwa hukum nifas dalam hal puasa sama dengan haidl. Dasarnya adalah:
Hadits Nabi Muhammad saw:

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ قُلْنَا بَلَى. [رواه البخاري].

Artinya: “Rasulullah saw bersabda: Bukankah wanita itu jika sedang haidl, tidak shalat dan tidak berpuasa? Mereka menjawab: Ya.” [HR. Al-Bukhariy].

Hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ عَائِشَةَ كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ. [رواه مسلم].

Artinya: “‘Aisyah r.a. berkata: Kami pernah kedatangan hal itu [haid], maka kami diperintahkan mengqadla puasa dan tidak diperintahkan mengqadla shalat.” [HR. Muslim].

ORANG YANG DIBERI KERINGANAN DAN YANG BOLEH MENINGGALKAN SHIYAM

1. Orang yang diberi keringanan (dispensasi) untuk tidak berpuasa, dan wajib mengganti (mengqadla) puasanya di luar bulan Ramadhan:
a. Orang yang sakit biasa di bulan Ramadhan.
b. Orang yang sedang bepergian (musafir).

Dasarnya adalah:

Firman Allah SWT:
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ... [البقرة (2): 184].

Artinya: “Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain ...” [QS. Al-Baqarah (2): 184].

Sabda Nabi Muhammad saw:
إِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ قَالَ: إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِ الصَّوْمَ وَشَطْرَ الصَّلاَةِ وَعَنِ الْحَامِلِ أَوِ الْمُرْضِعِ الصَّوْمَ. [رواه الخمسة].

Artinya: “Bahwa Rasulullah saw bersabda: Sungguh Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Mulia telah membebaskan puasa dan separo shalat bagi orang yang bepergian, dan membebaskan pula dari puasa orang hamil dan orang yang menyusui.” [HR. Al-Khamsah].

2. Orang yang boleh meninggalkan puasa dan menggantinya dengan fidyah 1 mud (0,5 kg) atau lebih makanan pokok, untuk setiap hari.
a. Orang yang tidak mampu berpuasa, misalnya karena tua dan sebagainya.
b. Orang yang sakit menahun.
c. Perempuan hamil.
d. Perempuan yang menyusui.

Dasarnya adalah:
Firman Allah SWT:

وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ... [البقرة (2): 184].

Artinya: “Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” [QS. Al-Baqarah (2): 184].

Hadits Nabi Muhammad saw:

إِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ قَالَ: إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِ الصَّوْمَ وَشَطْرَ الصَّلاَةِ وَعَنِ الْحَامِلِ أَوِ الْمُرْضِعِ الصَّوْمَ. [رواه الخمسة].

Artinya: “Bahwa Rasulullah saw bersabda: Sungguh Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Mulia telah membebaskan puasa dan separo shalat bagi orang yang bepergian, dan membebaskan pula dari puasa orang hamil dan orang yang menyusui.” [HR. Al-Khamsah].

HAL-HAL YANG MEMBATALKAN SHIYAM DAN SANKSINYA

1. Makan dan minum di siang hari pada bulan Ramadhan, puasanya batal, dan wajib menggantinya di luar bulan Ramadhan.
Allah SWT berfirman:

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ اْلأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ... [البقرة (2): 187].

Artinya: “Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar ...” [QS. Al-Baqarah (2): 187].

2. Senggama suami-isteri di siang hari pada bulan Ramadhan; puasanya batal, dan wajib mengganti puasanya di luar bulan Ramadhan, dan wajib membayar kifarah berupa: memerdekakan seorang budak; kalau tidak mampu harus berpuasa 2 (dua) bulan berturut-turut; kalau tidak mampu harus memberi makan 60 orang miskin, setiap orang 1 mud makanan pokok. Dalam suatu hadits disebutkan sebagai berikut:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللهِ هَلَكْتُ قَالَ مَا لَكَ قَالَ وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِي وَأَنَا صَائِمٌ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَلْ تَجِدُ رَقَبَةً تُعْتِقُهَا قَالَ لاَ قَالَ فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ قَالَ لاَ فَقَالَ فَهَلْ تَجِدُ إِطْعَامَ سِتِّينَ مِسْكِينًا قَالَ لاَ قَالَ فَمَكَثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَيْنَا نَحْنُ عَلَى ذَلِكَ أُتِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِعَرَقٍ فِيهَا تَمْرٌ وَالْعَرَقُ الْمِكْيَالُ قَالَ أَيْنَ السَّائِلُ فَقَالَ أَنَا قَالَ خُذْهَا فَتَصَدَّقْ بِهِ فَقَالَ الرَّجُلُ أَعَلَى أَفْقَرَ مِنِّي يَا رَسُولَ اللهِ فَوَاللهِ مَا بَيْنَ لاَبَتَيْهَا يُرِيدُ الْحَرَّتَيْنِ أَهْلُ بَيْتٍ أَفْقَرُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي فَضَحِكَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى بَدَتْ أَنْيَابُهُ ثُمَّ قَالَ أَطْعِمْهُ أَهْلَكَ. [رواه البخاري]

Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Ketika kami sedang duduk di hadapan Nabi saw, tiba-tiba datanglah seorang laki-laki, lalu berkata: Hai Rasulullah, celakah aku. Beliau berkata: Apa yang menimpamu? Ia berkata: Aku mengumpuli isteriku di bulan Ramadhan sedang aku berpuasa. Maka bersabdalah Rasulullah saw: Apakah engkau dapat menemukan budak yang engkau merdekakan? Ia menjawab: Tidak. Nabi bersabda: Mampukah kamu berpuasa dua bulan berturut-turut? Ia menjawab: Tidak. Nabi bersabda: Mampukah engkau memberi makan enam puluh orang miskin? Ia menjawab: Tidak. Abu Hurairah berkata: Orang itu berdiam di hadapan Nabi saw. Ketika kami dalam situasi yang demikian, ada seseorang yang memberikan sekeranjang kurma (keranjang adalah takaran), Nabi saw bertanya: Dimana orang yang bertanya tadi? Orang itu menyahut: Aku (di sini). Maka bersabdalah beliau: Ambillah ini dan sedekahkanlah. Ia berkata: Apakah aku sedekahkan kepada orang yang lebih miskin daripada aku, hai Rasulullah. Demi Allah, tidak ada di antara kedua benteng-kedua bukit hitam kota Madinah ini keluarga yang lebih miskin daripada keluargaku. Maka tertawalah Rasulullah saw hingga nampak gigi taringnya, kemudian bersabda: Berikanlah makanan itu kepada keluargamu.” [HR. Al-Bukhariy].


MASALAH ORANG YANG LUPA

Orang yang makan atau minum karena lupa di siang hari pada bulan Ramadhan, dalam keadaan berpuasa, tidaklah batal puasanya, dan harus meneruskan puasanya tanpa adanya sanksi apapun. Dalam suatu hadits disebutkan sebagai berikut:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمٌ فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللهُ وَسَقَاهُ. [رواه الجماعة].

Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa lupa sedang ia berpuasa, lalu makan dan minum, maka sempurnakanlah puasanya, karena sesungguhnya Allahlah yang memberi makan dan minum itu kepadanya.” [HR. Al-Jama‘ah].

HAL-HAL YANG HARUS DIJAUHI SELAMA SHIYAM

1. Berkata atau melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, seperti: berbohong, memfitnah, menipu, berkata kotor, mencaci maki, membuat gaduh, mengganggu orang lain, berkelahi, dan segala perbuatan yang tercela menurut ajaran Islam.
Dasarnya adalah:

Hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ. [رواه الخمسة].

Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a. (diriwayatkan bahwa ia berkata: Rasulullah saw telah bersabda: Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan bohong dan suka mengerjakannya, maka Allah tidak memandang perlu orang itu meninggalkan makan dan minumnya.” [HR. Al-Khamsah].

Hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ يَوْمَئِذٍ وَلاَ يَسْخَبْ فَإِنْ شَاتَمَهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ. [رواه البخاري ومسلم].

Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Bersabda Rasulullah saw: Jika seseorang di antara kamu berpuasa, maka janganlah berkata kotor pada hari itu, dan janganlah berbuat gaduh. Jika dimarahi oleh seseorang atau dimusuhinya, hendaklah ia berkata: ‘saya sedang berpuasa’.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim].

2. Berkumur atau istinsyaq secara berlebihan. Dasarnya adalah hadits Nabi saw:

عَنْ لَقِيطِ بْنِ صَبُرَةَ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ أَخْبِرْنِي عَنْ الْوُضُوءِ قَالَ أَسْبِغِ الْوُضُوءَ وَخَلِّلْ بَيْنَ اْلأَصَابِعِ وَبَالِغْ فِي اْلاِسْتِنْشَاقِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ صَائِمًا. [رواه الخمسة].

Artinya: “Dari Laqith bin Saburah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Saya berkata: Hai Rasulullah terangkanlah kepadaku tentang wudlu. Rasulullah saw bersabda: Ratakanlah air wudlu dan sela-selailah jari-jarimu, dan keraskanlah dalam menghirup air dalam hidung, kecuali jika engkau sedang berpuasa.” [HR. Al-Khamsah].

3. Mencium isteri di siang hari, jika tidak mampu menahan syahwat. Dasarnya adalah hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُ وَهُوَ صَائِمٌ وَيُبَاشِرُ وَهُوَ صَائِمٌ وَلَكِنَّهُ كَانَ أَمْلَكَكُمْ ِلإِرْبِهِ. [رواه الجماعة والنسائى].

Artinya: “Dari Aisyah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Pernah Rasulullah saw mencium dan merangkul saya dalam keadaan berpuasa. Tetapi beliau adalah orang yang paling mampu menahan nafsunya.” [HR. Al-Jama‘ah dan An-Nasa'i].

AMALAN YANG DIANJURKAN SELAMA SHIYAM

1. Mengerjakan Qiyamul-Lail (Shalat Tarawih). Dasarnya adalah hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُرَغِّبُهُمْ فِي قِيَامِ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَأْمُرَهُمْ فِيهِ بِعَزِيمَةٍ فَيَقُولُ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ. [رواه الشيخان].

Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw menganjurkan (shalat) qiyami Ramadhan kepada mereka (para shahabat), tanpa perintah wajib. Beliau bersabda: Barangsiapa mengerjakan (shalat) qiyami Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim].

2. Mengakhirkan makan di waktu sahur. Dasarnya adalah hadits Nabi saw:

عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ كُنْتُ أَتَسَحَّرُ فِيْ أَهْلِيْ ثُمَّ تَكُوْنُ سُرْعَتِيْ أَنْ أُدْرِكَ السُّجُوْدَ مَعَ رَسُوْلِ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ [رواه البخاري ، كتاب الصيام ، باب تأخير السحور] .

Artiunya: Dari Sahl Ibnu Sa‘ad r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Saya makan sahur di keluarga saya, kemudian saya berangkat terburu-buru sehingga saya mendapatkan sujud (pada shalat subuh) bersama Rasulullah saw [HR al-Bukhary, dalam Kitab ash-Shiyam Bab Ta’khir as-Sahur].

عَنْ أَبِيْ ذَرٍّ قَالَ قَالَ رَسٍوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لاَ تَزَالُ أُمَّتِيْ بِخَيْرٍ ماَ عَجَّلُوْا اْلإِفْطَارَ وَأَخَّرُوْا السَّحُوْرَ [رواه أحمد]

Artinya: “Dari Abu Dzarr (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Umatku senantiasa dalam keadaan baik selama mereka menyegerakan berbuka dan menta’khirkan sahur” [HR Ahmad]. Menyegerakan berbuka sebelum shalat Maghrib (ta‘jil). Dasarnya adalah hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ. [متفق عليه].

Artinya: “Dari Sahl bin Sa‘ad (diriwayatkan bahwa) Rasulullah saw bersabda: Orang akan selalu baik (sehat) apabila segera berbuka.” [Muttafaq ‘Alaih].

3. Menyegerakan berbuka sebelum shalat Maghrib (ta‘jil). Dasarnya adalah hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ. [متفق عليه].

Artinya: “Dari Sahl bin Sa‘ad (diriwayatkan bahwa) Rasulullah saw bersabda: Orang akan selalu baik (sehat) apabila menyegerakan berbuka.” [Muttafaq ‘Alaih].

4. Berdoa ketika berbuka puasa, dengan doa yang dituntunkan yang menunjukkan kepada rasa syukur kepada Allah SWT. Misalnya do’a Ddzahazh zhama’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatil ajru insya Allah, atau Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthartu. Hal ini diterangkan dalam hadis-hadis berikut:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَفْطَرَ قَالَ ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ. [رواه أبو داود].

Artinya: “Dari Ibnu Umar r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Apabila Rasulullah saw berbuka, beliau berdoa: Dahabazh zhama’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatil ajru insya Allah [Hilanglah rasa haus dan basahlah urat-urat (badan) dan insya Allah mendapatkan pahala]” [HR. Abu Dawud].

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم إِذَا صَامَ أَفْطَرَ قَالَ اَللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ [رواه ابن أبي شيبة ، وأبو داود والبيهقي في شعب الإيمان] .

Artinya: “Dari abu Hurairah (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Adalah nabi saw apabila berpuasa, beliau berbuka. Beliau mengucapkan Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizkika afthartu [Ya Allah untukmulah aku berpuasa dan karena rezkimulah aku berbuka] [HR Ibnu Abu Syaibah, juga diriwayatkan oleh Abu Dawud dan al-Baihaqy dalam Syu‘abul-´iman].

5. Memperbanyak shadaqah dan mempelajari/membaca Al-Qur'an.

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ بِالْخَيْرِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنْ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ. [متفق عليه].

Artinya: “Dari Ibnu Abbas r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw adalah orang yang paling dermawan, apalagi pada bulan Ramadhan, ketika ditemui oleh Malaikat Jibril pada setiap malam pada bulan Ramadhan, dan mengajaknya membaca dan mempelajari Al-Qur'an. Ketika ditemui Jibril, Rasulullah adalah lebih dermawan daripada angin yang ditiupkan.” [Muttafaq ‘Alaih].

6. Mendekatkan diri kepada Allah dengan cara i‘tikaf di masjid, terutama pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah saw.

عَنْ بْنِ عُمَرَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْتَكِفُ فِي الْعَشْرِ اْلأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ. [متفق عليه].

Artinya: “Dari Ibnu Umar r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw selalu beri‘tikaf pada sepuluh hari yang penghabisan di bulan Ramadhan.” [Muttafaq ‘Alaih].

TUNTUNAN QIYAMUL-LAIL (Shalat Tarawih)

1. Pengertian Qiyamul-Lail (Shalat Tarawih)
Qiyamul-Lail (Shalat Tarawih) ialah shalat sunnat malam pada bulan Ramadhan.
2. Waktu Qiyamul-Lail (Shalat Tarawih)
Adapun waktunya ialah sesudah shalat ‘Isya hingga fajar (sebelum dating waktu Shubuh), sebagaimana disebutkan dalam hadits
Nabi Muhammad saw:

عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِيمَا بَيْنَ أَنْ يَفْرُغَ مِنْ صَلاَةِ الْعِشَاءِ وَهِيَ الَّتِي يَدْعُو النَّاسُ الْعَتَمَةَ إِلَى الْفَجْرِ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً. [رواه مسلم].

Artinya: “Dari ‘Aisyah r.a. isteri Nabi saw (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw selalu mengerjakan shalat (malam) pada waktu antara selesai shalat ‘Isya, yang disebut orang "‘atamah" hingga fajar, sebanyak sebelas rakaat.” [HR. Muslim].

3. Pelaksanaan Qiyamul-Lail (Shalat Tarawih)

a. Qiyamul-Lail (Shalat Tarawih) sebaiknya dikerjakan secara berjama‘ah, baik di masjid, mushalla, ataupun di rumah, dan dapat pula dikerjakan sendiri-sendiri. Apabila dikerjakan secara berjama‘ah, maka harus diatur dengan baik dan teratur, sehingga menimbulkan rasa khusyu‘ dan tenang serta khidmat; shaf laki-laki dewasa di bagian depan, anak-anak dibelakangnya, kemudian wanita di shaf paling belakang. Kalau perlu dapat diberi tabir, untuk menghindari saling memandang antara laki-laki dan wanita.
Dasarnya adalah:
Hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ الْقَارِيِّ أَنَّهُ قَالَ خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ لَيْلَةً فِي رَمَضَانَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ وَيُصَلِّي الرَّجُلُ فَيُصَلِّي بِصَلاَتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ إِنِّي أَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلاَءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ أَمْثَلَ ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلاَةِ قَارِئِهِمْ قَالَ عُمَرُ نِعْمَ الْبِدْعَةُ هَذِهِ ... [رواه البخاري].

Artinya: “Dari ‘Abdir-Rahman bin ‘Abdil-Qari, (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Saya keluar bersama Umar ibnul-Khathab r.a. di suatu malam pada bulan Ramadhan ke masjid, ketika itu manusia berkelompok-kelompok terpisah-pisah, ada seorang laki-laki yang mengerjakan shalat sendirian, ada pula seorang laki-laki yang sedang melakukan shalat kemudian sekelompok orang mengikuti shalatnya, lalu berkatalah Umar: Seandainya saya kumpulkan mereka untuk mengikuti satu adalah lebih utama. Kemudian setelah memantapkan niatnya, ia mengumpulkan mereka agar mengikuti Ubay bin Ka‘ab (sebagai imamnya). Kemudian saya keluar bersama Umar pada malam yang lain, dan manusia sedang mengerjakan shalat mengikuti shalat imam mereka. Lalu berkatalah Umar: Alangkah baik bid‘ah ini …” [HR. Al-Bukhariy].

2) Hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ صَلَّيْتُ أَنَا وَيَتِيمٌ فِي بَيْتِنَا خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأُمِّي أُمُّ سُلَيْمٍ خَلْفَنَا. [رواه البخاري].

Artinya: “Dari Anas ibn Malik r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Saya mendirikan shalat di rumah saya bersama anak yatim di belakang Nabi saw, sedang ibuku, Ummu Sulaim di belakang kami.” [HR. Al-Bukhari].

b. Qiyamul-Lail (Shalat Tarawih) dikerjakan dengan 4 raka‘at, 4 raka‘at tanpa tasyahud awal, dan 3 raka‘at witir tanpa tasyahud awal, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ عَائِشَةَ حِيْنَ سُئِلَتْ عَنْ صَلاَةِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ قَالَتْ مَا كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلاَ فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلاَثاً [رواه البخاري ومسلم].

Artinya: “Dari ‘Aisyah (diriwayatkan bahwa) ketika ia ditanya mengenai shalat Rasulullah saw di bulan Ramadan. Aisyah menjawab: Nabi saw tidak pernah melakukan shalat sunnat di bulan Ramadan dan bulan lainnya lebih dari sebelas rakaat. Beliau shalat empat rakaat dan jangan engkau tanya bagaimana bagus dan indahnya. kemudian beliau shalat lagi empat rakaat, dan jangan engkau tanya bagaimana indah dan panjangnya. Kemudian beliau shalat tiga rakaat.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim].

c. Sebelum mengerjakan Qiyamul-Lail, disunnatkan mengerjakan shalat sunat dua raka‘at ringan (Shalat Iftitah), sebagaimana dijelaskan dalam hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ مِنْ اللَّيْلِ فَلْيَفْتَتِحْ صَلاَتَهُ بِرَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ. [رواه مسلم وأحمد وأبو داود].

Artinya: “Dari Abu Hurairah dari Nabi saw, (diriwayatkan bahwa) beliau bersabda: Jika salah satu di antara kamu mengerjakan qiyamul-lail, hendaklah ia membuka (mengerjakan) shalatnya dengan shalat dua rakaat ringan.” [HR. Muslim, Ahmad, dan Abu Dawud].

d. Bacaan surat yang dibaca setelah membaca Al-Fatihah pada 3 raka‘at shalat witir, menurut Rasulullah saw adalah sebagai berikut: Pada raka‘at pertama membaca surat Al-A‘la, pada raka‘at kedua membaca surat Al-Kafirun, dan pada raka‘at ketiga membaca surat Al-Ikhlash. Dalam hadits Nabi disebutkan sebagai berikut:

عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْرَأُ فِي الرَّكْعَةِ اْلأُولَى مِنْ الْوِتْرِ بِسَبِّحْ اسْمَ رَبِّكَ اْلأَعْلَى وَفِي الثَّانِيَةِ بِقُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ وَفِي الثَّالِثَةِ بِقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ. [رواه النسائى والترمذى وابن ماجه].

Artinya: “Dari Ubay bin Ka‘ab (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Bahwa Nabi saw pada shalat witir pada rakaat yang pertama selalu membaca Sabbihisma Rabbikal-A‘laa, dan pada rakaat yang kedua membaca Qul Yaa Ayyuhal-Kaafiruun, dan pada rakaat yang ketiga membaca Qul Huwallaahu Ahad.” [HR. An-Nasa'i, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah].

e. Setelah selesai 3 raka‘at shalat witir, disunatkan membaca doa dengan suara nyaring:

سُبْحَانَ اْلمَلِكِ اْلقُدُّوسِ.

Artinya: “Maha Suci Allah Yang Maha Merajai dan Yang Maha Bersih.”

Dibaca tiga kali, dan membaca:

رَبُّ اْلمَلاَئِكَةِ وَالرُّوْحِ.

Artinya: “Yang Menguasai para Malaikat dan Ruh/Jibril.”

Berdasarkan hadis:

عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم إِذِا سَلَّمَ فِيْ اْلوِتْرِ قَالَ سُبْحَانَ اْلمَلِكِ اْلقُدُّوْسِ [رواه أبو داود].

Artinya: “Dari Ubayy Ibnu Ka‘ab (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Adalah Rasulullah saw membaca Sub¥±nal-Malikil-Qudd­s [Maha Suci Allah Yang Maha Merajai dan Yang Maha Bersih]” [HR Ab­ Dawud].

عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ كَانَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم يُوْتِرُ بِسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ اْلأَعْلَى وَقُلْ يَا أَيُّهَا اْلكَافِرُوْنَ وَقُلْ هُوَ الله أَحَدٌ وَإِذَا سَلَّمَ قَالَ سُبْحَانَ اْلمَلِكِ اْلقُدُّوْسِ ثَلاَثَ مَرَاتٍ وَمَدَّ بِاْلأَخِيْرَةِ صَوْتَهُ وَيَقُوْلُ رَبِّ اْلمَلاَئِكَةِ وَالرُّوْحِ [رواه الطبراني في المعدم الأوسط] .

Artinya: “Dari Ubayy Ibnu Ka‘ab (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Adalah Rasulullah saw melakukan witir dengan membaca Sabbihis—marabbikal-a‘la, qul ya ayyuhal-kafir­n dan qul huwallahu ahad; dan apabila selesai salam ia membaca Subhanal-Malikil-Qudd­s [Maha Suci Allah Yang Maha Merajai dan Yang Maha Bersih] tiga kali dan menyaringkan suaranya dengan yang ketiga, serta mengucapkan rabbul-mal±’ikati war-r­¥ [Tuhan Malaikat dan ruh]” [HR ath-Thabarani, di dalam al-Mu‘jam al-Ausath].

TUNTUNAN IDUL FITRI

1. Memperbanyak takbir pada malam Hari Raya ‘Idul Fitri, sejak matahari terbenam, hingga esok, ketika shalat ‘Id dimulai. Dasarnya adalah firman Allah SWT:

وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ. [البقرة (2): 185].

Artinya: “Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” [QS. Al-Baqarah (2): 185].

2. Sebelum berangkat ke tempat shalat, hendaklah memakai pakaian yang terbaik yang dimilikinya, memakai wangi-wangian, makan secukupnya. Pada waktu berangkat shalat hendaklah selalu membaca takbir. Dan pada waktu pulang hendaklah mengambil jalan lain ketika berangkat. Semua kaum muslimin dan muslimat dianjurkan mendatangi tempat shalat untuk mendengarkan khutbah. Para wanita yang sedang haidl cukup mendengarkan khutbah, tidak mengerjakan shalat. Dasar-dasarnya adalah:

Hadits Nabi Muhammad saw:

عَنِ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَمَرَناَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ العِيْدَيْنِ أَنْ نَلْبَسَ أَجْوَدَ ماَ نَجِدُ وَأَنْ نَتَطَيَّبَ بِأَجْوَدِ ماَ نَجِدُ وَأَنْ نُضَحِّيَ بِأَسْمَنِ ماَ نَجِدُ. [رواه الحاكم].

Artinya: “Dari Anas r.a. (iriwayatkan bahwa) Rasulullah saw menyuruh kami pada dua hari raya [Idul Fitri dan Idul Adlha] agar memakai pakaian yang terbaik yang kami miliki, memakai wangi-wangian yang terbaik, dan menyembelih binatang yang paling gemuk.” [HR. Al-Hakim].

Hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَرَجَ إِلَى الْعِيدَيْنِ يَرْجِعُ فِي غَيْرِ الطَّرِيقِ الَّذِي خَرَجَ فِيهِ. [رواه أحمد ومسلم].

Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw apabila keluar ke tempat shalat dua Hari Raya, pulangnya selalu mengambil jalan lain dari ketika beliau keluar.” [HR. Ahmad dan Muslim].

Hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ مِنَ السُّنَّةِ أَنْ يَخْرُجَ إِلَى الْعِيدِ مَاشِيًا وَأَنْ يَأْكُلَ شَيْئًا قَبْلَ أَنْ يَخْرُجَ. [رواه الترمذي].

Artinya: “Dari ‘Ali r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Termasuk sunnah Nabi, pergi ke tempat shalat ‘Id dengan berjalan kaki dan makan sedikit sebelum keluar.” [HR at-Tirmidzi].

Hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ أَمَرَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُخْرِجَهُنَّ فِي الْفِطْرِ وَاْلأَضْحَى الْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ فَأَمَّا الْحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلاَةَ وَيَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ إِحْدَانَا لاَ يَكُونُ لَهَا جِلْبَابٌ قَالَ لِتُلْبِسْهَا أُخْتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا. [رواه الجماعة].

Artinya: “Dari Ummu ‘Athiyyah (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw memerintahkan kami supaya menyuruh mereka keluar pada hari Idul Fitri dan Idul Adlha: yaitu semua gadis remaja, wanita sedang haid dan wanita pingitan. Adapun wanita-wanita sedang haid supaya tidak memasuki lapangan tempat shalat, tetapi menyaksikan kebaikan hari raya itu dan panggilan kaum Muslimin. Aku bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana salah seorang kami yang tidak mempunyai baju jilbab? Rasulullah menjawab: Hendaklah temannya meminjaminya baju kurungnya.” [HR. Al-Jama‘ah].

3. Lafadz Takbir

Lafadz takbir untuk Hari Raya adalah:

اَللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ.

Dasarnya adalah hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ سَلْماَنَ قَالَ: كَبِّرُوْا اَللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا . وَجَاءَ عَنْ عُمَرَ وَاْبنِ مَسْعُوْدٍ: اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ. [رواه عبد الرزاق بسند صحيح].

Artinya: “Dari Salman (dilaporkan bahwa) ia berkata: Bertakbirlah dengan: Allaahu akbar, Allaahu akbar kabiiran. Dan dari Umar dan Ibnu Mas‘ud (dilaporkan): Allaahu akbar, Allaahu akbar, laa ilaaha illallaahu wallaahu akbar, Allaahu akbar wa lillaahil-hamd.” [HR. ‘Abdur-Razzaq, dengan sanad shahih].

4. Zakat Fitri

Zakat fitri diwajibkan kepada setiap orang muslim/muslimah, tua muda, dan anak kecil, yang pada menjelang Hari Raya mempunyai kelebihan makanan pokok. Zakat fitri berupa makanan pokok sebanyak 1 sha‘ (± 2,5 kg). Zakat fitri ditunaikan pada akhir Ramadhan, dan selambat-lambatnya sebelum shalat ‘Id dilaksanakan. Apabila zakat tersebut ditunaikan sesudah shalat ‘Id, maka berubah menjadi shadaqah biasa. Sebaiknya zakat fitri dikumpulkan pada Panitia Zakat (Amil Zakat), agar dapat dibagikan secara merata dan teratur.
Adapun tujuan zakat fitri ialah untuk membersihkan orang yang berpuasa dari dosa-dosanya, karena ketika berpuasa, baik sengaja maupun tidak sengaja, telah melakukan hal-hal yang dilarang oleh Syari‘ah, dan juga untuk menyantuni para fakir miskin.
Dalam hadits Nabi saw disebutkan sebagai berikut:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ فَرَضَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ. [رواه أبو دادود وابن ماجه].

Artinya: “Dari Ibnu Abbas r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw telah mewajibkan zakat fitri untuk mensucikan diri orang yang berpuasa dari perkataan yang sia-sia dan kotor serta untuk memberi makan kepada orang-orang miskin. Barang siapa yang menunaikannya sebelum shalat ‘Id, maka itu adalah zakat yang diterima, dan barang siapa yang menunaikannya sesudah shalat ‘Id, maka itu hanyalah sekedar sedekah.” [HR. Abu Dawud, Ibnu Majah].
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى كُلِّ نَفْسٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ أَوْ رَجُلٍ أَوِ امْرَأَةٍ صَغِيرٍ أَوْ كَبِيرٍ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ. [رواه مسلم].

Artinya. “Dari Abdullah Ibnu Umar r.a. (diriwayatkan bahwa) Rasulullah saw telah mewajibkan zakat fitri pada bulan Ramadhan atas setiap jiwa orang Muslim, baik merdeka ataupun budak, laki-laki ataupun wanita, kecil ataupun besar, sebanyak satu sha' kurma atau gandum. [HR. Muslim].

5. Shalat dan Khutbah ‘Idul Fitri

a. Shalat Idul Fitri dikerjakan secara berjama‘ah di tanah lapang. Jumlah rakaat shalat Idul Fitri adalah dua rakaat, dengan tujuh kali takbir setelah takbiratul ihram pada rakaat pertama, dan lima kali takbir pada rakaat kedua. Dasar-dasarnya adalah:

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَاْلأَضْحَى إِلَى الْمُصَلَّى فَأَوَّلُ شَيْءٍ يَبْدَأُ بِهِ الصَّلاَةُ ... [رواه البخاري].

Artinya: “Dari Abu Sa‘id al-Khudri (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Nabi Muhammad saw selalu keluar pada hari Idul Fitri dan hari Idul Adlha menuju lapangan, lalu hal pertama yang ia lakukan adalah shalat ...” [HR. Al-Bukhari].

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ يَوْمَ أَضْحَى أَوْ فِطْرٍ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ لَمْ يُصَلِّ قَبْلَهَا وَلاَ بَعْدَهَا...[أخرجه السبعة].

Artinya: “Dari Ibnu Abbas (diriwayatkan) bahwasanya Rasulullah saw pada hari Idul Adlha atau Idul Fitri keluar, lalu shalat dua rakaat, dan tidak mengerjakan shalat apapun sebelum maupun sesudahnya. [Ditakhrijkan oleh tujuh ahli hadis].

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُكَبِّرُ فِي الْعِيدَيْنِ سَبْعًا وَخَمْسًا قَبْلَ الْقِرَاءَةِ. [رواه أحمد].

Artinya: “Dari Aisyah (diriwayatkan bahwa) Rasulullah saw pada shalat dua hari raya bertakbir tujuh kali dan lima kali sebelum membaca (al-Fatihah dan surat). [HR Ahmad].

b. Khutbah Idul Fitri dikerjakan satu kali sesudah melaksanakan shalat Idul Fitri, dimulai dengan bacaan hamdalah. Dasarnya adalah:

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَاْلأَضْحَى إِلَى الْمُصَلَّى فَأَوَّلُ شَيْءٍ يَبْدَأُ بِهِ الصَّلاَةُ ثُمَّ يَنْصَرِفُ فَيَقُومُ مُقَابِلَ النَّاسِ وَالنَّاسُ جُلُوسٌ عَلَى صُفُوفِهِمْ فَيَعِظُهُمْ وَيُوصِيهِمْ وَيَأْمُرُهُمْ فَإِنْ كَانَ يُرِيدُ أَنْ يَقْطَعَ بَعْثًا قَطَعَهُ أَوْ يَأْمُرَ بِشَيْءٍ أَمَرَ بِهِ ثُمَّ يَنْصَرِفُ. [متفق عليه].

Artinya: “Dari Abu Sa‘id al-Khudri (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw keluar pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adlha menuju lapangan tempat shalat, maka hal pertama yang dia lakukan adalah shalat, kemudian manakala selesai beliau berdiri menghadap orang banyak yang tetap duduk dalam saf-saf mereka, lalu Nabi saw menyampaikan nasehat dan pesan-pesan dan perintah kepada mereka; lalu jika beliau hendak memberangkatkan angkatan perang atau hendak memerintahkan sesuatu beliau laksanakan, kemudia lalu beliau pulang. [HR. Muttafaq ‘Alaih].

عَنْ جَابِرٍ قَالَ شَهِدْتُ الصَّلاَةَ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي يَوْمِ عِيدٍ فَبَدَأَ بِالصَّلاَةِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلاَ إِقَامَةٍ فَلَمَّا قَضَى الصَّلاَةَ قَامَ مُتَوَكِّئًا عَلَى بِلاَلٍ فَحَمِدَ اللهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَوَعَظَ النَّاسَ وَذَكَّرَهُمْ وَحَثَّهُمْ عَلَى طَاعَتِهِ ... [رواه النسائي].

Artinya: “Dari Jabir (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Saya menghadiri shalat pada suatu hari raya bersama Rasulullah saw: sebelum khutbah beliau memulai dengan shalat tanpa azan dan tanpa qamat. Lalu manakala selesai shalat beliau berdiri dengan bersandar kepada Bilal. Lalu ia bertahmid dan memuji Allah, menyampaikan nasehat dan peringatan untuk jamaah, serta mendorong mereka supaya patuh kepada-Nya ... [HR. an-Nasa’i].