Minggu, 30 Agustus 2009

ISTIGHFAR Dan Jangan Nistakan Diri


Yunan Hilmy al-Anshary

Bulan ramadhan merupakan fasilitas yang diberikan Allah Subhanahu wa ta'ala kepada ummat Islam yang beriman untuk mensucikan diri dari segala dosa karena bulan itu penuh dengan maghfirah atau ampunan.

Siapapun kita pasti pernah berbuat salah dan dosa, pun seorang yang bertaqwa. Rasulullah SAW sendiri pernah menyatakan bahwa “manusia itu tempatnya lupa dan salah”. Bahkan al-Quran pun menyatakan, orang bertakwa mungkin saja dalam rentang kehidupannya dapat tergelincir ke lembah dosa, atau juga menganiaya diri sendiri. Orang bertakwa yang dijamin masuk sorga mungkin sekali dalam kehidupannya pernah terpeleset melakukan perbuatan yang tergolong fahisyah, yakni dosa besar yang menjijikkan (riba’, zina, nge-drug, menghina orang, dll) yang mudharatnya dapat mengimbas ke pihak lain. Namun bila terpeleset melakukan dosa, ia segera bangkit dan memohon ampun dari Allah SWT. Tidak ‘terlena’ dengan kesesatannya itu. (QS. Ali Imran:135)

Bukan tidak mungkin pula seorang yang bertaqwa pernah lupa sehingga berbuat aniaya kepada dirinya sendiri. Berbuat nekat secara terus menerus melakukan perbuatan yang destruktif pada diri sendiri, meski sadar bahwa perbuatan itu termasuk dosa. Begitu sadar bahwa yang dilakukannya termasuk larangan agama, kaum bertaqwa segera berhenti total dan tidak lagi mengulangi perbuatan dosa yang sama itu serta memohon ampun. Yang dimintai ampun tentu hanyalah Allah semata, karena siapatah yang dapat memberi maghfirah atau ampunan kecuali Allah?

Itulah bedanya antara orang yang bertaqwa (muttaqin) dengan orang yang tidak bertaqwa. Muttaqin ketika terjebak dalam suatu dosa, ia segera lari kepada Allah. Tidak kepada sesama makhluk, apapun nama dan jenisnya: dukun, tukang ramal, lelembut, etc.,etc. Mengapa? karena Allah-lah sumber pengampunan segala dosa.

Berbanding terbalik dengan orang yang tidak bertaqwa. Orang yang tidak mendapat hidayah atau bimbingan Allah cenderung akan semakin addicted, mencandu dalam lembah dosanya. Orang yang sudah tergantung kepada Napza (narkotik dan psikotropika), dia akan lakukan apapun meski harus kriminal untuk memenuhi ‘kebutuhannya’. Seorang yang sudah menjadikan judi sebagai darah dagingnya akan semakin menjadi-jadi meski harus jatuh bangkrut karena terbenam dalam perankap judi. Bagi orang yang gampang mengumbar hawa nafsunya, womanizer, bukannya taubat tapi terus tidak puas dengan berbagai eksperimennya. Seorang yang korup akut, sama saja. Dia akan terus tenggelam dalam kerakusannya. Na’udzubillahi min dzalika. Tanpa sinar hidayah dari Allah mereka sulit dapat membebaskan diri dari penjara syahwat.

Al-Quran sudah sangat tepat menggambarkan watak muttaqin, bila terjerembab jerat dosa, apapun jenisnya, insya Allah segera mampu melepaskan diri dan kembali kepada petunjuk Allah.

Teman, senyampang masih ada kesempatan ketemu dengan Ramadhan nan mubarok ini, saatnya kita membersihkan hati kita dengan banyak-banyak istighfar kepada Allah. Melakukan pertaubatan puncak untuk tidak lagi nistakan diri dan tidak mengulanginya.

astaghfirullah al-‘adzim wa atuubu ilaih.

Jumat, 28 Agustus 2009

Puasa Itu JUNNAH



Yunan Hilmy al-Anshary

ash-shiyamu junnatun” demikian sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Puasa itu perisai, tameng. Lalu, sejauh mana kekuatan perisai itu dapat membentengi orang yang berpuasa?

Kekuatan dan macam perisai tergantung bagaimana kita memosisikan diri dalam berpuasa. Imam al-Ghozali membagi tiga tingkatan orang berpuasa. Pertama, puasa orang awam. Yaitu menahan diri dari makan, minum dan hubungan seksual pada siang hari di bulan ramadhan. Puasa ini akan membentuk pribadi yang sehat karena akan menata kembali ketidakteraturan makan, minum dan hubungan persebadanan di luar ramadhan. Kata Rasul, “Shȗmu tashihhu.” Berpuasalah niscaya kalian akan sehat.

Kedua, puasa khusus. Yaitu menahan diri dari makan, minum dan hubungan seksual pada siang hari di bulan ramadhan ditambah menahan diri dari pandangan, pendengaran, lisan, tangan, kaki dan seluruh anggota badan dari perbuatan maksiat. Puasa tingkatan kedua ini akan membentuk pribadi yang sehat secara fisik dan juga sehat spiritual. Kata Rasul,”Tidurnya orang berpuasa itu ibadah dan nafashnya adalah tasbih.”
Seluruh anggota tubuh menundukkan diri hanya kepada Allah. Mata tidak mau memandang hal-hal yang ‘kotor’, telinga hanya mau mendengar yang dihalalkan, tangan hanya mau memegang yang dibolehkan dan meninggalkan yang dilarang, kaki hanya mau melangkah ke tempat yang diperintahkan dan menjauh dari langkah yang diharamkan. Semua gerakannya adalah ibadah.

Ketiga, puasa khusus al-khusus. Yaitu menahan dari semua yang telah disebutkan di atas diiringi dengan puasa hati dari segala gerak hati yang negatif. Misalnya orientasi material, akhlak tercela, pikiran keduniaan dan menahan diri dari segala bentuk pemikiran selain Allah swt dan kehidupan akhirat. Puasa ini dilakukan oleh pada Nabi, syuhada, shiddiqqin dan al-muqarrabin.

Nah, kalau posisi kita ada pada tingkatan pertama, maka perisai hanya mampu menahan diri dari tiga kebutuhan fisik di atas. Bila tingkatan kita berada pada level kedua, maka perisai akan mampu menahan diri dari gangguan fisik dan psikis, sekaligus membentuk pribadi bertakwa secara paripurna. Apabila posisi kita pada tataran ketiga, maka kita akan mampu mempunyai perisai seperti Rasulullah saw. Sabda Nabi saw: “Ash-shiyamu junnatun wa hishnu hashînun minannâr” (HR. Ahmad dan Baihaqi). Puasa itu perisai dan beteng dari sentuhan api neraka.

Ketika puasa benar-benar menjadi perisai bagi kita, terlebih jika mampu menjadi perisai bagi tingkatan kedua atau ketiga, insya Allah kita telah memperoleh derajat takwa. Saat itulah kita baru merasakan manisnya iman.

So, kita mau pilih yang mana?
Masih banyak waktu bagi kita untuk menggapai yang terbaik. Selamat menjalankan shaum ramadhan, teman!

Jumat, 21 Agustus 2009

Tuntunan Ibadah Pada Bulan RAMADHAN



Disusun Oleh:
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah


PERSIAPAN

1. Dituntunkan agar setiap Muslim dan Muslimah mempersiapkan diri pribadi baik secara lahir maupun batin, dan memperbanyak melakukan puasa sunat di bulan Sya‘ban, berdasarkan hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِي اللهُ عَنْهَا قَالَتْ ... مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ. [متفق عليه].

Artinya: “Dari ‘Aisyah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: ... Saya tidak pernah melihat Rasulullah saw berpuasa sebulan penuh selain bulan Ramadhan. Juga saya tidak pernah melihat beliau banyak berpuasa kecuali di bulan Sya‘ban. [Muttafaq ‘Alaih].

2. Melakukan pengkondisian Ramadhan pada bulan Sya‘ban di lingkungan masyarakat, rumah dan masjid-masjid dengan memperbanyak informasi dan kajian tentang Tuntunan Ibadah Ramadhan.
3. Mempersiapkan sarana dan prasarana kegiatan di bulan Ramadhan, seperti sound system yang memadai, mempersiapkan dan membersihkan tempat wudhu, air wudhu, kotak-kotak infaq, peralatan ta‘jil, dan lain-lain.
4. Kebersihan, baik di dalam masjid maupun di lingkungan sekitarnya.
5. Pengaturan shaf dan keamanan
6. Jadwal mu'adzin, imam, penceramah dan penjemputannya.
7. Mempersiapkan tempat shalat ‘Idul Fitri, Imam/Khatib dan penjemputannya.
8. Membentuk ‘Amil Zakat, untuk memungut dan membagikannya serta mempersiapkan peralatannya.

TUNTUNAN SHIYAM

1. Pengertian Shiyam (Puasa)

a. Shiyam menurut bahasa: menahan diri dari sesuatu.
b. Shiyam menurut istilah: menahan diri dari makan, minum, hubungan seksual suami isteri dan segala yang membatalkan sejak dari terbit fajar hingga terbenam matahari dengan niat karena Allah.

Dasar keharusan niat berpuasa karena Allah:
Firman Allah SWT:

وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا اللهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ ... [البينة (98): 5].

Artinya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus …” [QS. Al-Bayyinah (98): 5].

Hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اَ ْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى... [أخرجه البخاري، كتاب الإيمان].

Artinya: “Dari Umar r.a. (diriwayatkan) bahwa Rasulullah saw bersabda: Semua perbuatan ibadah harus dengan niat, dan setiap orang tergantung kepada niatnya …” [Ditakhrijkan oleh Al-Bukhariy, Kitab al-Iman].

Hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ حَفْصَة أُمِّ اْلمُؤْمِنِيْنَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ. [رواه الخمسة، الصنعاني، 2، 153].

Artinya: “Dari Hafshah Ummul Mu'minin r.a. (diriwayatkan bahwa) Nabi saw bersabda: Barangsiapa tidak berniat puasa di malam hari sebelum fajar, maka tidak sah puasanya.” [Ditakhrijkan oleh Al-Khamsah, lihat Ash-Shan‘aniy, II, 153].

2. Jumlah Hari Shiyam

a. Shiyam dimulai pada tanggal 1 bulan Ramadhan dan diakhiri pada tanggal terakhir bulan Ramadhan (29 hari atau 30 hari, tergantung pada kondisi bulan tersebut). Untuk itu, maka harus mengetahui awal bulan Ramadhan.
b. Dasar keharusan mengetahui awal bulan Ramadhan:

Firman Allah SWT:

هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ. [يونس (10): 5].

Artinya: “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu).” [QS. Yunus (10): 5]

Hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِينَ. [رواه البخاري ومسلم].

Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Puasalah karena melihat hilal dan berbukalah karena melihatnya, apabila kamu terhalang penglihatanmu oleh awan, maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban tiga puluh hari.” [HR. al-Bukhari, dan Muslim].

Hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَي النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّي رَأَيْتُ الْهِلاَلَ فَقَالَ أَتَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ قَالَ نَعَمْ قَالَ أَتَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ قَالَ نَعَمْ قَالَ يَا بِلاَلُ أَذِّنْ فِي النَّاسِ فَلْيَصُوْمُوْا غَدًا. [رواه ابن حبان والدارقطنى والبيهقى والحاكم].

Artinya: “Dari Ibnu Abbas r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Datanglah seorang Badui kepada Nabi saw seraya katanya: Saya telah melihat hilal. Beliau bersabda: Maukah kamu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah? Ia berkata: Ya. Nabi saw bersabda: Maukah kamu bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah? Ia berkata: Ya. Bersabdalah Nabi saw: Hai Bilal, umumkanlah kepada semua orang supaya mereka besok berpuasa.” [HR. Ibnu Hibban, Ad-Daruquthni, Al-Baihaqi, dan Al-Hakim].

Hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوْا لَهُ. [رواه الشيخان والنسائى وابن ماجه]

Artinya: “Dari Ibnu Umar r.a. dari Rasulullah saw, (diriwayatkan bahwa) beliau bersabda: Bila kamu melihatnya (hilal) maka berpuasalah, dan bila kamu melihatnya maka berbukalah (berlebaranlah). Dan jika penglihatanmu tertutup oleh awan maka kira-kirakanlah bulan itu.” [HR. Asy-Syaikhani, An-Nasa'i, dan Ibnu Majah].

DASAR KEWAJIBAN SHIYAM RAMADHAN

Firman Allah SWT:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ. [البقرة (2): 183].

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” [QS. Al-Baqarah (2): 183].

Hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ عَبْدِ اللهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَحَجِّ الْبَيْتِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ. [رواه البخاري ومسلم واللفظ له، والترمذي والنسائي وأحمد].

Artinya: “Dari ‘Abdullah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Islam dibangun di atas lima dasar, yakni bersaksi bahwa tidak ada tuhan melainkan Allah; mendirikan shalat; menunaikan zakat; mengerjakan haji; dan berpuasa pada bulan Ramadhan.” [HR al-Bukhari, Muslim, at-Turmudzi, an-Nasa’i, dan Ahmad, dan lafal ini adalah lafal Muslim].

ORANG YANG DIWAJIBKAN DAN YANG TIDAK DIWAJIBKAN

1. Orang yang diwajibkan berpuasa Ramadhan
Orang yang diwajibkan berpuasa Ramadhan adalah semua muslimin dan muslimat yang mukallaf. Dasarnya adalah hadits Abdullah di atas.
2. Orang yang tidak diwajibkan berpuasa Ramadhan, dan wajib mengganti puasanya di luar bulan Ramadhan adalah perempuan yang mengalami haidl dan nifas di bulan Ramadlan. Para ulama telah sepakat bahwa hukum nifas dalam hal puasa sama dengan haidl. Dasarnya adalah:
Hadits Nabi Muhammad saw:

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ قُلْنَا بَلَى. [رواه البخاري].

Artinya: “Rasulullah saw bersabda: Bukankah wanita itu jika sedang haidl, tidak shalat dan tidak berpuasa? Mereka menjawab: Ya.” [HR. Al-Bukhariy].

Hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ عَائِشَةَ كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ. [رواه مسلم].

Artinya: “‘Aisyah r.a. berkata: Kami pernah kedatangan hal itu [haid], maka kami diperintahkan mengqadla puasa dan tidak diperintahkan mengqadla shalat.” [HR. Muslim].

ORANG YANG DIBERI KERINGANAN DAN YANG BOLEH MENINGGALKAN SHIYAM

1. Orang yang diberi keringanan (dispensasi) untuk tidak berpuasa, dan wajib mengganti (mengqadla) puasanya di luar bulan Ramadhan:
a. Orang yang sakit biasa di bulan Ramadhan.
b. Orang yang sedang bepergian (musafir).

Dasarnya adalah:

Firman Allah SWT:
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ... [البقرة (2): 184].

Artinya: “Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain ...” [QS. Al-Baqarah (2): 184].

Sabda Nabi Muhammad saw:
إِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ قَالَ: إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِ الصَّوْمَ وَشَطْرَ الصَّلاَةِ وَعَنِ الْحَامِلِ أَوِ الْمُرْضِعِ الصَّوْمَ. [رواه الخمسة].

Artinya: “Bahwa Rasulullah saw bersabda: Sungguh Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Mulia telah membebaskan puasa dan separo shalat bagi orang yang bepergian, dan membebaskan pula dari puasa orang hamil dan orang yang menyusui.” [HR. Al-Khamsah].

2. Orang yang boleh meninggalkan puasa dan menggantinya dengan fidyah 1 mud (0,5 kg) atau lebih makanan pokok, untuk setiap hari.
a. Orang yang tidak mampu berpuasa, misalnya karena tua dan sebagainya.
b. Orang yang sakit menahun.
c. Perempuan hamil.
d. Perempuan yang menyusui.

Dasarnya adalah:
Firman Allah SWT:

وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ... [البقرة (2): 184].

Artinya: “Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” [QS. Al-Baqarah (2): 184].

Hadits Nabi Muhammad saw:

إِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ قَالَ: إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِ الصَّوْمَ وَشَطْرَ الصَّلاَةِ وَعَنِ الْحَامِلِ أَوِ الْمُرْضِعِ الصَّوْمَ. [رواه الخمسة].

Artinya: “Bahwa Rasulullah saw bersabda: Sungguh Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Mulia telah membebaskan puasa dan separo shalat bagi orang yang bepergian, dan membebaskan pula dari puasa orang hamil dan orang yang menyusui.” [HR. Al-Khamsah].

HAL-HAL YANG MEMBATALKAN SHIYAM DAN SANKSINYA

1. Makan dan minum di siang hari pada bulan Ramadhan, puasanya batal, dan wajib menggantinya di luar bulan Ramadhan.
Allah SWT berfirman:

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ اْلأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ... [البقرة (2): 187].

Artinya: “Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar ...” [QS. Al-Baqarah (2): 187].

2. Senggama suami-isteri di siang hari pada bulan Ramadhan; puasanya batal, dan wajib mengganti puasanya di luar bulan Ramadhan, dan wajib membayar kifarah berupa: memerdekakan seorang budak; kalau tidak mampu harus berpuasa 2 (dua) bulan berturut-turut; kalau tidak mampu harus memberi makan 60 orang miskin, setiap orang 1 mud makanan pokok. Dalam suatu hadits disebutkan sebagai berikut:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللهِ هَلَكْتُ قَالَ مَا لَكَ قَالَ وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِي وَأَنَا صَائِمٌ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَلْ تَجِدُ رَقَبَةً تُعْتِقُهَا قَالَ لاَ قَالَ فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ قَالَ لاَ فَقَالَ فَهَلْ تَجِدُ إِطْعَامَ سِتِّينَ مِسْكِينًا قَالَ لاَ قَالَ فَمَكَثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَيْنَا نَحْنُ عَلَى ذَلِكَ أُتِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِعَرَقٍ فِيهَا تَمْرٌ وَالْعَرَقُ الْمِكْيَالُ قَالَ أَيْنَ السَّائِلُ فَقَالَ أَنَا قَالَ خُذْهَا فَتَصَدَّقْ بِهِ فَقَالَ الرَّجُلُ أَعَلَى أَفْقَرَ مِنِّي يَا رَسُولَ اللهِ فَوَاللهِ مَا بَيْنَ لاَبَتَيْهَا يُرِيدُ الْحَرَّتَيْنِ أَهْلُ بَيْتٍ أَفْقَرُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي فَضَحِكَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى بَدَتْ أَنْيَابُهُ ثُمَّ قَالَ أَطْعِمْهُ أَهْلَكَ. [رواه البخاري]

Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Ketika kami sedang duduk di hadapan Nabi saw, tiba-tiba datanglah seorang laki-laki, lalu berkata: Hai Rasulullah, celakah aku. Beliau berkata: Apa yang menimpamu? Ia berkata: Aku mengumpuli isteriku di bulan Ramadhan sedang aku berpuasa. Maka bersabdalah Rasulullah saw: Apakah engkau dapat menemukan budak yang engkau merdekakan? Ia menjawab: Tidak. Nabi bersabda: Mampukah kamu berpuasa dua bulan berturut-turut? Ia menjawab: Tidak. Nabi bersabda: Mampukah engkau memberi makan enam puluh orang miskin? Ia menjawab: Tidak. Abu Hurairah berkata: Orang itu berdiam di hadapan Nabi saw. Ketika kami dalam situasi yang demikian, ada seseorang yang memberikan sekeranjang kurma (keranjang adalah takaran), Nabi saw bertanya: Dimana orang yang bertanya tadi? Orang itu menyahut: Aku (di sini). Maka bersabdalah beliau: Ambillah ini dan sedekahkanlah. Ia berkata: Apakah aku sedekahkan kepada orang yang lebih miskin daripada aku, hai Rasulullah. Demi Allah, tidak ada di antara kedua benteng-kedua bukit hitam kota Madinah ini keluarga yang lebih miskin daripada keluargaku. Maka tertawalah Rasulullah saw hingga nampak gigi taringnya, kemudian bersabda: Berikanlah makanan itu kepada keluargamu.” [HR. Al-Bukhariy].


MASALAH ORANG YANG LUPA

Orang yang makan atau minum karena lupa di siang hari pada bulan Ramadhan, dalam keadaan berpuasa, tidaklah batal puasanya, dan harus meneruskan puasanya tanpa adanya sanksi apapun. Dalam suatu hadits disebutkan sebagai berikut:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمٌ فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللهُ وَسَقَاهُ. [رواه الجماعة].

Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa lupa sedang ia berpuasa, lalu makan dan minum, maka sempurnakanlah puasanya, karena sesungguhnya Allahlah yang memberi makan dan minum itu kepadanya.” [HR. Al-Jama‘ah].

HAL-HAL YANG HARUS DIJAUHI SELAMA SHIYAM

1. Berkata atau melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, seperti: berbohong, memfitnah, menipu, berkata kotor, mencaci maki, membuat gaduh, mengganggu orang lain, berkelahi, dan segala perbuatan yang tercela menurut ajaran Islam.
Dasarnya adalah:

Hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ. [رواه الخمسة].

Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a. (diriwayatkan bahwa ia berkata: Rasulullah saw telah bersabda: Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan bohong dan suka mengerjakannya, maka Allah tidak memandang perlu orang itu meninggalkan makan dan minumnya.” [HR. Al-Khamsah].

Hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ يَوْمَئِذٍ وَلاَ يَسْخَبْ فَإِنْ شَاتَمَهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ. [رواه البخاري ومسلم].

Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Bersabda Rasulullah saw: Jika seseorang di antara kamu berpuasa, maka janganlah berkata kotor pada hari itu, dan janganlah berbuat gaduh. Jika dimarahi oleh seseorang atau dimusuhinya, hendaklah ia berkata: ‘saya sedang berpuasa’.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim].

2. Berkumur atau istinsyaq secara berlebihan. Dasarnya adalah hadits Nabi saw:

عَنْ لَقِيطِ بْنِ صَبُرَةَ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ أَخْبِرْنِي عَنْ الْوُضُوءِ قَالَ أَسْبِغِ الْوُضُوءَ وَخَلِّلْ بَيْنَ اْلأَصَابِعِ وَبَالِغْ فِي اْلاِسْتِنْشَاقِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ صَائِمًا. [رواه الخمسة].

Artinya: “Dari Laqith bin Saburah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Saya berkata: Hai Rasulullah terangkanlah kepadaku tentang wudlu. Rasulullah saw bersabda: Ratakanlah air wudlu dan sela-selailah jari-jarimu, dan keraskanlah dalam menghirup air dalam hidung, kecuali jika engkau sedang berpuasa.” [HR. Al-Khamsah].

3. Mencium isteri di siang hari, jika tidak mampu menahan syahwat. Dasarnya adalah hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُ وَهُوَ صَائِمٌ وَيُبَاشِرُ وَهُوَ صَائِمٌ وَلَكِنَّهُ كَانَ أَمْلَكَكُمْ ِلإِرْبِهِ. [رواه الجماعة والنسائى].

Artinya: “Dari Aisyah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Pernah Rasulullah saw mencium dan merangkul saya dalam keadaan berpuasa. Tetapi beliau adalah orang yang paling mampu menahan nafsunya.” [HR. Al-Jama‘ah dan An-Nasa'i].

AMALAN YANG DIANJURKAN SELAMA SHIYAM

1. Mengerjakan Qiyamul-Lail (Shalat Tarawih). Dasarnya adalah hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُرَغِّبُهُمْ فِي قِيَامِ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَأْمُرَهُمْ فِيهِ بِعَزِيمَةٍ فَيَقُولُ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ. [رواه الشيخان].

Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw menganjurkan (shalat) qiyami Ramadhan kepada mereka (para shahabat), tanpa perintah wajib. Beliau bersabda: Barangsiapa mengerjakan (shalat) qiyami Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim].

2. Mengakhirkan makan di waktu sahur. Dasarnya adalah hadits Nabi saw:

عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ كُنْتُ أَتَسَحَّرُ فِيْ أَهْلِيْ ثُمَّ تَكُوْنُ سُرْعَتِيْ أَنْ أُدْرِكَ السُّجُوْدَ مَعَ رَسُوْلِ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ [رواه البخاري ، كتاب الصيام ، باب تأخير السحور] .

Artiunya: Dari Sahl Ibnu Sa‘ad r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Saya makan sahur di keluarga saya, kemudian saya berangkat terburu-buru sehingga saya mendapatkan sujud (pada shalat subuh) bersama Rasulullah saw [HR al-Bukhary, dalam Kitab ash-Shiyam Bab Ta’khir as-Sahur].

عَنْ أَبِيْ ذَرٍّ قَالَ قَالَ رَسٍوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لاَ تَزَالُ أُمَّتِيْ بِخَيْرٍ ماَ عَجَّلُوْا اْلإِفْطَارَ وَأَخَّرُوْا السَّحُوْرَ [رواه أحمد]

Artinya: “Dari Abu Dzarr (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Umatku senantiasa dalam keadaan baik selama mereka menyegerakan berbuka dan menta’khirkan sahur” [HR Ahmad]. Menyegerakan berbuka sebelum shalat Maghrib (ta‘jil). Dasarnya adalah hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ. [متفق عليه].

Artinya: “Dari Sahl bin Sa‘ad (diriwayatkan bahwa) Rasulullah saw bersabda: Orang akan selalu baik (sehat) apabila segera berbuka.” [Muttafaq ‘Alaih].

3. Menyegerakan berbuka sebelum shalat Maghrib (ta‘jil). Dasarnya adalah hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ. [متفق عليه].

Artinya: “Dari Sahl bin Sa‘ad (diriwayatkan bahwa) Rasulullah saw bersabda: Orang akan selalu baik (sehat) apabila menyegerakan berbuka.” [Muttafaq ‘Alaih].

4. Berdoa ketika berbuka puasa, dengan doa yang dituntunkan yang menunjukkan kepada rasa syukur kepada Allah SWT. Misalnya do’a Ddzahazh zhama’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatil ajru insya Allah, atau Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthartu. Hal ini diterangkan dalam hadis-hadis berikut:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَفْطَرَ قَالَ ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ. [رواه أبو داود].

Artinya: “Dari Ibnu Umar r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Apabila Rasulullah saw berbuka, beliau berdoa: Dahabazh zhama’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatil ajru insya Allah [Hilanglah rasa haus dan basahlah urat-urat (badan) dan insya Allah mendapatkan pahala]” [HR. Abu Dawud].

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم إِذَا صَامَ أَفْطَرَ قَالَ اَللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ [رواه ابن أبي شيبة ، وأبو داود والبيهقي في شعب الإيمان] .

Artinya: “Dari abu Hurairah (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Adalah nabi saw apabila berpuasa, beliau berbuka. Beliau mengucapkan Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizkika afthartu [Ya Allah untukmulah aku berpuasa dan karena rezkimulah aku berbuka] [HR Ibnu Abu Syaibah, juga diriwayatkan oleh Abu Dawud dan al-Baihaqy dalam Syu‘abul-´iman].

5. Memperbanyak shadaqah dan mempelajari/membaca Al-Qur'an.

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ بِالْخَيْرِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنْ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ. [متفق عليه].

Artinya: “Dari Ibnu Abbas r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw adalah orang yang paling dermawan, apalagi pada bulan Ramadhan, ketika ditemui oleh Malaikat Jibril pada setiap malam pada bulan Ramadhan, dan mengajaknya membaca dan mempelajari Al-Qur'an. Ketika ditemui Jibril, Rasulullah adalah lebih dermawan daripada angin yang ditiupkan.” [Muttafaq ‘Alaih].

6. Mendekatkan diri kepada Allah dengan cara i‘tikaf di masjid, terutama pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah saw.

عَنْ بْنِ عُمَرَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْتَكِفُ فِي الْعَشْرِ اْلأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ. [متفق عليه].

Artinya: “Dari Ibnu Umar r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw selalu beri‘tikaf pada sepuluh hari yang penghabisan di bulan Ramadhan.” [Muttafaq ‘Alaih].

TUNTUNAN QIYAMUL-LAIL (Shalat Tarawih)

1. Pengertian Qiyamul-Lail (Shalat Tarawih)
Qiyamul-Lail (Shalat Tarawih) ialah shalat sunnat malam pada bulan Ramadhan.
2. Waktu Qiyamul-Lail (Shalat Tarawih)
Adapun waktunya ialah sesudah shalat ‘Isya hingga fajar (sebelum dating waktu Shubuh), sebagaimana disebutkan dalam hadits
Nabi Muhammad saw:

عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِيمَا بَيْنَ أَنْ يَفْرُغَ مِنْ صَلاَةِ الْعِشَاءِ وَهِيَ الَّتِي يَدْعُو النَّاسُ الْعَتَمَةَ إِلَى الْفَجْرِ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً. [رواه مسلم].

Artinya: “Dari ‘Aisyah r.a. isteri Nabi saw (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw selalu mengerjakan shalat (malam) pada waktu antara selesai shalat ‘Isya, yang disebut orang "‘atamah" hingga fajar, sebanyak sebelas rakaat.” [HR. Muslim].

3. Pelaksanaan Qiyamul-Lail (Shalat Tarawih)

a. Qiyamul-Lail (Shalat Tarawih) sebaiknya dikerjakan secara berjama‘ah, baik di masjid, mushalla, ataupun di rumah, dan dapat pula dikerjakan sendiri-sendiri. Apabila dikerjakan secara berjama‘ah, maka harus diatur dengan baik dan teratur, sehingga menimbulkan rasa khusyu‘ dan tenang serta khidmat; shaf laki-laki dewasa di bagian depan, anak-anak dibelakangnya, kemudian wanita di shaf paling belakang. Kalau perlu dapat diberi tabir, untuk menghindari saling memandang antara laki-laki dan wanita.
Dasarnya adalah:
Hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ الْقَارِيِّ أَنَّهُ قَالَ خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ لَيْلَةً فِي رَمَضَانَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ وَيُصَلِّي الرَّجُلُ فَيُصَلِّي بِصَلاَتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ إِنِّي أَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلاَءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ أَمْثَلَ ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلاَةِ قَارِئِهِمْ قَالَ عُمَرُ نِعْمَ الْبِدْعَةُ هَذِهِ ... [رواه البخاري].

Artinya: “Dari ‘Abdir-Rahman bin ‘Abdil-Qari, (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Saya keluar bersama Umar ibnul-Khathab r.a. di suatu malam pada bulan Ramadhan ke masjid, ketika itu manusia berkelompok-kelompok terpisah-pisah, ada seorang laki-laki yang mengerjakan shalat sendirian, ada pula seorang laki-laki yang sedang melakukan shalat kemudian sekelompok orang mengikuti shalatnya, lalu berkatalah Umar: Seandainya saya kumpulkan mereka untuk mengikuti satu adalah lebih utama. Kemudian setelah memantapkan niatnya, ia mengumpulkan mereka agar mengikuti Ubay bin Ka‘ab (sebagai imamnya). Kemudian saya keluar bersama Umar pada malam yang lain, dan manusia sedang mengerjakan shalat mengikuti shalat imam mereka. Lalu berkatalah Umar: Alangkah baik bid‘ah ini …” [HR. Al-Bukhariy].

2) Hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ صَلَّيْتُ أَنَا وَيَتِيمٌ فِي بَيْتِنَا خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأُمِّي أُمُّ سُلَيْمٍ خَلْفَنَا. [رواه البخاري].

Artinya: “Dari Anas ibn Malik r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Saya mendirikan shalat di rumah saya bersama anak yatim di belakang Nabi saw, sedang ibuku, Ummu Sulaim di belakang kami.” [HR. Al-Bukhari].

b. Qiyamul-Lail (Shalat Tarawih) dikerjakan dengan 4 raka‘at, 4 raka‘at tanpa tasyahud awal, dan 3 raka‘at witir tanpa tasyahud awal, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ عَائِشَةَ حِيْنَ سُئِلَتْ عَنْ صَلاَةِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ قَالَتْ مَا كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلاَ فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلاَثاً [رواه البخاري ومسلم].

Artinya: “Dari ‘Aisyah (diriwayatkan bahwa) ketika ia ditanya mengenai shalat Rasulullah saw di bulan Ramadan. Aisyah menjawab: Nabi saw tidak pernah melakukan shalat sunnat di bulan Ramadan dan bulan lainnya lebih dari sebelas rakaat. Beliau shalat empat rakaat dan jangan engkau tanya bagaimana bagus dan indahnya. kemudian beliau shalat lagi empat rakaat, dan jangan engkau tanya bagaimana indah dan panjangnya. Kemudian beliau shalat tiga rakaat.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim].

c. Sebelum mengerjakan Qiyamul-Lail, disunnatkan mengerjakan shalat sunat dua raka‘at ringan (Shalat Iftitah), sebagaimana dijelaskan dalam hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ مِنْ اللَّيْلِ فَلْيَفْتَتِحْ صَلاَتَهُ بِرَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ. [رواه مسلم وأحمد وأبو داود].

Artinya: “Dari Abu Hurairah dari Nabi saw, (diriwayatkan bahwa) beliau bersabda: Jika salah satu di antara kamu mengerjakan qiyamul-lail, hendaklah ia membuka (mengerjakan) shalatnya dengan shalat dua rakaat ringan.” [HR. Muslim, Ahmad, dan Abu Dawud].

d. Bacaan surat yang dibaca setelah membaca Al-Fatihah pada 3 raka‘at shalat witir, menurut Rasulullah saw adalah sebagai berikut: Pada raka‘at pertama membaca surat Al-A‘la, pada raka‘at kedua membaca surat Al-Kafirun, dan pada raka‘at ketiga membaca surat Al-Ikhlash. Dalam hadits Nabi disebutkan sebagai berikut:

عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْرَأُ فِي الرَّكْعَةِ اْلأُولَى مِنْ الْوِتْرِ بِسَبِّحْ اسْمَ رَبِّكَ اْلأَعْلَى وَفِي الثَّانِيَةِ بِقُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ وَفِي الثَّالِثَةِ بِقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ. [رواه النسائى والترمذى وابن ماجه].

Artinya: “Dari Ubay bin Ka‘ab (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Bahwa Nabi saw pada shalat witir pada rakaat yang pertama selalu membaca Sabbihisma Rabbikal-A‘laa, dan pada rakaat yang kedua membaca Qul Yaa Ayyuhal-Kaafiruun, dan pada rakaat yang ketiga membaca Qul Huwallaahu Ahad.” [HR. An-Nasa'i, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah].

e. Setelah selesai 3 raka‘at shalat witir, disunatkan membaca doa dengan suara nyaring:

سُبْحَانَ اْلمَلِكِ اْلقُدُّوسِ.

Artinya: “Maha Suci Allah Yang Maha Merajai dan Yang Maha Bersih.”

Dibaca tiga kali, dan membaca:

رَبُّ اْلمَلاَئِكَةِ وَالرُّوْحِ.

Artinya: “Yang Menguasai para Malaikat dan Ruh/Jibril.”

Berdasarkan hadis:

عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم إِذِا سَلَّمَ فِيْ اْلوِتْرِ قَالَ سُبْحَانَ اْلمَلِكِ اْلقُدُّوْسِ [رواه أبو داود].

Artinya: “Dari Ubayy Ibnu Ka‘ab (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Adalah Rasulullah saw membaca Sub¥±nal-Malikil-Qudd­s [Maha Suci Allah Yang Maha Merajai dan Yang Maha Bersih]” [HR Ab­ Dawud].

عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ كَانَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم يُوْتِرُ بِسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ اْلأَعْلَى وَقُلْ يَا أَيُّهَا اْلكَافِرُوْنَ وَقُلْ هُوَ الله أَحَدٌ وَإِذَا سَلَّمَ قَالَ سُبْحَانَ اْلمَلِكِ اْلقُدُّوْسِ ثَلاَثَ مَرَاتٍ وَمَدَّ بِاْلأَخِيْرَةِ صَوْتَهُ وَيَقُوْلُ رَبِّ اْلمَلاَئِكَةِ وَالرُّوْحِ [رواه الطبراني في المعدم الأوسط] .

Artinya: “Dari Ubayy Ibnu Ka‘ab (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Adalah Rasulullah saw melakukan witir dengan membaca Sabbihis—marabbikal-a‘la, qul ya ayyuhal-kafir­n dan qul huwallahu ahad; dan apabila selesai salam ia membaca Subhanal-Malikil-Qudd­s [Maha Suci Allah Yang Maha Merajai dan Yang Maha Bersih] tiga kali dan menyaringkan suaranya dengan yang ketiga, serta mengucapkan rabbul-mal±’ikati war-r­¥ [Tuhan Malaikat dan ruh]” [HR ath-Thabarani, di dalam al-Mu‘jam al-Ausath].

TUNTUNAN IDUL FITRI

1. Memperbanyak takbir pada malam Hari Raya ‘Idul Fitri, sejak matahari terbenam, hingga esok, ketika shalat ‘Id dimulai. Dasarnya adalah firman Allah SWT:

وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ. [البقرة (2): 185].

Artinya: “Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” [QS. Al-Baqarah (2): 185].

2. Sebelum berangkat ke tempat shalat, hendaklah memakai pakaian yang terbaik yang dimilikinya, memakai wangi-wangian, makan secukupnya. Pada waktu berangkat shalat hendaklah selalu membaca takbir. Dan pada waktu pulang hendaklah mengambil jalan lain ketika berangkat. Semua kaum muslimin dan muslimat dianjurkan mendatangi tempat shalat untuk mendengarkan khutbah. Para wanita yang sedang haidl cukup mendengarkan khutbah, tidak mengerjakan shalat. Dasar-dasarnya adalah:

Hadits Nabi Muhammad saw:

عَنِ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَمَرَناَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ العِيْدَيْنِ أَنْ نَلْبَسَ أَجْوَدَ ماَ نَجِدُ وَأَنْ نَتَطَيَّبَ بِأَجْوَدِ ماَ نَجِدُ وَأَنْ نُضَحِّيَ بِأَسْمَنِ ماَ نَجِدُ. [رواه الحاكم].

Artinya: “Dari Anas r.a. (iriwayatkan bahwa) Rasulullah saw menyuruh kami pada dua hari raya [Idul Fitri dan Idul Adlha] agar memakai pakaian yang terbaik yang kami miliki, memakai wangi-wangian yang terbaik, dan menyembelih binatang yang paling gemuk.” [HR. Al-Hakim].

Hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَرَجَ إِلَى الْعِيدَيْنِ يَرْجِعُ فِي غَيْرِ الطَّرِيقِ الَّذِي خَرَجَ فِيهِ. [رواه أحمد ومسلم].

Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw apabila keluar ke tempat shalat dua Hari Raya, pulangnya selalu mengambil jalan lain dari ketika beliau keluar.” [HR. Ahmad dan Muslim].

Hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ مِنَ السُّنَّةِ أَنْ يَخْرُجَ إِلَى الْعِيدِ مَاشِيًا وَأَنْ يَأْكُلَ شَيْئًا قَبْلَ أَنْ يَخْرُجَ. [رواه الترمذي].

Artinya: “Dari ‘Ali r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Termasuk sunnah Nabi, pergi ke tempat shalat ‘Id dengan berjalan kaki dan makan sedikit sebelum keluar.” [HR at-Tirmidzi].

Hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ أَمَرَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُخْرِجَهُنَّ فِي الْفِطْرِ وَاْلأَضْحَى الْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ فَأَمَّا الْحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلاَةَ وَيَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ إِحْدَانَا لاَ يَكُونُ لَهَا جِلْبَابٌ قَالَ لِتُلْبِسْهَا أُخْتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا. [رواه الجماعة].

Artinya: “Dari Ummu ‘Athiyyah (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw memerintahkan kami supaya menyuruh mereka keluar pada hari Idul Fitri dan Idul Adlha: yaitu semua gadis remaja, wanita sedang haid dan wanita pingitan. Adapun wanita-wanita sedang haid supaya tidak memasuki lapangan tempat shalat, tetapi menyaksikan kebaikan hari raya itu dan panggilan kaum Muslimin. Aku bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana salah seorang kami yang tidak mempunyai baju jilbab? Rasulullah menjawab: Hendaklah temannya meminjaminya baju kurungnya.” [HR. Al-Jama‘ah].

3. Lafadz Takbir

Lafadz takbir untuk Hari Raya adalah:

اَللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ.

Dasarnya adalah hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ سَلْماَنَ قَالَ: كَبِّرُوْا اَللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا . وَجَاءَ عَنْ عُمَرَ وَاْبنِ مَسْعُوْدٍ: اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ. [رواه عبد الرزاق بسند صحيح].

Artinya: “Dari Salman (dilaporkan bahwa) ia berkata: Bertakbirlah dengan: Allaahu akbar, Allaahu akbar kabiiran. Dan dari Umar dan Ibnu Mas‘ud (dilaporkan): Allaahu akbar, Allaahu akbar, laa ilaaha illallaahu wallaahu akbar, Allaahu akbar wa lillaahil-hamd.” [HR. ‘Abdur-Razzaq, dengan sanad shahih].

4. Zakat Fitri

Zakat fitri diwajibkan kepada setiap orang muslim/muslimah, tua muda, dan anak kecil, yang pada menjelang Hari Raya mempunyai kelebihan makanan pokok. Zakat fitri berupa makanan pokok sebanyak 1 sha‘ (± 2,5 kg). Zakat fitri ditunaikan pada akhir Ramadhan, dan selambat-lambatnya sebelum shalat ‘Id dilaksanakan. Apabila zakat tersebut ditunaikan sesudah shalat ‘Id, maka berubah menjadi shadaqah biasa. Sebaiknya zakat fitri dikumpulkan pada Panitia Zakat (Amil Zakat), agar dapat dibagikan secara merata dan teratur.
Adapun tujuan zakat fitri ialah untuk membersihkan orang yang berpuasa dari dosa-dosanya, karena ketika berpuasa, baik sengaja maupun tidak sengaja, telah melakukan hal-hal yang dilarang oleh Syari‘ah, dan juga untuk menyantuni para fakir miskin.
Dalam hadits Nabi saw disebutkan sebagai berikut:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ فَرَضَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ. [رواه أبو دادود وابن ماجه].

Artinya: “Dari Ibnu Abbas r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw telah mewajibkan zakat fitri untuk mensucikan diri orang yang berpuasa dari perkataan yang sia-sia dan kotor serta untuk memberi makan kepada orang-orang miskin. Barang siapa yang menunaikannya sebelum shalat ‘Id, maka itu adalah zakat yang diterima, dan barang siapa yang menunaikannya sesudah shalat ‘Id, maka itu hanyalah sekedar sedekah.” [HR. Abu Dawud, Ibnu Majah].
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى كُلِّ نَفْسٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ أَوْ رَجُلٍ أَوِ امْرَأَةٍ صَغِيرٍ أَوْ كَبِيرٍ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ. [رواه مسلم].

Artinya. “Dari Abdullah Ibnu Umar r.a. (diriwayatkan bahwa) Rasulullah saw telah mewajibkan zakat fitri pada bulan Ramadhan atas setiap jiwa orang Muslim, baik merdeka ataupun budak, laki-laki ataupun wanita, kecil ataupun besar, sebanyak satu sha' kurma atau gandum. [HR. Muslim].

5. Shalat dan Khutbah ‘Idul Fitri

a. Shalat Idul Fitri dikerjakan secara berjama‘ah di tanah lapang. Jumlah rakaat shalat Idul Fitri adalah dua rakaat, dengan tujuh kali takbir setelah takbiratul ihram pada rakaat pertama, dan lima kali takbir pada rakaat kedua. Dasar-dasarnya adalah:

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَاْلأَضْحَى إِلَى الْمُصَلَّى فَأَوَّلُ شَيْءٍ يَبْدَأُ بِهِ الصَّلاَةُ ... [رواه البخاري].

Artinya: “Dari Abu Sa‘id al-Khudri (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Nabi Muhammad saw selalu keluar pada hari Idul Fitri dan hari Idul Adlha menuju lapangan, lalu hal pertama yang ia lakukan adalah shalat ...” [HR. Al-Bukhari].

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ يَوْمَ أَضْحَى أَوْ فِطْرٍ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ لَمْ يُصَلِّ قَبْلَهَا وَلاَ بَعْدَهَا...[أخرجه السبعة].

Artinya: “Dari Ibnu Abbas (diriwayatkan) bahwasanya Rasulullah saw pada hari Idul Adlha atau Idul Fitri keluar, lalu shalat dua rakaat, dan tidak mengerjakan shalat apapun sebelum maupun sesudahnya. [Ditakhrijkan oleh tujuh ahli hadis].

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُكَبِّرُ فِي الْعِيدَيْنِ سَبْعًا وَخَمْسًا قَبْلَ الْقِرَاءَةِ. [رواه أحمد].

Artinya: “Dari Aisyah (diriwayatkan bahwa) Rasulullah saw pada shalat dua hari raya bertakbir tujuh kali dan lima kali sebelum membaca (al-Fatihah dan surat). [HR Ahmad].

b. Khutbah Idul Fitri dikerjakan satu kali sesudah melaksanakan shalat Idul Fitri, dimulai dengan bacaan hamdalah. Dasarnya adalah:

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَاْلأَضْحَى إِلَى الْمُصَلَّى فَأَوَّلُ شَيْءٍ يَبْدَأُ بِهِ الصَّلاَةُ ثُمَّ يَنْصَرِفُ فَيَقُومُ مُقَابِلَ النَّاسِ وَالنَّاسُ جُلُوسٌ عَلَى صُفُوفِهِمْ فَيَعِظُهُمْ وَيُوصِيهِمْ وَيَأْمُرُهُمْ فَإِنْ كَانَ يُرِيدُ أَنْ يَقْطَعَ بَعْثًا قَطَعَهُ أَوْ يَأْمُرَ بِشَيْءٍ أَمَرَ بِهِ ثُمَّ يَنْصَرِفُ. [متفق عليه].

Artinya: “Dari Abu Sa‘id al-Khudri (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw keluar pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adlha menuju lapangan tempat shalat, maka hal pertama yang dia lakukan adalah shalat, kemudian manakala selesai beliau berdiri menghadap orang banyak yang tetap duduk dalam saf-saf mereka, lalu Nabi saw menyampaikan nasehat dan pesan-pesan dan perintah kepada mereka; lalu jika beliau hendak memberangkatkan angkatan perang atau hendak memerintahkan sesuatu beliau laksanakan, kemudia lalu beliau pulang. [HR. Muttafaq ‘Alaih].

عَنْ جَابِرٍ قَالَ شَهِدْتُ الصَّلاَةَ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي يَوْمِ عِيدٍ فَبَدَأَ بِالصَّلاَةِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلاَ إِقَامَةٍ فَلَمَّا قَضَى الصَّلاَةَ قَامَ مُتَوَكِّئًا عَلَى بِلاَلٍ فَحَمِدَ اللهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَوَعَظَ النَّاسَ وَذَكَّرَهُمْ وَحَثَّهُمْ عَلَى طَاعَتِهِ ... [رواه النسائي].

Artinya: “Dari Jabir (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Saya menghadiri shalat pada suatu hari raya bersama Rasulullah saw: sebelum khutbah beliau memulai dengan shalat tanpa azan dan tanpa qamat. Lalu manakala selesai shalat beliau berdiri dengan bersandar kepada Bilal. Lalu ia bertahmid dan memuji Allah, menyampaikan nasehat dan peringatan untuk jamaah, serta mendorong mereka supaya patuh kepada-Nya ... [HR. an-Nasa’i].