Jumat, 28 Agustus 2009

Puasa Itu JUNNAH



Yunan Hilmy al-Anshary

ash-shiyamu junnatun” demikian sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Puasa itu perisai, tameng. Lalu, sejauh mana kekuatan perisai itu dapat membentengi orang yang berpuasa?

Kekuatan dan macam perisai tergantung bagaimana kita memosisikan diri dalam berpuasa. Imam al-Ghozali membagi tiga tingkatan orang berpuasa. Pertama, puasa orang awam. Yaitu menahan diri dari makan, minum dan hubungan seksual pada siang hari di bulan ramadhan. Puasa ini akan membentuk pribadi yang sehat karena akan menata kembali ketidakteraturan makan, minum dan hubungan persebadanan di luar ramadhan. Kata Rasul, “Shȗmu tashihhu.” Berpuasalah niscaya kalian akan sehat.

Kedua, puasa khusus. Yaitu menahan diri dari makan, minum dan hubungan seksual pada siang hari di bulan ramadhan ditambah menahan diri dari pandangan, pendengaran, lisan, tangan, kaki dan seluruh anggota badan dari perbuatan maksiat. Puasa tingkatan kedua ini akan membentuk pribadi yang sehat secara fisik dan juga sehat spiritual. Kata Rasul,”Tidurnya orang berpuasa itu ibadah dan nafashnya adalah tasbih.”
Seluruh anggota tubuh menundukkan diri hanya kepada Allah. Mata tidak mau memandang hal-hal yang ‘kotor’, telinga hanya mau mendengar yang dihalalkan, tangan hanya mau memegang yang dibolehkan dan meninggalkan yang dilarang, kaki hanya mau melangkah ke tempat yang diperintahkan dan menjauh dari langkah yang diharamkan. Semua gerakannya adalah ibadah.

Ketiga, puasa khusus al-khusus. Yaitu menahan dari semua yang telah disebutkan di atas diiringi dengan puasa hati dari segala gerak hati yang negatif. Misalnya orientasi material, akhlak tercela, pikiran keduniaan dan menahan diri dari segala bentuk pemikiran selain Allah swt dan kehidupan akhirat. Puasa ini dilakukan oleh pada Nabi, syuhada, shiddiqqin dan al-muqarrabin.

Nah, kalau posisi kita ada pada tingkatan pertama, maka perisai hanya mampu menahan diri dari tiga kebutuhan fisik di atas. Bila tingkatan kita berada pada level kedua, maka perisai akan mampu menahan diri dari gangguan fisik dan psikis, sekaligus membentuk pribadi bertakwa secara paripurna. Apabila posisi kita pada tataran ketiga, maka kita akan mampu mempunyai perisai seperti Rasulullah saw. Sabda Nabi saw: “Ash-shiyamu junnatun wa hishnu hashînun minannâr” (HR. Ahmad dan Baihaqi). Puasa itu perisai dan beteng dari sentuhan api neraka.

Ketika puasa benar-benar menjadi perisai bagi kita, terlebih jika mampu menjadi perisai bagi tingkatan kedua atau ketiga, insya Allah kita telah memperoleh derajat takwa. Saat itulah kita baru merasakan manisnya iman.

So, kita mau pilih yang mana?
Masih banyak waktu bagi kita untuk menggapai yang terbaik. Selamat menjalankan shaum ramadhan, teman!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan tinggalkan komentar konstruktif dan bertanggung jawab