Sabtu, 26 Mei 2012

Berbisnis Dengan ALLAH

Suatu hari, usai mendengarkan nasihat-nasihat yang disampaikan Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam kepada para sahabatnya di Masjid Nabawi, Madinah, maka pulanglah Ali bin Abi Thalib ke rumahnya. 

Sesampai di rumahnya, ia menemui isterinya, Fatimah, putri Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam yang sedang duduk memintal benang.
“Wahai perempuan yang mulia. Adakah sesuatu makanan yang dapat dimakan oleh suamimu ini?” Tanya Ali. 
Fatimah pun menjawab, “Demi Allah, aku tidak mempunyai sesuatupun. Tetapi aku punya uang enam dirham yang akan kugunakan untuk membeli makanan buat Hasan dan Husein.”
“Tolong, berikanlah uang itu kepadaku.” ujar Ali. 
Fatimah pun memberikan uang itu kepada Ali bin Abi Thalib. 

Setelah itu, Ali pun segera keluar membawa uang enam dirham itu untuk membeli makanan untuk Hasan dan Husein. Dalam perjalanan, Ali melihat seorang lelaki yang sedang berdiri di dekat pohon kurma dengan pakaian yang sangat kumal. Rupanya ia seorang pengemis. 

Melihat ada yang mendekat, pengemis itupun meminta kepada Ali.
“Wahai tuan, siapakah yang hendak mengutangi Allah dengan piutang yang baik?” ujar laki-laki tersebut seraya mengutip ayat al-Quran surah Al-Baqarah [2] ayat 245. 
“Siapakah yang mau memberikan pinjaman kepada Allah dengan pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan kelipatan yang lebih banyak. Dan Allah akan menyempitkan dan melapangkan rizki, dan kepada-Nya lah kamu kembali.”
Secara spontan Ali pun memberikan semua yang dimilikinya itu tanpa sisa. Setelah itu ia pun segera kembali ke rumahnya dengan hati yang sangat lapang penuh kepuasan.

Namun, ketika Fatimah menyaksikan suaminya yang pulang tanpa membawa apa pun, maka menangislah putri Shalallahu ‘alaihi wasallam ini. 

Menyaksikan hal itu, Ali pun bertanya: “Wahai perempuan yang mulia, mengapa engkau menangis?” 

“Wahai putra paman Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam, kulihat engkau tidak membawa apa-apa dari uang yang aku berikan tadi. Mengapa bisa demikian? Bagaimana makanan Hasan dan Husein?” 

Ali pun kemudian menyampaikan kejadian yang sesungguhnya. “Wahai perempuan yang mulia, sesungguhnya uang itu telah dipinjamkan kepada Allah, jelas Ali. 

Mendengar hal itu, maka Fatimah pun tersenyum seraya berkata, “Engkau benar suamiku.” Maka selesailah sementara persoalan mereka hadapi. Namun bagaimana dengan hari esok? 

Ali pun kemudian berpamitan kepada Fatimah. Ia bermaksud menemui Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam. Di tengah perjalanan ia berjumpa dengan seorang Arab dusun yang sedang menuntun seekor unta betina. Orang Arab dusun tersebut berkata kepada Ali. 

“Hai Pak Hasan, belilah unta ini dariku.” 
Ali menjawab, “Aku tidak memiliki uang.” 
Gampang, beli saja unta ini dan nanti engkau bisa membayarnya setelah laku,” kata arab dusun itu.
“Berapa engkau akan menjual unta ini?” Tanya Ali. 
“Seratus dirham,” jawabnya. 
“Baiklah, kalau begitu aku membelinya,” kata Ali. 

Setelah semuanya disepakati, berpisahlah Ali dengan dengan orang arab dusun tersebut. Ali lalu membawa unta betina itu untuk dijual. Saat menuntun unta tersebut, tiba-tiba datanglah orang arab dusun lainnya. Ia bertanya kepada Ali. 

“Wahai Bapak Hasan, apakah engkau akan menjual unta ini?” Ali pun mengiyakannya. 

“Berapa engkau akan menjualnya?” Tanya arab dusun itu. 
“Seratus enam puluh dirham,” kata Ali. 
“Baiklah, aku beli unta itu,” jawab Arab dusun tersebut. 

Maka iapun membayar harga unta itu kepada Ali bin Abi Thalib. Setelah itu, Ali mencari Arab dusun yang pertama. Dan saat bertemu, ia serahkan harga unta yang dibelinya itu dengan harga seratus dirham. 

Selanjtnya Ali pun pulang dan bertemu dengan isteri tercinta, Sayyidah Fatimah a-Zahra. Ali kemudian memberikan semua uang yang didapatannya hari itu kepada Fatimah. Isterinya heran melihat dirham yang demikian banyak itu. Ia pun bertnya kepada Ali dari mana sumber dana yang didapatkannya itu. 

“Inilah hasil kita berniaga dengan Allah,” kata Ali. Maka tersenyumlah Fatimah. Ali kemudian menceriterakan peristiwa yang dialaminya hari itu kepada Fatimah. Mereka bertanya-tanya, siapakah gerangan kedua orang arab dusun itu? Ali kemudian mendatangi Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam dan menceriterakan hal itu. Rasul menjelaskan bahwa orang yang menjual unta itu adalah malaikat Jibril, dan yang membelinya adalah malaikat Mikail. Sedangkan unta itu adalah tunggangan Fatimah di hari kiamat.

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam terbiasa mengajarkan kepada sahabat-sahabatnya untuk bersabar atas segala sesuatu yang menimpa mereka, termasuk dalam masalah lapar sekalipun. Mereka senantiasa mengencangkan ikat pinggang. Bila tidak ada sama sekali yang dimakan, maka merekapun akan berpuasa. Itulah yang dicontohkan Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam kepada sahabat-sahabatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan tinggalkan komentar konstruktif dan bertanggung jawab