Minggu, 17 Mei 2009

IKAN BERTEMAN SESAMA JENISNYA

.


Yunan Hilmy al-Anshary

Dalam berteman ikan akan mengelompokkan dirinya dengan sesama jenisnya. Ikan teri tidak akan berteman dengan ikan kakap, apalagi hiu. Pepatah Cina kuno itu sesungguhnya hendak menjelaskan bahwa manusia sebagai makhluk sosial juga akan mengelompokkan dirinya demi mencapai rasa aman dan nyaman dalam memenuhi kebutuhannya.

Biasanya, selain rasa aman dan nyaman kebersamaan itu juga didasarkan atas suatu kepentingan. Kesamaan akan kepentingan itu selanjutnya menggerakkan mereka untuk berjuang bersama-sama. Seorang tukang jambret tentu akan berteman dengan tukang jambret yang lain. Tidak saja akan mendapatkan rasa aman dan nyaman, mereka bisa mengatur pembagian wilayah operasi dan strategi jitu lainnya untuk melumpuhkan mangsanya. Demikian pula seorang koruptor. Dia akan melakukan pertemanan dengan sesama koruptor untuk ‘membersihkan’ apa saja yang ada. Dengan begitu mereka akan menjadi aman dan nyaman. Tukang tipu, dll juga idem ditto. Begitu juga dengan politisi busuk. Mereka cenderung akan mendekat dengan sesama politisi busuk agar lebih mudah menerapkan strategi menghalalkan segala cara.

Demi kepentingan dan tujuan yang sama mereka saling bahu membahu tidak kenal lelah untuk mengatur taktik bagaimana melumpuhkan mangsanya atawa musuhnya secara berjamaah. Namun ketika tidak ada mangsa atau common enemy, bukan tidak mungkin dan tidak aneh —seperti halnya ikan sidat— mereka akan saling sikut dan saling memangsa.

Hal di atas tentu berlaku pula untuk orang yang baik. Orang baik-baik juga akan berteman dengan orang yang baik, lurus. Orang jujur tidak akan pernah nyaman dan aman berteman dengan koruptor. Seorang puritan, tidak akan suka berteman dengan orang yang demen sinkretisme. Orang baik, lurus, jujur dst., juga akan berjuang secara bersama untuk menjunjung tinggi dan menegakkan kejujuran dan nilai-nilai posif lainnya.

Sequel drama perkoalosian menuju pilpres-cawapres 2009 telah mencapai klimaksnya dan telah terang benderang pada Sabtu, 16 Mei 2009. Setelah bergumul dengan tawar menawar yang super alot dan melelahkan, akhirnya demi rasa aman dan nyaman, dengan semangat grudag-gruduk mereka telah menemukan dan dan menentukan teman masing-masing yang dirasa ‘sejenis’.

SBY, si-incumbent akhirnya menentukan pilihannya kepada Boediono, si-Gubernur BI. Sama-sama berpembawaan kalem, sama-sama familier dengan ekonomi pasar, disukai barat dan sama-sama jawa-timuran. Ali Mochtar Ngabalin, politisi dari partai yang tereliminasi, PBB, menyebutnya “pasangan pilkada” (karena sama-sama dari Jawa Timur). Tim sukses pasangan ini telah menyiapkan yel-yelnya: “SBY Berbudi”. SBY bersama Boediono.

Penentuan cawapres Boediono bahkan sempat membuat panas hati beberapa rekan partai koalisi Partai Demokrat, khususnya PKS, meski akhirnya toh ikut juga. SBY memilih Boediono dengan alasan integrity dan personality. Ada pergeseran konsep, wapres diposisikan sebagai pekerja yang ditugasi mengurusi masalah ekonomi, tidak melulu kerja politik.

JK telah melabuhkan hatinya kepada Wiranto Hanura untuk mendampinginya sebagai cawapres. Ketetapan hati ini bahkan mendahului pasangan lain dalam menentukan cawapresnya. Ini sesuai semboyannya “lebih cepat lebih baik”. JK yang lugas dan spontan merasa cocok karena sama-sama dari satu keluarga (Golkar), sama-sama ingin cepat-cepat mengembalikan pemulihan ekonomi dengan konsep ekonomi kebangsaan. Istrinyapun sama-sama memakai kerudung muslimah. Simbol yang bisa merefleksikan ketaatan dan kedekatan akan keislamannya.

Mba Mega pun akhirnya dapat meluluhkan hati baja Prabowo Subianto yang sebelumnya memasang tarif tinggi untuk merelakan obsesinya menjadi capres dan berlega hati ‘hanya’ menjadi cawapres. Pasangan yang ketiga ini merasa sama-sama cinta Pancasila dan meneguhkan NKRI. Keduanya juga sama-sama ingin menerapkan konsep ekonomi kerakyatan. Sebuah konsep yang selalu muncul ketika musim pemilu tapi terlupakan ketika pemerintahan baru telah bertahta. Yel-yelnya pun menjadi MEGAPRO Rakyat.

Kini rakyat hanya bisa berharap ketiga pasangan tersebut beserta teman-temannya memang tulus untuk berjuang bersama-sama ‘sejenisnya’ menyejahterakan rakyat yang dicintainya. Bukan sekedar membagi habis kekuasaan. Prinsip yang semestinya mereka pegang dalam kapasitasnya sebagai seorang muslim adalah tolong menolong, kerjasama dalam kebajikan dan tidak tolong menolong dalam dosa dan permusuhan. Ta’aawanu ‘ala al-birri wa taqwa wala ta’aawanu ‘ala al-ismi wa al-‘udwan. Atau berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan dengan izin Allah. Fastabiqul al-khairaat bi idznillah.

Ya Allah. Beri kami pemimpin yang taat, ruku’ kepadamu dan menjadi khodamul ummah, pelayan rakyat untuk menyejahterakan negeri dan bangsanya. Amien.


http://www.facebook.com/profile.php?id=1471710476&ref=profile

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan tinggalkan komentar konstruktif dan bertanggung jawab