ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ
عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهِ وَمِنْهُم مُّقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ
سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ
QS Fathir (35) Ayat 32
Allah Subhanahuwata’ala mengungkap bahwa setelah al-Quran diwariskan kepada ummat
Muhammad Shalallahu
‘alaihi wasallam,
manusia terbagi dalam tiga kelompok besar, yaitu: (1) Kelompok yang menganiaya diri sendiri; (2) Kelompok Muqtashid; dan (3) Kelompok yang berlomba melakukan kebaikan.
Kelompok yang menganiaya
diri sendiri (ظَالِمٌ لِّنَفْسِهِ)
Al-Quran sudah berada di tangan namun tidak senang membacanya, tidak ada usaha untuk memahami apa isi al-Quran, sehingga gerak langkah dan tutur katanya tidak lagi sesuai dengan apa yang ditunjukkan Allah di
dalam al-Quran. Syekh Muhammad
Abduh menyatakan, “Betapa banyak orang membaca
al-Quran namun dilaknat oleh ayat yang ia
baca.” Apa sebab? QS 62 (al-Jum’ah): 5
مَثَلُ الَّذِينَ حُمِّلُوا التَّوْرَاةَ ثُمَّ لَمْ
يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَاراً بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ
الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِ اللَّهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ
الظَّالِمِينَ
Perumpamaan orang-orang yang diberi tugas membawa Taurat, kemudian mereka tidak mengamalkannya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Sangat buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim.
Kitab
tetap suci, keledai tetap terpendam dalam kebodohan.
Itulah orang yang dlolim kepada dirinya sendiri.
Kelompok Muqtashid (مُّقْتَصِدٌ)
Orang yang termasuk dalam
kelompok ini maju tidak, mundurpun tidak. Mereka
senang membaurkan antara yang baik
dengan yang buruk walaupun al-Quran telah memberi pelajaran, sehingga hidupnya seperti
itu.
QS 22 (al-Hajj): 11
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَى حَرْفٍ فَإِنْ
أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انقَلَبَ عَلَى
وَجْهِهِ خَسِرَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةَ ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ
Dan di antara manusia ada yang menyembah Allah hanya di tepi (tidak dengan penuh keyakinan); jika memperoleh kebajikan, dia merasa puas, dan jika dia ditimpa suatu cobaan, di berbalik ke belakang (kembali kafir). Dia rugi di dunia dan di akhirat. Itulah kerugian yang nyata.
“Di tepi” maksudnya adalah berada dalam garis pemisah antara kafir dan Islam. Kaki kanan Islam,
kaki kiri masih berpijak dalam kekafiran. Hal ini yang diherankan oleh Rasulullah SAW:
“Saya heran melihat orang yang menghabiskan umurnya hanya sekedar untuk mengejar duniawi semata, padahal mati selelu mengejar. Ia sibuk mengejar dunia, matipun segera menyusul dan mengintainya. Saya heran melihat orang yang lupa diri tugas dan kewajiban kepada Allah, padahal Allah tidak pernah melupakan nasib mereka. Saya juga heran melihat orang yang tertawa terbahak-bahak sepenuh mulutnya, dia sendiri tidak sadar apakah itu diridloi Allah atau justru mengundang kemurkaan Allah. Hal seperti ini tidak diridloi Allah Subhanahu wata’ala.
Dalam
QS 41 (Fushshilat): 51 Allah
mengingatkan:
وَإِذَا أَنْعَمْنَا عَلَى الْإِنسَانِ أَعْرَضَ وَنَأى
بِجَانِبِهِ وَإِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ فَذُو دُعَاء عَرِيضٍ
Bilamana Kami beri kesenangan, kebahagiaan,
kejayaan kepada manusia, kebanyakam manusia berpaling (sikap sombong), lupa
diri, lupa tugas, lupa statusnya sebagai hamba. Apabila ditimpa malapetaka, maka ia banyak berdoa.
Model
muqtashid ini tetap di
tempat. Kualitas imannya tidak pernah meningkat. Dalam masjid dia beriman,
dalam pasar ia kafir. Pagi hari beriman, sore hari kafir.
Kedua
kelompok tsb di atas tidak
disukai Allah Subhanahu wata’ala.
Kelompok Selalu Berlomba Kebaikan (سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ )
Orang
yang masuk dalam kelompok ini senantiasa berlomba-lomba dalam kebaikan, membina dirinya,
membentuk dirinya, meningkatkan
kualitas imannya, akhlaqnya dan
ibadahnya sehingga betul-betul menjadi ummat pilihan. (QS 3:110)
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ
لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ
بِاللّهِ
Kelompok ini juga melakukan amar ma’ruf dan nahiy
munkar. Selalu mengajak berbuat baik dan tidak segan mencegah
kemunkaran. Shaum Ramadhan adalah saat terbaik untuk berlomba dalam kebaikan
karena nilai kebaikannya berlipat ganda dibanding melakukannya di luar bulan
Ramadan.
Ayuk kita optimalkan Ramadhan dengan banyak ibadah,
mengkaji al-Quran --terlebih bulan Ramadhan adalah bulan diturunkannya al-Quran--, berinfaq, membantu yatim dan dhu’afa, dan amal kemaslahatan
lainnya agar tergolong kelompok yang selalu berlomba dalam kebaikan.
[7 Ramadhan 1433 | Yunan Hilmy al-Anshary©2012]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan tinggalkan komentar konstruktif dan bertanggung jawab